Hi, Pak Yoga dan Mas Yudi: Berkat do'a Pak Yoga, hari ini saya sudah mulai bekerja kembali - walaupun masih dlm proses pemulihan. Saya senang dengan komitmen Pak Yoga dan Mas Yudi yg begitu tinggi untuk mewujudkan Sertifikasi Coal Geologists Indonesia. Smoga dlm waktu dekat ini kita bisa memulai prosesnya; dan itu pulalah yg diharapkan oleh Abah Yanto Sumantri (mantan Ketua Umum IAGI) dan Pak Ridwan Djamaluddin (Sekjen IAGI sa'at ini). Apa yg Pak Yoga temukan itu, serupa dgn yg saya jumpai selama saya kerja di AUSTINDO 1997 - 2001. Perbedaannya adalah, waktu itu JORC code yg th 1999; sekarang JORC code 2004 dgn Coal Guideline 2003. JORC yg baru ini tentu lebih tegas dan lebih jelas, sesuai dgn tuntutan zaman, dan tentunya bebasis kepada 3 hal: TMC (Transparancy, Materiality, dan Competency). Saat ini, sebagai seorang Member AusIMM, saya sedang mempelajari dgn sangat seksama ttg penerapan apa-apa yg tersurat dan tersirat di dlm CGD (Code, Guidline, dan Deffenition) dari JORC 2004 tsb. Sebagai Member AusIMM, kita harus paham benar dengan CGD tsb, walaupun kita diberikan kebebasan di dlm interpretasi geologi dari setiap daerah yg sedang kita eksplorasi. Suatu hari, tentu saya perlu konsultasi dgn Pak Yoga, krn Pak Yoga dan Pak Pat Hanna sudah banyak pengalaman dlm menerapkan standard JORC 2004 ini. Dlm waktu dekat ini, IAGI akan mengadakan pertemuan terbatas Ahli-ahli Geologi Batubara Senior, membicarakan dan merumuskan: Apa yg dpt kita sumbangkan kpd perbatubaraan Indonesia. Pakar-pakar seperti Pak Yoga, Mas Yudi dan geologists Indo yg pernah bekerja secara internasional tentu kita harapkan hadir dlm pertemuan tsb. Usulan ini sebenarnya datang dari Pak Yanto Sumantri dan disambut baik oleh Pak Ridwan Djamaluddin (Sekjen), lalu kemudian diteruskan kpd saya sebagai Ketua Divisi Batubara IAGI. Dlm pelaksanaannya, saya juga sudah minta bantuan Pak Agus Budiluhur (Arrow Energy, Australia) dan Pak Sofwandi Tarmizi (Bintang Mandiri Perkasa) - dan beliau-beliau bersedia membantu. Kemungkinan akan diselenggarakan di Bidakara dlm tempo 2 minggu mendatang. Mohon tanggapan dari teman-teman anggota IAGI !!!!!!! Wassalam, Chairul Nas
--- Pada Rab, 25/6/08, Wahyudi Adhiutomo <[EMAIL PROTECTED]> menulis: Dari: Wahyudi Adhiutomo <[EMAIL PROTECTED]> Topik: Re: [iagi-net-l] BATUBARA, LUMBUNG ENERGI UNTUK SIAPA ? Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 25 Juni, 2008, 12:00 PM Mas Yoga, Bener banget, mas. Saya sudah membuktikan itu, tapi ada nyebut konsultan asing? siapa ya kira-kira??? SRK, SMGC, MinarcoMineconsult, GMT... itu kan asing semua -- mana ya konsultan Indonesia yang berstandar JORC??-- Banyak sekali pemain-pemain baru yang --bisa dibilang-- tertipu oleh omongan "eksplorasi berstandar JORC" oleh --apa ya nyebutnya?-- geologist yang mereka percaya untuk melakukan eksplorasi. Padahal jauh banget dari standar itu... Kalo kata temen-temen saya sih... "Habis gimana, mas. Owner maunya gitu ya kita nurut". Masa' jawaban geologist begitu? Lucu ya... hahahahahaha... Soal rencana P.Chaerul Nas? Saya setuju sekali. Saya dukung sekali. Cherio, Yudi SMGC, Jakarta 2008/6/25 Suryanegara, Yoga <[EMAIL PROTECTED]>: > Sayang ya mas Yudhi, booming ini juga tdk diikuti oleh kesiapan para > "geologist" yg bisa jadi kompeten person utk menghasilkan explorasi data > yang sesuai standard. > > Aku baru dapat masukan dari temen2 di mining contractor and mining company > lainnya, ternyata dari beberapa due dill yg mereka lakukan thd beberapa > exploration report, mereka temukan banyak report yg katanya base on JORC > tapi kenyataannya jauh dari standard yg ada. > Jangan salah lho, beberapa report2 tsb yg saya lihat justru dibuat oleh > konsultan asing. > > Beberapa kali saya berdiskusi dgn beberapa geologist, banyak diantara > mereka yg menjalankan standard explorasi tanpa mengerti metode apa yg > standard yg harus mereka jalankan. > > Ujung2nya banyak explorasi yg harus re-do untuk mencapai hasil yg sesuai > dgn standard yg acceptable. > > Bahkan reason kapan dan kenapa sampling hrs dilakukan ply by ply, dan > berapa tebal minimum ply yg harus diambil banyak yg salah mengerti. > Sehingga akhirnya program explorasi banyak yg dijalankan asal irit, tapi > karena hasilnya tdk maksimal, ujung2nya malah jadi boros (karena hrs > diulang). > > Mungkin apa yg sedang kemarin diperjuangkan oleh Pak Chaerun Nas utk adanya > sertifikasi coal geo., hrs segera terlaksana agar "geologist" kita bisa > banyak yg mumpuni dan punya international standard. > > Salam, > Yoga > SRK-Brisbane > > ----- Original Message ----- > From: Wahyudi Adhiutomo <[EMAIL PROTECTED]> > To: iagi-net@iagi.or.id <iagi-net@iagi.or.id> > Sent: Tue Jun 24 20:56:20 2008 > Subject: Re: [iagi-net-l] BATUBARA, LUMBUNG ENERGI UNTUK SIAPA ? > > Pakdhe, > > Bener banget itu... Batubara memang sedang "in" di Indonesia banyak > "pemain-pemain baru" yang bermain di situ. Saya di konsultan merasakan > dampaknya, banyak job untuk JORC Resources Statement dari para pemain baru > tersebut. Katanya... JORC Statement itu mau buat pinjam uang di bank :-) > > Cherio, > Yudi > SMGC, Jakarta > > 2008/6/25 Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]>: > > > Seperti ajakan Pak Sekjen yang mulai berbicara no migas saja .... > > Pak Singgih Widagdo direktur ICS yang menulis artikel dibawah ini > kebetulan > > juga (pernah menjadi) geologist. > > > > RDP > > ==================================== > > BATUBARA, LUMBUNG ENERGI UNTUK SIAPA ? > > Oleh : Singgih Widagdo > > > > ...being President of the United States isn't about doing what's easy. > It's > > about doing what's hard. It's about doing what's right. Leadership isn't > > about telling people what the want to hear -it's sbout telling them what > > they need to hear. Barrack Obama. > > > > Apa yang disampaikan Calon Presiden Amerika dari Partai Demokrat dalam > > pidatonya ( Real Leadership for a Clean Energy Future),Oktober 2008 > begitu > > pas untuk kita yang sedang membangun kebijakan bidang energi. Kita tahu, > > dengan penduduk yang tidak jauh beda, Indonesia 250 juta dan Amerika 300 > > juta, tercatat listrik yang sudah terpasang di Amerika 850.000 MW, jauh > > berbeda dengan yang kita miliki, 25.000 MW. Hanya dengan 93 milyar > > (resources) dan 19 milyar (reserved), apakah pengelolaan sumber daya > > batubara hanya kita biarkan sedemikian rupa, di atas elektrifikasi yang > > baru > > mencapai 58 % dan kemiskinan 40 juta penduduk ? > > > > Batubara > > Seminggu ini, batubara begitu hangat diperbicangkan. Di awal > > minggu (Kompas,2/06) mantan memperind, Hartarto, begitu menariknya > > bicara mengenai penyelesaian masalah bangsa terhadap energi, atas > > pandangannya terhadap prospek pencaiaran batubara (coal liquefaction). > > Penulis mengikuti sejak tahun 90'an pada saat harga minyak bumi masih di > > bawah USD 25 dan dikatakan proyek pencairan batubara akan ekonomis pada > > saat > > harga minyak bumi pada level sama atau di atas USD 25.00. Namun, sampai > > saat > > ini harga minyak sudah mendekati USD 140, proyek ini pun belum > > terealisasi. > > Semestinya seperti di Afrika Selatan (Sasol) yang saat ini mampu > > berproduksi > > 150.000 barrel per hari (bph), Pemerintah mesti tegas berada di garis > depan > > dalam setiap proyek pionir. Namun sebaliknya saat ini, begitu > > memprihatinkan, batubara lebih diperdebatkan sebagai komoditi semata. > > Perburuan batubara, siapapun disini, terkesan hanya berjalan menuju > > kepentingan sesaat (profit) di luar kepentingan bangsa untuk jangka > > panjang, apalagi bicara kebutuhan energi bagi generasi mendatang. > > Belum lama, penulis mendapatkan pertanyaan dari salah satu > staf > > senior PLN mengenai rencana PLN untuk mengakuisisi tambang batubara , di > > waktu yang sama pula beberapa staf PLN sedang berada di Kalimantan untuk > > mencari-cari prospek usaha pertambangan batubara di Pulau tersebut. > > Singkat, > > penulis sampaikan " Pak, negara ini mau dibawa kemana ? Di saat PLN > tidak > > sedemikian mudah melakukan deregulasi serta harus berjalan dengan beban > > Public Service Obligation (PSO), Bapak mesti tegas kepada pemerintah saat > > ini ? Tanpa campur tangan pemerintah, mustahil Bapak mau bicaranational > > security energy dengan kebutuhan batubara PLN yang akan mencapai 82 > juta > > di tahun 2010. " > > Penulis tambah terkejut ( Kompas, 06/06), atas niat PLN untuk > mengakuisisi > > 2 > > (dua) tambang batubara di Kalimantan dan Sumatra. Penulis memandang > positif > > langkah korporasi tersebut, namun di sisi lain penulis yakin, tambang > yang > > akan di akuisisi ini pun bukan sekelas tambang besar/Perjanjian Karya > > Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan mampu mengamankan PLN > > untuk mengamankan kebutuhan batubara secara menyeluruh.Semestinya, sikap > > PLN > > bukan sekedar melakukan langkah korporasi dengan mengambil alih tambang > > tanpa berhitung secara lebih detail, namun seharusnya pekerjaan rumah > > pertama PLN, semestinya lebih berani mempertanyakan dan mendesak > pemerintah > > terhadap tanggung jawabnya akan kondisi tata niaga batubara yang saat ini > > yang jauh menguntungkan PLN (pemerintah). Pada dasarnya Pemerintah yang > > hanya meminjam dari negara atas hak pengelolaan tambang (mining right), > > semestinya harus berjuang bagaimana batubara yang notabene hak milik > rakyat > > (mineral right) dan jelas tertulis di UUD 45 (33), sehingga dapat > > diciptakan lumbung energi bagi kepentingan nasional. Bukan malah ironis, > > di > > saat batubara diburu sedemikian bebasnya, lampu harus padam bergiliran > dan > > rakyat harus masih berdesakan di atas atap KRL menuju Ibukota, yang mana > > kebijakan energi dilahirkan. > > Saat ini, kita harus memberikan apresiasi kepada perusahaan tambang > > batubara > > baik skala PKP2B atau KP (Kuasa Pertambangan), yang masih mau memasarkan > > batubara ke pasar dalam negeri di saat harga ekspor sedemikian tinggi > > (Barlow Jonker Index 12/06 USD 155.50) > > Di atas masalah batubara sekedar sebagai komoditi, yang diuntungkan pula > > dengan Indeks Barlow Jonker yang terus meningkat ( kenaikan USD 69.30 > dalam > > 6 bulan terakhir ini) serta perdagangan Swap News Q4 2008 masih pada > > level > > USD 157.00, penulis hanya dapat bertanya, akan dibawa kemanakah kebijakan > > energi republik ini ? Dimiliki siapakah sebenarnya lumbung energi di > > negeri > > kita ini, India-kah ? , China-kah ?, Korea-kah ? Taiwan-kah ?, > > Malaysia-kah. > > Mestikah kita hanya bisa bertanya pada rumput yang bergoyang ? > > > > KEBIJAKAN > > Pemerintah mengangkat proyek 10.000 MW, penulis acungkan > jempol. > > Dengan proyek Low Rank Coal (LRC) ini , pemerintah dengan kepastian akan > > dapat menjadi lokomotif pertumbuhan usaha pertambangan batubara dan > daerah > > secara lebih cepat. Dengan PLTU yang terbangun, tentu akan mengangkat > > batubara sebagai economic booster di pasar domestik, dan jelas akan > > terbangun economic welfare yang mengarah kepada kepentingan nasional. > > Namun, dengan kondisi tata niaga batubara yang dibiarkan > > berjalan bebas seperti saat ini, penulis yakin, pemerintah (PLN) pun akan > > mati di lumbung padi (energi). Bahkan untuk membeli "nasi aking"/(LRC) > pun, > > PLN belum tentu mampu bersaing dengan negara lain yang dipastikan lebih > > unggul di sisi financial dan teknologi batubaranya. > > Apa yang dengan lantang disampaikan oleh Dirjen Mineral, > > Batubara dan Panas Bumi saat CoalTrans di Bali (02/06) tentang kewajiban > > pemenuhan kebutuhan batubara untuk pasar dalam negeri, sudah tepat, namun > > perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan yang pasti demi mengamankan > > kebutuhan > > energi di dalam negeri. Apapun alasannya, kebutuhan batubara dalam negeri > > dipenuhi terlebih dahulu sebelum bermain di pasar ekspor. Tekad yang > telah > > disampaikan tentu akan menjadi nilai manfaat dengan kepastian keluarnya > > regulasi yang jelas jelas memihak kepada kepentingan nasional. > > Pendefinisian arti cukup atau aman hanya dengan membandingkan > > antara produksi batubara nasional dengan kebutuhan batubara dalam negeri > > harus dirubah. Dengan kondisi setiap tender PLTU Skala Besar yang > melayani > > Jawa Bali (Tanjung Jati , Paiton, Suralaya dan Cilacap) yang hanya selalu > > diikuti 1 (satu) atau 2 (dua) perusahaan hanya akan menjadikan tata niaga > > batubara nasional menjadi berkembang secara tidak sehat. > > Akhirnya, kita harus mendorong pemerintah dengan tegas untuk meletakkan > > batubara lebih sebagai nilai energi dibandingkan sekedar harga (profit). > > Kita harus mengingatkan bahwa kepemilikan batubara ("mineral right") ada > di > > tangan rakyat. Kita harus mengingatkan bahwa negara,pemerintah dan > > perusahaan pertambangan hanya sebatas pada "mining right" nya saja. > Dengan > > pengelolaan yang tepat, baik pemerintah maupun korporasi akan diuntungkan > > bersama. Dengan menempatkan batubara pada wilayah yang benar, hanya > dapat > > dikoreksi dengan pertanyaan, apakah batubara secara benar dikelola untuk > > kepentingan rakyat atau bukan. > > > > Penulis : Direktur Indonesian Coal Society (ICS) > > > ___________________________________________________________________________ Dapatkan nama yang Anda sukai! Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/