Yth pak Bandono, dan teman2 IAGI.

saya sempat menulis dua tulisan terkait gempa dan tsunami di wilayah
Indonesia bahagian timur. Ini merupakan resume saya dari presentasi
prof. Ron Harris yang cukup banyak meneliti gempa2 di Indonesia. Salah
satu beritanya dapat dilihat di
http://www.bnpb.go.id/website/asp/berita_list.asp?id=923.

Indonesia bahagian timur memang patut untuk kita cermati. Berdasarkan
data dari NOAA, gempa 1674 tersebut menghasilkan tsunami yang sangat
besar. Bahkan ada penjelasan mengenai kejadian dari peristiwa
tersebut. Sesuai dengan yang saya tulis berdasarkan data dari Arthur
Wihcmann tersebut, jumlah gempa2 besar yang terjadi di Maluku memang
sangat banyak.

Oh ya, ini penjelasan peristiwa gempa 1674 yang saya ambil dari NOAA.

Display listing of nearby tsunami events

1674, Feb 17, between 19:30 and 20:00 [local time]. There was a very
strong earthquake, which affected all Ambon Island and adjacent
islands and left human victims...

Immediately after the earthquake, a tsunami occurred on the entire
coast of Ambon Island. The northwestern shore of Hitu peninsula
suffered most of all, especially the region of Ceyt, between Lima
(Negrilima) and Hila. Here the water rose 80-100 m that is, to the top
of the coastal hills. The trees, including those in the clove
plantations, which covered the calcareous coastal slopes at Mamala,
Ela, Sinalo, Kaitetto, Ceyt, Loboleu, almost as far as Lima, were
uprooted. Only the higher-lying plantations at Nausihola, Wakal and
Hitulama escaped destruction.

Everything was so "jumbled" onshore that it was unrecognizable. In the
region of Loboleu, a coastal strip with the width of a musket shot
subsided. The shore became very precipitous between Cety and Hila and
at Hila itself, part of the coast also collapsed into the water,
carrying with it the settlements of Nukali, Ehalaa, and Wawani. In
all, 2,243 people died on Ambon island as a result of the tsunami.

According to eyewitness accounts, the water rose up like a mountain.
First it inundated Loboleu, and then it split into three streams. One
of them spread along the coast to the west to Lima and Urien, another
to the east to Hila, and the third went out to sea, in the direction
to Cape Ryst on Ceram Island, carrying with it trees, houses, domestic
livestock and people. The movements of the water were accompanied by a
very loud nose. The moving water was black, very dirty and evil
smelling; its surface phosphoresced.

According to the eyewitnesses, the surface of the sea in the strait
between Ceram and Ambon Islands, was calm, and it was agitated and
made a deafening noise only off shore, to the distance of a musket
shot. People in a boat not far from shore did not notice anything
unusual in the state of the sea; the oscillations in its surface were
just as weak and small as usual. On the coast, all the proas and other
boats were smashed or carried away by the water. Many fish were tossed
up on land.

(above from Reference #414)

1674, Feb. 17. Dutch East Indies, Amboina (southwest of Ceram Island,
which lies southwest of New Guinea). Moderate sea wave except at Hitu,
where it was high and caused loss of life. Three waves. Waves smaller
at other islands. (reference #132)

1674, Feb 17. Indonesia, Amboina (03o40'S., 128o10'E.), (southwest of
Ceram, (03o00'S., 129o00'E.), moderate waves except at Hitu-lama
(03o36'S., 128o09'E.), where high waves caused loss of life. Three
waves. Smaller waves noted at other islands, (Heck 1947). (reference
#40)

1674, Feb 17. Tsunami observed at Amboina, Hitu, other nearby
islands... Sieberg (who gives date as Feb. 12) puts loss of life at
2243 and mentions only Amboina. (reference #79)



