INFO: Di Australia, anak-anak SD-SMA belajar geologi. Anak saya yang di SD, pernah menerangkan ke saya bagaimana Peg. Himalaya terjadi, termasuk kesamaan binatang-binatangnya yang berada pada batuannya yang telah terangkat kepuncak gunung dibandingkan dengan yang jaman sekaran, umpamanya belemnite jaman sekarang masih hidup di laut yaitu cumi-cumi, lalu ammonite..dll.
Anak-anak SMP, tugasnya termasuk membuat essays, Igneous rocks, sedimentary rocks, mountain buiding, dll. Di SMA, Guru nya geologi adalah S1 dari sekolahan geologi, plus sekolah tambahan satu tahun untuk dapat diplom mengajar. Kelas 1 nya, ada praktimum petrologi, granite itu apa, susunan mineral, dll. Kelas 2 SMA, pelajaran geologi merupan pelajaran pilihan yang diwajibkan, exursi lapangan geologi juga ada secara regular. Kelas 3 ada tugas-ujian ahirnya, yaitu pemetaan (lapangan) geology, termasuk buat cross section, report, dll. Info: Di luar pelajaran geologi di SMA, umpamanya pelajaran Kimia, anak-anak sudah sampai bisa bikin aspirin, atau pelajaran prakarya sudah bisa bikin kursi kecil, bisa bikin obeng dari timah, dll. Pada ahir kelas 3 SMA, dosen/professor dari Universitas sekali-sekali ngajar (geologi) di SMA, dan anak-anak SMA pun sekali-sekali datang ke Universitas sebagai tugas dari sekolah untuk meliat Lab, dll. Sekian info untuk tambahan Mbak Liesye Salam, US -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 29, 2007 4:15 PM To: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? Ada vit di year 3 ( 8 and 9 thn ) mereka dah bisa membedakan 3 jenis batuan (beku,sed n metamorf)dgn contoh2 batuannya juga ore,mantle n crust...terjadinya gunung api,deposition enviroment juga gempa...geology umum lah. Di indonesia juga sama, tapi disini lebih aplikasi kali yaa.. Kalau dulu di sekolah anakku di jkt, setiap org tua murid disuruh presentation tentang apa aja sesuai background kita.jadi kalo emanya geologist,ya kita teranginlah dikelas mereka..kebetulan aku punya koleksi batuan n mineral yg cukup banyak,jadi kita nerangiin lah geology secara umum.persis kaya sekolah disini ( di kl ),jadi anak2 skrg enggak buta2 amat mengenai pel ilmu buminya.setidaknya pengetahuan ilmu bumi secara umumnya sudah pada mengerti. Sent via BlackBerry from Maxis -----Original Message----- From: "Parvita Siregar" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Tue, 29 May 2007 15:21:53 To:<iagi-net@iagi.or.id> Subject: RE: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? Tanpa menyalahkan siapapun, kenapa ya, kita selalu kecolongan kalau soal tulis menulis ya. Mungkin ada pihak yang lebih tahu banyak dari Bapak Muman? Mas Awang? Mas Vicky? Kalo Mas ADB bahasanya suka susah saya aja suka ga ngerti, hehe. Saya juga dapat email yang bilang waspada karena australia mau nabrak jawa itu. Saya juga agak miris di sekolah2 tidak ada pelajaran ilmu bumi, Entah apa itu namanya, tetapi yang menjelaskan mengenai bumi. Dulu waktu SMA saya dapat porsinya kecil tetapi sudah cukup untuk membuat saya tertarik masuk geologi. Kenapa ya, tidak ada di dalam kurikulum? Gemana teman2 di luar negri, kalau di SD2 anak2 sampeyan (yang notabene kaga bawa lemari di punggung kalo ke sekolah), ada tidak pelajaran ilmu bumi? Parvita H. Siregar Salamander Energy Jakarta-Indonesia Disclaimer: This email (including any attachments to it) is confidential and is sent for the personal attention of the intended recipient only and may contain information that is privileded, confidential or exempt from disclosure. If you have received this email in error, please advise us immediately and delete it. You are notified that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited. ---------------- From: Awang Harun Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 29, 2007 1:44 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? Yah begitulah, sinyalemen Pak Noor memang tepat : "bad news is good news" kata media. Konon di LN, seorang juragan koran pernah sengaja membuat kasus-kasus politik-kriminal yang menghebohkan hanya agar tiras korannya naik sebab korannyalah yang memberitakannya untuk pertama kalinya (ya iyalah pasti ia yang pertama sebab ia juga yang membuat kasusnya he2..). Salam, awang From: noor syarifuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 29, 2007 1:41 C++ To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? >Hanya tahu sedikit, kok berani-beraninya mengeluarkan pernyataan2 yang >bombastis. Pak Awang, Inilah yang mungkin aneh di negeri tercinta ini. Semakin sedikit tahunya, maka biasanya semakin berani dia ngomong...:-) Dan herannya, hal-hal model gini kok bisa lolos di media kita. Atau memang media kita menganut -berita buruk adalah berita yang bagus untuk ditampilkan..? salam, ----- Original Message ---- From: Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, May 29, 2007 12:25:16 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? Betul Pak Rovicky, isu bencana saat ini menjadi bahan yang sangat laku dijual. Menyedihkan, masa bencana dijadikan begitu. Kalau kita para geologist akan tahu bahwa yang ditulis Pak Mu'man Nuryana itu berlebihan, dan bahasa yang dipakai untuk menerangkan geologi/kegempaan pun "lucu". Yang dimaksudnya dengan patahan Sunda pastinya palung Sunda. Dan kata siapa palung di Laut Kidul paling dalam di dunia, tentu saja itu salah, palung terdalam di dunia masih dipegang record-nya oleh Palung Mariana di timur Filipina sedalam sekitar 11.600 meter. Buat apa pula melakukan migrasi besar-besaran ke Kalimantan, Sulawesi dan Australia Utara demi menghindari gempa - sungguh berlebihan. Ini hanya menakuti-nakuti dan tidak ilmiah sama sekali. Hanya tahu sedikit, kok berani-beraninya mengeluarkan pernyataan2 yang bombastis. Coba tengok tulisan dari milis di bawah yang katanya dari CNN, lucu juga... Kalau orang bukan geologist, yaitu masyarakat non-geologist, pasti akan bingung dan bisa jadi ketakutan membaca isu2 bencana yang tak bisa dipertanggungjawabkan begitu. Terus mestinya bagaimana untuk meng-counternya ? Para ahli geologi harus mengadakan sosialisasi dengan benar dan agresif, jangan kalah agresif dengan para peniup isu yang tak bertanggung jawab tersebut. Para ahli geologi harus banyak menulis di media-media, tulisannya pun harus benar, jangan menakut-nakuti. Memang sudah nasib Indonesia duduk di tepi-tepi lempeng yang saling beradu dan bergesekkan, tentu akibatnya pun ada. Tetapi kita bisa kan membahasakannya dengan baik, tanpa perlu menakut-nakuti seolah2 gempa superbesar akan terjadi dan memunahkan peradaban... Segera diperlukan penyuluhan kebencanaan yang benar, dan para geoscientist-lah yang harus melakukannya, bukan ahli kebijakan politik.. Salam, awang From: [EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On > Behalf Of asep hikmat > Sent: Wednesday, May 23, 2007 12:38 PM > To: ex FEUP79; sma2bandung > Subject: [sma2bandung] Mudah-mudahan nggak bener ya ... > > FYI > > Menurut CNN, > Disiarkan 3 hari yang lalu bahwa lempeng bumi di australia sedang bergerak > ke utara menuju asia, diperkirakan bisa bertubrukan dengan lempeng bumi di > selatan pulau jawa. > Diperkirakan 11 hari setelah gempa Yogya, atau rabu besok (7 Juni) akan ada > gempa dahsyat dan memungkinkan terjadinya tsunami. > Mohon do'a-nya n plis forward ke temen-temen laen, jangan sampai putus di > tangan kamu ! > > Mudah²an tidak akan terjadi...... ----- Original Message ---- From: Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, May 28, 2007 5:34:20 PM Subject: [iagi-net-l] Berita - Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera - Bagaimana dengan geoscientist ? Seorang netter memposting dalam komen di Blog sangat menunjukkan kekhawatiran akan bencana (lihat dibawah). Tidak bisa dipungkiri bahwa kesadaran masyarakat Indonesia akan bencana sangat meningkat pasca tsunami dan gejala-gejala alam yang lain. Ini merupakan momentum pas untuk mengajarkan "ilmu geologi" ke masyarakat awam. Perhatian masyarakat awam saat ini sangat besar. Berita di koran Kompas (terlampir) dan juga Pikiran rakyat pekan lalu, menunjukkan bagaimana media pun menjadikan issue kebencanaan ini sebagai issue penting. Apalagi tulisannya dihiasi dengan penulis dari Tokyo, Australia, Amerika ... pasti soal bencana ini akan diutamakan untuk dimuat di media. Berita kebencanaan selalu saja terdengar "njelgurr !" ketika muncul dimedia saat ini dan selalu dilalap habis oleh pembaca. Ada dua dampak yaitu ketakutan dan kewaspadaan. Keduanya memang "thrilling" dan meningkatkan adrenalin. Saya ngga tahu bagaimana semestinya menjadi geoscientis menjelaskan fenomena ini ke masyarakat awam? Pembelajaran adanya fakta-fakta alam memang mencerahkan namun tak dipungkiri kadang-kadang "menakutkan". Yth, Pak Koesoema dan Pak Untung sebagai sesepuh IAGI dan HAGI mungkin punya pendapat bagaimana semestinya seorang geoscientist menjelaskan fenomena alam ini, dengan memberikan pencerahan dan seminim mungkin memebrikan rasa takut (trauma). Bagaimana pula pendapat Kang ADB, Pak Awang, juga pak ketum IAGI-HAGI ? RDP "Hanya bisa mendongeng" === bagai mana dengan berita di kompas ini http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/26/humaniora/3555770.htm <http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/26/humaniora/3555770.htm> Sabtu, 26 Mei 2007 Patahan Sunda Ancaman Eksistensial Jawa-Sumatera Mu'man Nuryana Gempa bumi hebat yang mengguncang Pulau Sumatera dan Jawa dalam tiga tahun terakhir ini adalah sebuah bukti bahwa Patahan Sunda (Sunda Trench)-salah satu seksi dari Ring of Fire di belahan barat Pacific rim-telah memperlihatkan aktivitas seismik paling berbahaya. Aktivitasnya bisa saja terus berlanjut karena terkait dengan pergerakan lempeng-lempeng permukaan bumi. Tetapi, bagi penduduk yang menghuni kedua pulau tersebut dapat menjadi sebuah ancaman serius terhadap keberlangsungan hidupnya. Magnitude gempa bumi di Sumatera dan Jawa bisa saja melampaui apa yang pernah dialami selama ini, sementara tidak ada orang yang mampu memprediksi kapan dan bagaimana hal itu terjadi. Dengan asumsi bahwa penduduk tetap tinggal di situ, maka maksimum yang dapat mereka lakukan adalah mengurangi risiko bencana. Tetapi, sebagaimana yang kita alami sekarang, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana di Aceh, Nias, Yogyakarta, Pangandaran, dan Padang yang telah menyedot sumber daya demikian besar, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Pemerintah Indonesia terpaksa menangguhkan berbagai prioritas pembangunan nasional untuk mendahulukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana. Penanggulangan bencana dengan pendekatan pencegahan juga tidak gampang karena perlu koordinasi, integrasi, dan sinergi serta pengerahan sumber daya yang luar biasa besar. Ongkos penanggulangan bencana alam bisa jauh lebih mahal dibandingkan dengan pemindahan penduduk secara massal dari daerah rawan bencana ke wilayah yang relatif lebih aman. Muasal semua gempa Patahan Sunda membentang mulai dari Teluk Bengali, bersambung ke Pulau Andaman dan Nikobar, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan seterusnya, berakhir di Tanimbar. Patahan Sunda adalah patahan vulkanik yang membentuk Kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil. Patahan ini termasuk ke dalam tipe convergent boundary, di mana dua buah lempeng permukaan bumi-Eurasian Plate dan Indian-Australian Plate-dalam proses bertumbukan (subduction). Di atas Sunda Plate inilah terhampar pulau-pulau besar dan kecil, laksana mutu manikam di khatulistiwa yang dikenal dengan Kepulauan Nusantara, sebuah kompleks kepulauan terbesar di dunia. Patahan Sunda adalah sebuah contoh klasik dari patahan vulkanik. Deformasi tektonik sepanjang zone subduksi Patahan Sunda inilah yang menimbulkan gempa bumi di Samudra Hindia tanggal 26 Desember 2004. Begitu pula peristiwa gempa bumi di Nias (28 Maret 2005), di Yogyakarta (27 Mei 2006), di Pangandaran (17 Juli 2006), dan di Padang (6 Maret 2007). Semua disebabkan oleh aktivitas Patahan Sunda. Masih banyak lagi peristiwa gempa bumi dengan magnitude lebih rendah yang tidak menimbulkan korban manusia dan kerugian harta benda, sehingga kurang mendapat perhatian masyarakat. Padahal, ini semua merupakan tanda-tanda alam yang memberikan peringatan kepada manusia untuk berpikir. Fenomena yang sama muncul pada April tahun 1815 dengan sebuah ledakan cataclysmic volcano Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, yang merupakan sebuah letusan paling kuat yang tercatat dalam sejarah. Debu vulkanik Tambora sampai menutupi langit berbulan-bulan lamanya sehingga menurunkan temperatur bumi sampai 3 derajat Celsius. Meskipun telah setahun pasca-letusan Tambora pada waktu itu, hampir semua lapisan hemisphere di belahan utara