Hubungannya dengan rotasi Sumatra ? Rotasi selalu menjadi masalah pro-kontra baik di Kalimantan, Kepala Burung, maupun Sumatra. Di Kalimantan, misalnya pengukuran paleomagnetik banyak dilakukan sejak tahun 1970an oleh pelopornya Neville Haile (Geological Society of Malaysia), pengukuran banyak dilakukan di Schwaner Core dan menyimpulkan rotasi anticlockwise 50 deg. Kemudian menjadi masalah ketika angka itu dipakai banyak orang dan menyimpulkan bahwa Kalimantan berotasi 50 deg secara keseluruhan. Padahal, Kalimantan itu disusun oleh banyak terrane kontinen dan oseanik dan transisinya yang bisa jasi punya sejarah rotasi berlainan. Rotasi Kepala Burung pun sama bermasalah sampai ada paper-paper yang ditulis dengan pemikiran non-rational Bird's Head maupun rotational Bird's Head. Rotasi Sumatra sedah diungkapkan sejak tahun 1970an dan pernah muncul di PIT IAGI 1979. Di situ digambarkan Sumatra bersatu dengan Jawa dengan arah yang lebih "tidur" di banding sekarang. Lalu, retak di sekitar Selat Sunda dan Sumatra berotasi clockwisely ke posisinya sekarang 330 deg NE (sebelumnya mungkin 300 NE). Rifted structures U-S dianggap sebagai sisa-sisa rotasi dan separasi Sumatra-Jawa ini. Tanpa rotasi Sumatra pun rifted structures U-S di Selat Sunda bisa ditafsirkan dengan menyambung SFZ dengan UKFZ yang membentuk duplex strike slip dan bersifat transtension karena kedua sesar membentuk bengkokan (stepping) bersifat releasing. Tetapi, dengan rotasi pun bisa terjadi seperti yang sekarang. Jadi, memang problematik. Pembentukan sesar-sesar besar mendatar berhubungan dengan rotasi pun pernah dipakai untuk asal sesar Palu-Koro dkk di Sulawesi. Ketika Banggai Sula micro-plate collided sulawesi Timur, dua jalur lengan barat dan lengan timur Sulawesi berotasi ujung utara dan selatannya menuju equator (yang utara clockwise, yang selatan counter-clockwise), maka sebagai akibat rotasi besar ini, kerak mengakomodasi dengan pembentukan retak-retak sesar mendatar sebagai releasing stressnya dari akumulasi gaya yang menumpuk akibat rotasi. Salam, Awang H. Satyana Bambang Murti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:Wah, menarik sekali temuan ini. Tetapi kalau kita ditanya dengan pertanyaan sederhana, setelah ketemu sesar-nya, so what ...? Mungkin ada yang bisa menambahkan, ada-tidaknya hubungannya dengan rotasi Sumatra? Mungkin ada yang bisa menambahkan, ada-tidaknya hubungannya dengan distribusi Tertiary back-arch basin-nya....ini UUD juga.. Mungkin ada yang bisa menambahkan hal-hal lainnya...implementasinya....atau mungkin yang sederhana, mungkin ini bisa menerangkan mengapa jalur jalan Sukabumi - Pelabuhan Ratu rusak terus...dst..dst... Ini cuma nanya lho....
-----Original Message----- From: Awang Satyana [mailto:awangsatyana@;yahoo.com] Sent: 16 Oktober 2002 13:26 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: RE: [iagi-net-l] Fw: Deep sea SFZ di palung jawa telah terbukti Tentang SFZ, dapat digolongkan dua pemikiran. Beberapa penulis sudah menduga bahwa SFZ tidak berhenti di Teluk Semangko, baratdaya Lampung, tetapi memanjang sampai memotong Palung Jawa di baratdaya Jawa Barat. Tetapi ada juga beberapa penulis yang menghentikan SFZ cukup sampai Teluk Semangko saja. Maka riset laut-dalam sekarang ini yang menemukan zone sesar 60 km selatan Pelabuhan Ratu membenarkan dugaan kelompok penulis pertama dan mengoreksi kelompok penulis kedua yang menghentikan SFZ di Teluk Semangko. Sebenarnya, SFZ tidak memanjang ke perairan tenggaranya dengan mulus membentuk satu PDZ (principal displacement zone), tetapi membentuk pola duplex strike-slip dan stepping. SFZ diteruskan ke Ujung Kulon Fault Zone (UKFZ) dengan pola left-stepping dari UKFZ ke SFZ, sehingga menghasilkan releasing splay di koneksi SFZ dan UKFZ yang mengakibatkan pembukaan Selat Sunda dengan pola rifting utara-selatan. Dari UKFZ ke selatan lagi, ini yang sedang diselami, polanya pun tidak mulus tetapi merencong (en echelon) membentuk extension fracture. Pola ini ditemukan terus sampai sekitar 50 km di utara Palung Jawa dan di situlah penerusan SFZ berhenti. Yang menarik juga adalah penerusan barat Sesar Cimandiri yang dipotong oleh UKFZ. Penerusan Sesar Cimandiri tetap berarah BBD-TTL seperti di onshorenya dan arah ini tidak cocok ketika dicoba dianalisis dengan strain ellipsoid dextral dengan SFZ sebagai principal displacement zone-nya. Buat saya, ini mengindikasi Sesar Cimandiri lebih tua dari semua sesar besar di perairn Selat Sunda ini. Juga, membuat fenomena baru : kemana sebenarnya trend Cimandiri Fault di onshore Jawa Barat. Apakah jalur Pelabuhan Ratu-Sukabumi-Rajamandala-Majalengka, atau Pelabuhan Ratu-Sukabumi-lalu belok tajam menuju Teluk Jakarta dan persis membatasi Blok Banten, atau memang belokan tajam sesar besar itu lain dari Cimandiri Fault ? Awang H. Satyana Rovicky Dwi Putrohari wrote:Kalo memang akhirnya terbukti keberadaan sesar ini, apakah ada teori baru, koreksi, atauhal lain yg akan bisa diterangkan tentang SFZ ? --------------------------------- Do you Yahoo!? Faith Hill - Exclusive Performances, Videos, & more faith.yahoo.com