2012/7/31 Bandono Salim <bandon...@gmail.com>:
> Wah baru baca bahwa ada "tsunami" yang terjadi di Ambon. 1674.
> Sudah berlalu hampir 3,50 abad.
> Harus diwaspadai, mengingat siklus gempa besar sudah terlewati.
> Apakah gempa2 di abad itu juga terekam dalam catatan kegempaan?
> Mungkin ini satu-satunya catatan peristiwa geologi karya Rumphius yang ahli
> botani.
> Salam.
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> ________________________________
> From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
> Date: Sun, 29 Jul 2012 16:09:27 +0700
> To: IAGI<iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: [iagi-net-l] Tsunami Tertua di Nusantara yang Tercatat - KOMPAS.com
>
> Tsunami Tertua di Nusantara yang Tercatat - KOMPAS.com
>
> Oleh Prasetyo Eko P/Ahmad Arif
>
> Lonceng-lonceng di Kastel Victoria di Leitimor, Ambon, berdentang sendiri.
> Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Tak lama
> kemudian air laut datang dengan suara bergemuruh.
>
> Demikian penggalan catatan naturalis Georg Everhard Rumphius tentang gempa
> dahsyat disusul tsunami yang melanda Pulau Ambon dan Seram pada 17 Februari
> 1674. Catatan itu dibuat Rumphius pada 1675 dan jadi satu-satunya naskah
> yang diterbitkannya semasa hidup.
>
> Kastel Victoria di Leitimor itu kini ada dalam kompleks Benteng Victoria,
> Ambon. Lokasi benteng ini persis di seberang Kantor Gubernur Provinsi
> Maluku. Saat ini benteng itu dijadikan kompleks perkantoran dan perumahan
> Komando Daerah Militer XVI/Pattimura.
>
> Catatan Rumphius itu sejauh ini merupakan dokumentasi lengkap tertua yang
> dibuat tentang gempa dan air laut naik (istilah tsunami belum dikenal saat
> itu) di Nusantara. Sebelumnya, bahkan hingga ratusan tahun kemudian, kisah
> tsunami di Nusantara lebih kerap disebutkan dalam cerita lisan.
>
> Awalnya, naskah ini disimpan di Perpustakaan Kerajaan Belanda di Den Haag
> dalam kategori anonim. Baru pada tahun 1871 ditetapkan bahwa laporan itu
> dibuat Rumphius. Pada tahun 1998, catatan itu diterbitkan kembali atas
> transkripsi W Buijze.
>
> MJ Sirks PhD, profesor genetika dari Universitas Groningen dalam tulisan
> Rumphius, the Blind Seer of Amboina menyatakan, Rumphius begitu terikat
> dengan Ambon karena selama hampir 50 tahun dia tinggal di sana dan mengalami
> tragedi sekaligus kebahagiaan dalam pekerjaannya.
>
> Penyaksi buta
>
> Kisah perjalanan Rumphius memang penuh tragedi. Dia menghabiskan masa
> mudanya di Hanau, Jerman, tempat ayahnya, August Rumpf, menjadi arsitek
> terkenal. Namun, itu tidak menghalangi ketertarikan Rumphius untuk menjadi
> petualang. Ia berharap untuk melihat dunia yang lebih besar dari Hanau.
>
> Rumphius pun meminta gurunya, Count Ludwig von Solms Grifenstein-Braunfels,
> untuk didaftarkan sebagai tentara Republik Venesia.
>
> Namun, setelah naik ke kapal di Holland, bagian barat Belanda, ia sadar
> telah ditipu. Rumphius ternyata justru dimasukkan menjadi tentara West
> Indies Company (WIC). Awalnya dia memang akan dikirim sebagai prajurit ke
> Venesia, namun kapal itu mengubah haluan dan membawa para prajurit itu ke
> Brasil.
>
> Di tengah jalan, kapal Swarte Raef, yang membawa Rumphius, diserang kapal
> Portugis. Rumphius kemudian dibawa ke Portugis. Di sana ia dan teman- teman
> prajuritnya dilatih untuk menjadi tentara Portugis.
>
> Periode ini menjadi titik balik kehidupan Rumphius. Di Portugis, keinginan
> bertualangnya tersalurkan ke arah lain. Ia mendengar begitu banyak cerita
> luar biasa tentang dunia timur, dunia tumbuhan yang aneh, dan hewan-hewan
> asing yang juga aneh. Semua itu membuat keinginan Rumphius untuk menjelajah
> kian besar.
>
> Setelah meninggalkan Portugis pada 1648 atau 1649, Rumphius kembali ke
> Hanau. Pada akhir 1652, ia mendaftarkan diri sebagai tentara East Indies
> Company (EIC). Pada Juni 1653, dia pun mendarat di Batavia dan pada 8
> November ia pergi ke Pulau Ambon.
>
> Menjadi tentara ternyata tidak memuaskannya. Gubernur Ambon saat itu, Jacob
> Hustaerdt, kemudian memberinya tugas sipil. Pada 1662 Rumphius resmi menjadi
> menjadi pegawai perdagangan di perusahaan EIC.
>
> Pada saat itu juga Rumphius mulai mempelajari hewan dan tumbuhan di Ambon
> secara sistematis. Selama bertahun-tahun ia mendedikasikan waktu luangnya
> untuk belajar dan menulis tentang flora dan fauna Ambon.
>
> Rumphius kemudian menjadi pimpinan di Hitu, sebuah daerah di pesisir utara
> Jazirah Leihitu di bagian utara Pulau Ambon. Di sana ia tinggal bersama
> keluarganya. Setelah dibebastugaskan dari perusahaan, Rumphius menemukan
> kebahagiaan dengan meneliti alam.