mengalami temperatur lebih dingin selama bulan-bulan musim panas. Masyarakat di sebagian Benua Eropa dan Amerika Utara mengenal tahun 1816 itu sebagai "the year without a summer", akibat tertutupnya permukaan bumi oleh awan debu dari vulkanik Tambora. Ancaman eksistensial Motivasi tulisan ini sekadar mengingatkan bahwa aktivitas seismik Patahan Sunda adalah sebuah ancaman paling realistis dan serius dewasa ini bagi keberlanjutan bangsa Indonesia, terutama bagi mereka yang tinggal di Pulau Sumatera dan Jawa. Di lepas pantai barat Pulau Sumatera dan lepas pantai selatan Pulau Jawa, terbentang Patahan Sunda yang menakutkan, seperti dilukiskan dalam konsep mitologi Jawa Kuno; yang menyebut Laut Hindia sebagai "Laut Kidul" yang penuh misteri karena memiliki palung laut paling dalam di dunia (7,725 meter) setelah Patahan Diamantina di Lautan Hindia (8,047 m). Subduksi atau benturan antara Eurasian Plate dan India-Australian Plate itu dikenal dengan Patahan Sunda dengan aktivitas seismik yang semakin intensif akhir-akhir ini. Apakah fenomena alam ini perlu dihiraukan atau biarkan saja berlalu bagai air mengalir di sungai? Jawabannya bergantung pada kita sendiri. Kalau gempa bumi di Pulau Sumatera dan Jawa dinilai sebagai peristiwa alam biasa, maka kita cukup menjalaninya saja sebagai sebuah realitas dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kalau kita berpikir untuk kepentingan eksistensi bangsa Indonesia dalam kerangka jangka panjang, maka bencana alam akhir-akhir ini dapat menjadi sebuah informasi penting bagi kajian lebih lanjut. Dengan begitu didapatkan sebuah landasan berpikir ilmiah untuk mendukung sebuah kebijakan nasional berupa migrasi penduduk untuk kepentingan eksistensi sebuah bangsa Indonesia dalam kerangka jangka panjang. Migrasi besar-besaran Cukup beralasan bila mulai berpikir tentang konsep migrasi penduduk dalam skala besar dalam konteks jangka panjang bagi mereka yang tinggal di Pulau Sumatera dan Jawa ke pulau lain yang relatif lebih aman. Di dalam Nusantara sendiri, Indonesia memiliki Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi yang relatif aman bagi permukiman penduduk. Bahkan, kalau perlu memikirkan bagaimana agar bisa mengembangkan permukiman penduduk di daerah baru di Benua Australia bagian utara karena lebih mudah terjangkau dan lebih aman. Benua yang demikian luas itu belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh penduduknya untuk permukiman dalam skala besar. Benua itu pada hakikatnya adalah tanah milik bangsa Aborigin yang serumpun dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Hanya karena konsep kolonialisasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sehingga muncul batas-batas antarnegara, di mana penduduk serumpun sudah tidak bisa lagi saling bersilaturahmi dan berbagi tanah bagi kehidupan bersama. Bangsa-bangsa Eropa (Inggris, Portugis, Spanyol, Perancis, Belanda, Irlandia) bisa mengembangkan permukiman dalam skala massal (koloni) di luar wilayah negara mereka, yakni Amerika Utara, Kanada, Asia (Canton, Hongkong, Macao), Australia, dan Afrika (Afrika Selatan), dan Pulau Timor. Kenapa bangsa-bangsa Asia Tenggara tidak boleh melakukan hal yang sama dengan motivasi yang lebih mulia, yakni kemanusiaan? Kalau dahulu bangsa Eropa melakukan ekspansi karena alasan ekonomi dengan menguasai sumber daya alam, tetapi kita dapat melakukan hal yang sama atas dasar keselamatan dan eksistensi manusia. Kerja sama internasional dapat membuka ruang bagi kita untuk memperoleh hak hidup lebih layak dan aman. Apa artinya warga dunia menyebut dirinya sebagai "komunitas global" kalau dalam situasi kesulitan seperti yang kita hadapi mereka tidak mampu memberikan solusi yang lebih adil.... Mu'man Nuryana Peneliti Tamu di Hosei School of Policy Sciences, Universitas Hosei, Tokyo -- http://rovicky.wordpress.com/ <http://rovicky.wordpress.com/> ---------------- Park yourself in front of a world of choices in alternative vehicles. Visit the Yahoo! Auto Green Center. ---------------- Boardwalk for $500? In 2007? Ha! Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games. ---------------------------------------------------------------------------- Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------