Muhammadiyah dan Pertaliannya dengan Soekarno
Reporter:
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor:
Juli Hantoro
Minggu, 28 Oktober 2018 05:21 WIB
Haedar Nashir. TEMPO/Pius ErlanggaHaedar Nashir. TEMPO/Pius Erlangga
*TEMPO.CO*,*Jakarta*- Ketua Umum Pimpinan PusatMuhammadiyah
<https://nasional.tempo.co/read/1140477/muhammadiyah-hentikan-reaksi-terhadap-pembakaran-bendera>Haedar
Nashir mengatakan masih banyak yang tak mengerti bagaimana sebenarnya
kuatnya pertalian organisasi itu dengan sejarah pergerakan Indonesia.
Baca juga: Panitia Muktamar Pemuda Muhammadiyah Mengaku Diintervensi
Polisi
<https://nasional.tempo.co/read/1137135/panitia-muktamar-pemuda-muhammadiyah-mengaku-diintervensi-polisi>
"Banyak contoh bagaimana Muhammadiyah melahirkan pejuang kemerdekaan,"
ujar Haedar di sela pelantikan pengurus Perguruan Tapak Suci Putera
Muhammadyah di Yogya Sabtu 27 Oktober 2018.
Haedar mencontohkan sejumlah pendiri bangsa yang sebenarnya kader
Muhammadiyah tulen namun belum banyak diketahui.
Misalnya tentang presiden RI pertama Soekarno yang merupakan salah satu
murid pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan. Ahmad Dahlan di masa
silam kerap bolak balik ke Surabaya, menyambangi kost milik
Cokroaminoto. Di tempat itu Ahmad Dahlan mengajar Soekarno dan anak muda
pergerakan lain seperti Agus Salim juga Semaun.
Sampai akhirnya Soekarno resmi menjadi kader Muhammadiyah di tahun 1930.
Bahkan Soekarno setelah itu, menjadi pengurus majelis pendidikan dasar
dan menengah milik Muhammadiyah di Bengkulu.
Soekarno pun lantas beristrikan Fatmawati, seorang kader Aisyiah- organ
Muhammadiyah, yang juga anak tokoh Muhammadiyah Bengkulu. Fatmawati
sendiri merupakan ibu dari sejumlah tokoh salah satunya Megawati
Soekarnoputri.
"Kadang orang Muhammadiyah juga tidak tahu (sejarah Muhammadiyah dengan
Soekarno)," ujar Haedar.
Begitupula saat Haedar diundang untuk menghadiri ceramah di kediamaan
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Saat Haedar mengulas
bahwa Soekarno juga merupakan kader Muhammadiyah, sejumlah kader PDIP
saat itu juga baru mengetahui penggalan sejarah tersebut.
Begitu juga Djoeanda Kartawidjaja yang melahirkan Deklarasi Juanda juga
merupakan kader Muhammadiyah.
"Jadi betapa erat sebenarnya pertalian Muhammadiyah dengan pergerakan
nasional, hanya kurangnya Muhammadiyah tak suka gembar-gembor, tak suka
bicara, bahkan tak suka berslogan 'NKRI harga mati'," ujar Haedar.
ADVERTISEMENT
Haedar menegaskan meski tak suka gembar gembor tentang NKRI, namun
Muhammadiyah sangat mencintai NKRI.
Baca juga: *Muktamar Pemuda Muhammadiyah Diintervensi, Dahnil Anzar ke
Polri
<https://metro.tempo.co/read/1137072/muktamar-pemuda-muhammadiyah-diintervensi-dahnil-anzar-ke-polri/full&view=ok>*
"Meskipun bentuk cintaMuhammadiyah
<https://nasional.tempo.co/read/1140458/kasus-pembakaran-bendera-muhammadiyah-sudah-jangan-diteruskan>pada
NKRI itu tidak selalu memanjakan, tapi juga meluruskan (jika ada yang
dinilai salah arah)," ujarnya.
Sayangnya, ujar Haedar, seringkali sikap kritis Muhammadiyah dianggap
sebagai bentuk sikap anti pemerintah dan kekuasaan.
"Kritisnya Muhammadiyah itu bentuk cinta kepada bangsa, agar tak salah
arah," ujarnya.
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com