>
> Namun, pada tahun 1770 Rumphius mengalami tragedi tragis. Dia kehilangan
> penglihatannya, tanpa ada penjelasan penyebabnya. Kebutaan yang dialami
> tidak menghalanginya untuk melanjutkan penelitiannya tentang flora dan fauna
> Ambon.
>
> Dalam ilmu alam, Rumphius menghasilkan tiga kerja besar: Amboinsch
> Kruidboek, Amboinsch Rariteitkamer, dan Amboinsch Dierboek.
>
> Kruidboek atau ”Herbarium Amboinense” dipandang sebagai karya terbesar
> Rumphius. ”Di antara tulisan-tulisan itu ada tulisan Rumphius lain yang
> kurang penting. Akibatnya, Tuan-tuan yang Mulia, ia tidak terlalu
> merekomendasikannya. Ada yang Amboinsche-Rariteitkamer, yang terdiri dari
> tiga buku, dan masih ada buku lain, Land-, Lugt-en Zeegedierten dari
> kepulauan ini...” (dari surat Gubernur Ambon ke Gubernur Jenderal di Batavia
> pada 20 Mei 1697).
>
> Pada 1679 dan 1680, Gubernur Ambon memberikan asisten yang bernama Daniel
> Crul untuk membantu kerja Rumphius. Anak Rumphius, Paulus Augustus, juga
> membantu, setidaknya dari 1686. Rumphius menghasilkan banyak sekali karya
> sehingga Gubernur Ambon Dirck de Haes menulis, ”Pekerjaan sepertinya telah
> selesai, dan saat ini ada 1.720 bab termasuk 12 buku.”
>
> Namun, tragedi rupanya tidak menjauh dari Rumphius. Dalam kebakaran besar di
> Ambon, pada 11 Januari 1670, buku, koleksi, dan manuskrip Rumphius turut
> hancur. Untungnya sebagian buku utama bisa diselamatkan, namun gambar-gambar
> yang dibuat Rumphius sebelum tahun 1670 turut dimakan api.
>
> Tragedi terbesar
>
> Bagi Rumphius, tragedi terbesar yang dialaminya terjadi pada 1674, ketika
> gempa dan gelora tsunami melanda. Bukan hanya karena petaka itu menewaskan
> 2.322 orang di Pulau Ambon dan Seram, tetapi juga menewaskan istri Rumphius
> dan salah satu anak perempuannya.
>
> Hila, di dekat Hitu, disebut Rumphius sebagai daerah yang paling menderita.
> ”Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun, kecuali beberapa orang
> yang terperangkap di atas (benteng), mundur ke lapangan di bawah benteng,
> menyangka mereka akan lebih aman. Akan tetapi, sayang sekali tidak seorang
> pun menduga bahwa air akan naik tiba-tiba ke beranda benteng (Amsterdam),”
> tulis Rumphius.
>
> Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atap rumah dan menyapu bersih
> desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai. Sebanyak 1.461 orang tewas di
> Hila.
>
> Sedangkan di Hitu, menurut Rumphius, air laut naik hingga setinggi 3 meter
> dan menyeret rumah-rumah kompeni. Sedikitnya 36 orang tewas.
>
> Dengan rinci Rumphius mengisahkan kondisi desa-desa di Ambon dan Seram yang
> hancur akibat peristiwa itu. Sedikitnya ada 11 desa yang dideskripsikan
> Rumphius.
>
> Desa-desa itu terentang di sepanjang pesisir utara Jazirah Leihitu, mulai
> dari Larike di ujung barat hingga Tial di ujung timur. Di Pulau Seram yang
> tercatat adalah tempat-tempat di daerah Huamual, seperti Tanjung Sial dan
> Luhu. Catatan lain juga berasal dari Oma di selatan Pulau Haruku dan Pulau
> Nusa Laut.
>
> Dalam khazanah mitigasi bencana, catatan Rumphius ini merupakan warisan
> penting karena memberi kesaksian bahwa Nusantara memiliki riwayat gempa dan
> tsunami yang sangat panjang. Jauh sebelum tsunami dahsyat melanda Aceh pada
> 26 Desember 2004, Rumphius telah menuliskan tentang bencana sejenis di
> bagian timur Nusantara.
>
> Sayangnya, catatan rinci Rumphius itu tak banyak diketahui masyarakat Ambon
> dan Seram. Nama Rumphius bahkan tidak begitu dikenal.
>
> ”Tidak banyak yang tahu tsunami yang katanya dicatat Rumphius. Kalau gempa
> di sini memang sering terasa, tapi masyarakat tidak lari ke bukit, malah
> diam di tempat,” kata Damri Lating (49), warga Hila.
>
> Hal senada diungkapkan Said Lumaela (52), warga Kaitetu, desa yang
> bersebelahan dengan Hila. ”Pernah dengar tentang Rumphius, tetapi tidak tahu
> itu soal apa,” katanya.
>
> (M Zaid Wahyudi/A Ponco Anggoro)
>
>
>
>
> --
> "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"



-- 
Udrekh
Marine Geoscientist
Directorate of Land, Region, and Disaster Mitigation Technology
The Agency for The Assessment and Application Of Technology (BPPT)
BPPT 2nd  Building 18th floor
Jl. M.H. Thamrin no. 8
Jakarta 10340
Indonesia

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2011-2014:
Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
--------------------------------------------------------------------------------
Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman 
abstrak 28 Februari 2012.
--------------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke