Anda terdaftar dengan alamat: arch...@mail-archive.com e-JEMMi -- Bagaimana Gereja Anda Menjadi Gereja Misioner? No.19, Vol.16, Juni 2013
Shalom, Pelayanan misi sejatinya merupakan pewujudnyataan dari perintah yang Tuhan Yesus berikan tepat sebelum Ia diangkat ke surga. Dalam perintah yang kita sebut sebagai Amanat Agung itu, Tuhan berpesan kepada para murid agar mereka menjadi saksi-Nya, baik di Kota Yerusalem, wilayah Yudea, wilayah Samaria, sampai ke ujung bumi. Namun, apakah arti perintah itu bagi kita yang hidup di zaman modern ini? Dan, jika kita adalah orang-orang yang menyebut diri sebagai murid Kristus di zaman ini, bagaimana kita menjalankan amanat itu? Pada edisi ini, e-JEMMi mengajak Pembaca sekalian untuk membaca sebuah renungan singkat tentang Amanat Agung Tuhan kita, dan bagaimana seharusnya kita melaksanakannya. Pada kolom Profil Bangsa, kami juga mengajak Pembaca untuk mengenal lebih dekat dan mendoakan sebuah suku bangsa yang berdiam di sebelah Utara Indonesia, tepatnya di Provinsi Maluku. Selamat membaca, kiranya apa yang kami sajikan ini akan mendorong Pembaca setia e-JEMMi untuk semakin giat melayani Tuhan. Tuhan Yesus memberkati! Pemimpin Redaksi e-JEMMi, Yudo < yudo(at)in-christ.net > < http://misi.sabda.org/ > RENUNGAN MISI: BAGAIMANA GEREJA ANDA MENJADI GEREJA MISIONER? Semua kekristenan, apalagi para hamba Tuhan, mengharapkan bahwa gereja mereka adalah gereja yang misioner, yaitu sebuah gereja yang berkembang, bertumbuh, dan memiliki wawasan yang luas. Untuk mencapai target ini, kita sebagai orang Kristen harus mengerti misi. Tujuan misi adalah bahwa semua orang diperdamaikan dengan Allah dan hidup bagi kemuliaan-Nya. Bagaimana tugas ini dapat terlaksana? Melalui gereja sebagai agen misi yang menuruti perintah Roh Kudus sebagai Pembina misi; maka Allah dipermuliakan di seluruh dunia. Dalam Kisah Para Rasul 1:8 dikatakan, "... kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi"; Tuhan Yesus menjelaskan pola yang harus dipakai, yaitu setiap gereja yang ingin menjadi gereja misioner harus terlibat dalam 4 jenis penginjilan (PI): a. "Yerusalem" (PI-O): Orang Yahudi (di mana murid-murid berada). Artinya: Menginjili orang Kristen di lingkungan gereja/kota kita yang belum lahir baru. b. "Yudea" (PI-1): Orang Yahudi (di dalam negeri murid-murid, tetapi di luar lingkungan gereja). Artinya: Menginjili suku sendiri yang belum percaya. c. "Samaria" (PI-2): Orang campuran Yahudi-Kafir yang belum percaya. Artinya: Menginjili orang dengan kebudayaan yang mirip kebudayaan kita (misalnya orang Nias menginjili orang Batak). d. "Ujung Bumi"(P1-3): Bangsa lain. Artinya: Menginjili suku dan/atau bangsa dengan kebudayaan yang berbeda dengan kita (misalnya orang Indonesia menginjili orang Afrika). Kita tidak boleh mengatakan sesudah keluarga dan negara kita menjadi Kristen, baru gereja kita bisa melibatkan diri dalam misi sedunia. Perhatikan Kisah Para Rasul 1:8, di situ dikatakan, "Yerusalem, Yudea, Samaria dan ujung bumi," bukan "sesudah Yerusalem, Yudea, Samaria tercapai dengan Injil, baru ke ujung bumi." Itu berarti setiap gereja semestinya menjalankan ke-4 jenis penginjilan ini secara serentak. Ini artinya menjadi generasi misioner. Diambil dari: Judul buletin: Terang Lintas Budaya, Edisi 40, Tahun 2000 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2000 Halaman: 2 PROFIL BANGSA: BABAR, UTARA INDONESIA Pendahuluan/Sejarah Orang-orang Babar Utara tinggal di Pulau Babar, Tenggara Samudra Pasifik, dekat Australia Utara. Pulau Babar diperkirakan sudah dihuni selama 40.000 tahun, mulai dari ras Australoid hingga beberapa waktu terakhir (dari tiga ribu tahun yang lalu) oleh imigran Austronesia yang bergabung masuk. Penduduk Pulau Babar adalah penganut animisme tradisional dan terkucilkan hingga 100 tahun yang lalu, sampai pemerintah kolonial Belanda memaksa mereka turun dari benteng pertahanan mereka di puncak bukit dan tinggal di dekat pesisir, dan tidak saling berperang satu sama lain. Pengerja dari Gereja Protestan Maluku (GPM) diutus untuk "mengajarkan peradaban" dan mempertobatkan penduduk Babar secara besar-besaran, membangun gedung gereja dan menempatkan pendeta-pendeta untuk memimpin ibadah. GPM, institusi keagamaan yang dominan di Pulau Babar, berusia lebih dari 400 tahun. Institusi ini didirikan tahun 1605 dan merupakan denominasi Protestan tertua di Asia. Masyarakat Pulau Babar memang disebut Kristen, tetapi iman mereka sangat kecil. Kehidupan spiritual penduduk Pulau Babar merupakan campuran simbol dan tradisi yang bercorak Kristen, yang dibalut dengan praktik animisme dan okultisme tradisional mereka yang lebih kental. Pulau Babar terletak kira-kira 256 km sebelah Timur Pulau Timor dan 480 km sebelah Utara Darwin, Australia. Secara geografis, pulau itu terletak di 7,66 derajat garis Lintang Selatan dan 129,40 derajat garis Bujur Timur. Iklim Australia yang gersang sangat berdampak pada Pulau Babar. Jika curah hujannya tinggi sejak Natal hingga bulan Juni, hujan tidak akan turun dari bulan Juli hingga Natal berikutnya. Secara tetap, Angin Timur akan berembus dari bulan April hingga Desember, dan Angin Barat dari bulan Januari hingga Maret. Cuaca cukup tenang pada bulan November dan Maret. Pulau Babar terletak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Pulau Babar cukup subur dan banyak air karena ukuran dan tinggi daratannya membuat curah hujan tinggi. Pulau ini dikelilingi oleh lima pulau kecil, yang lebih rendah, gersang, dan tidak subur. Sebagian besar desa terletak di tepi laut, baik di atas daerah berpasir yang landai maupun di antara batu-batu karang sebesar rumah, tebing, dan tempat-tempat yang curam. Setiap desa mempunyai pohon kelapa yang lebih tinggi daripada atap rumah mereka. Karena pohon-pohon itu, suasana rumah jadi teduh dan sejuk. Kebanyakan rumah tidak memiliki jendela kaca. Rumah dibiarkan terbuka sehingga lalat, nyamuk, dan debu dapat masuk dengan mudah. Seperti Apakah Kehidupan Mereka? Setiap orang tinggal di desa yang berada beberapa meter dari laut. Kebanyakan orang bangun pagi-pagi mendengar kokok ayam dan kicauan burung-burung pipit, kemudian mereka berjalan-jalan menuju laut untuk menyegarkan diri. Kadang-kadang, mereka berjalan ke balik desa di dekat tebing-tebing untuk buang hajat. Namun, mereka justru ikut menyebarkan kolera melalui sekelompok lalat. Pagi-pagi sekali, dari semua rumah terdengar suara alunan musik dari para wanita yang sedang menyapu sampah di halaman dengan sapu lidi yang panjang. Dentuman yang menggetarkan tanah dari berbagai arah menandakan ada beberapa wanita yang sedang menggunakan lesung dan penumbuk untuk menghasilkan tepung jagung. Mereka menggiling butiran-butiran jagung untuk dijadikan makanan, dengan cara merebus dan memakannya seperti nasi. Kaum pria biasanya membawa seonggok karung goni ke atas kuda kecil, kemudian menggiringnya ke hutan untuk menebang pohon-pohon guna membuka lahan baru. Setelah itu, mereka menggembalakan ternak ke semak belukar atau berburu babi hutan, memperbaiki lumbung penyimpanan, mengumpulkan bahan-bahan bangunan (tali dari pohon ara di hutan, daun palem untuk atap, atau bambu besar), atau menyiangi rumput-rumput yang rimbun di kebun jagung/gambas/buncis. Beberapa lainnya berlayar ke laut menggunakan kano mereka yang kecil untuk memancing tuna kecil dengan benang dan umpan, tanpa pancing. Beberapa wanita mengikat pakaian kotor, membawa sabun cuci mereka, lalu menaikkannya ke atas sepeda atau digendong ke sungai yang berada beberapa kilometer dari tempat mereka. Mereka memukul-mukulkan cucian mereka ke batu karang yang sudah tua dan usang. Beberapa desa tidak memiliki sungai di dekatnya. Oleh karena itu, para wanita mencuci pakaian di tempat pencucian umum yang letaknya sangat strategis di seluruh desa. Pukul 08.00, para pria dan wanita dewasa mengenakan seragam cokelat muda, hijau, cokelat sawo matang, abu-abu, atau biru menuju kantor pemerintahan dengan berjalan kaki. Para pria itu selalu menghisap rokok. Di desa-desa terpencil, jenis-jenis pekerjaan pemerintahan meliputi beberapa sekolah, 3 -- 4 staf desa, dan sebuah puskesmas. Di kota, ada beberapa petugas gereja, polisi, tentara, tukang pos, lingkungan masyarakat, pertanian, pendidikan, dan beberapa pegawai pemerintah. Menjelang pukul 11.00, anak-anak pulang dari sekolah. Mereka kerap kali pergi bermain ke laut. Mereka senang bermain di dalam papan kano yang biasa mereka gunakan untuk papan selancar. Sekali seminggu, beberapa anak dari masing-masing keluarga disuruh mencari kayu bakar. Kayu bakar itu berupa ranting-ranting kecil yang kering. Mereka menyunggi kayu bakar dengan serat kain tenunan dan keranjang tenun sebesar ember digendong di punggung. Para pria pulang dari mencari ikan dan anak-anak satu per satu membawa tiang yang secara horisontal diletakkan di atas bahu mereka. Mereka membawa beberapa ikan besar seperti tuna yang diayun-ayunkan oleh benang dari tengah dan anak-anak berseru, "Ikan! Ikan!" sambil mencari pembeli. Sekitar pukul 10.00, kaum pria dari segala penjuru berkumpul jadi satu di sebuah rumah. Mereka duduk melingkar sambil berdiskusi dengan bahasa pribumi mereka dan mengenakan baju adat. Seorang pria muda berdiri dengan memegang sebotol tuak kelapa dan sebuah gelas untuk tempat minum semua pria tua yang memberikan pidato singkat sebagai bentuk penghormatan. Setiap pagi, terdengar bunyi riuh mesin diesel kapal kayu kecil yang hilir mudik, mengangkut barang-barang dan penumpang dari kota ke desa di pulau yang lain atau desa-desa yang tidak mempunyai jalan. Kapal berjangkar sejauh 100 meter dari pantai, di seberang tempat orang biasa berselancar dan kano-kano merapat untuk menurunkan kantong semen, papan, peti-peti ubin keramik, atau panel atap yang terbuat dari besi bersamaan dengan penumpang. Orang-orang membawa ayam, babi, kambing yang masih hidup, hasil panen ladang atau buah-buahan jika itu sudah musimnya. Peralatan dapur, kursi taman dari plastik, dan peralatan audio kadang juga diangkut, termasuk kelapa dan berkantong-kantong ikan kering diangkut untuk dijual di kota. Pada hari tertentu, orang-orang akan berjalan, bersepeda, atau menaiki kuda menuju desa-desa lain di pulau mereka untuk berbelanja, pergi ke kantor pemerintah, atau mengunjungi kerabat seperti anak yang kos di kota, dan melanjutkan sekolah di SMU. Pukul 17.00, biasanya ada beberapa jenis upacara keagamaan. Sebelum matahari terbenam, laki-laki, wanita, atau anak-anak mandi dan mengenakan pakaian mereka yang paling bagus dengan rambut yang disisir, membawa Alkitab Bahasa Indonesia dan buku doa, dan ikut dalam pertemuan. Matahari terbenam dan kira-kira 30 menit kemudian, lampu-lampu listrik di semua kota menyala dan lama-kelamaan bersinar semakin terang seakan-akan membawa kehidupan ke dalam kota itu. Anak-anak berteriak kegirangan menikmati malam yang cerah di hadapan mereka dengan televisi dan stereo yang meraung di seantero desa, atau juga lampu redup yang mereka gunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka. Apa Kepercayaan Mereka? Masyarakat Babar Utara percaya pada satu hal yang utama bahwa ada hubungan mendalam antara semua hal fisik dan spiritual. Segala sesuatu yang bersifat fisik selalu memiliki dampak terhadap spiritual. Pandangan penting lainnya adalah solidaritas. Mereka harus tetap bersatu di dalam aktivitas, termasuk soal biaya yang dibutuhkan. Menghabiskan waktu sendirian dipandang sebagai sebuah gejala ketidakseimbangan, atau dengan kata lain gangguan jiwa. Mengerjakan segala sesuatu sendirian juga membuat konsekuensi spiritual dan fisik yang negatif. Mereka merasa, melakukan upacara keagamaan yang beragam dan ritual yang ditetapkan oleh beberapa gereja secara bersama-sama sangatlah penting. Jika mereka tidak mengerti makna ritual yang mereka lakukan dengan sungguh-sungguh, mereka selalu mengeluhkannya kepada orang-orang yang tidak datang. Mereka meyakini bahwa kurangnya solidaritas akan menimbulkan konsekuensi buruk, seperti gagal panen, sakit-penyakit, atau wabah. Mereka yakin bahwa ada roh-roh jahat di sekeliling mereka yang terus menunggu untuk menyerang dengan sedikit provokasi. Jadi, mereka memercayai takhayul-takhayul di setiap aspek kehidupan mereka, mereka melakukannya untuk menenangkan roh-roh. Setiap saat, mereka takut pergi ke hutan sendirian, khususnya pada malam hari. Mereka meyakini bahwa itulah waktu roh-roh jahat yang haus darah berkeliaran mencari-cari siapa yang dapat mereka telan. Apa Saja Kebutuhan Mereka? Masyarakat Babar Utara merasa tidak mungkin mereka dapat meningkatkan standar kehidupan mereka yang rendah. Mereka adalah orang-orang minoritas dalam banyak hal (secara visual, bahasa, budaya, agama, geo-politik, dan sejarah). Mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk berkembang dan meningkat seperti yang mereka inginkan. Padahal, ada sumber-sumber dan potensi dalam kehidupan mereka yang dapat mereka kembangkan. Lebih dari pemenuhan kebutuhan pribadi, masyarakat Babar Utara lebih membutuhkan kenyamanan, kekuasaan, dan perubahan hidup karena hadirnya Roh Kudus yang diterima sebagai karunia sejati karena iman tentang hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus. Meskipun Alkitab Bahasa Indonesia sudah tersedia, mereka tidak dapat mengerti Bahasa Indonesia dengan cukup baik, maupun merasa terbiasa menggunakannya. Pokok Doa: 1. Mintalah kepada Tuhan Yesus agar terjadi kebangunan rohani di wilayah Babar Utara dan agar masyarakat Babar Utara benar-benar didamaikan dengan Allah. 2. Berdoalah secara khusus untuk melawan kesombongan rohani yang begitu kuat sehingga masyarakat Babar Utara mau mendengarkan berita pendamaian dengan Allah, dan hidup berkelimpahan oleh kuasa Roh yang tinggal di dalam mereka karena karunia Allah. 3. Doakanlah para nabi, rasul, dan penginjil (Efesus 4:11) agar dipenuhi dengan Roh Kudus, bangkit, menghancurkan dan mengusir setan, menghancurkan dan merampas kembali setiap pikiran dan prinsip yang melawan Allah. 4. Berdoalah agar terjadi mukjizat kesembuhan, tanda-tanda ajaib dan mengherankan lainnya untuk menyatakan kebenaran pesan pendamaian Allah. 5. Berdoalah agar ada Alkitab terjemahan dan film Yesus dalam bahasa utama kelompok masyarakat ini. (t/Setya) Diambil dan disunting dari: Nama Situs: Joshua Project Alamat URL: http://joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=10538&rog3=ID Tanggal akses: Maret 2012 Kontak: jemmi(at)sabda.org Redaksi: Yudo, Amy G., dan Yulia Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >