Pengalaman Halusinasi DR. Rubiana Soeboer
SERING KETAKUTAN HADAPI KEMATIAN

Dosen di sejumlah universitas swasta ternama di Jakarta, DR. Rubiana
Soeboer (44), sempat tak sadarkan diri selama lima jam pascapersalinan
caesar putri pertamanya. Selama itu, ia mengalami halusinasi akibat
anestesi. Berbulan-bulan dicekam ketakutan, akhirnya ia bisa mengatasi
kesulitannya. 

 
<javascript:realview('detail_images.asp?act=1&id=10873&imageid=23795','d
etail_images','516','500');> Boleh dibilang, aku tergolong wanita sibuk
dengan sejumlah aktivitas kerja. Usiaku masih 28 tahun saat menikah
dengan Yuwana Marjuka di tahun 1989. Kala itu, kami sengaja menunda
kehamilan. Aku belum siap punya anak. Alasanku, hidup di Jakarta,
menurutku segalanya harus mapan dulu. Terlebih saat itu aku tengah
menerima bea siswa dari Ford Foundation untuk menyelesaikan program
S2-ku. 

Lima tahun kemudian, aku masih saja menunda hadirnya momongan. Karena
tak pernah memberi tahu alasanku pada keluarga dan teman-teman, wajar
bila kemudian mereka jadi bertanya-tanya. "Kenapa sudah lima tahun
menikah belum juga dikarunia anak?" Bahkan atasanku di kantor sempat
menyarankanku berobat, agar segera punya anak.
Lucu juga, sih, menghadapi pertanyaan-pertanyaan macam itu. Yang
mengusik benakku, beberapa teman mengatakan, "Kalau menunda kehamilan,
bisa-bisa kelak akan sulit dapat anak." Ah, benarkah itu?

ALAMI HALUSINASI
Pendapat para sahabat itu kusampaikan pada suami. Kami pun sepakat punya
momongan. Ternyata Tuhan mengabulkan keinginan kami. Tahun 1994, aku
benar-benar hamil. Sebagaimana layaknya ibu hamil, aku menjaga
kandunaganku. Secara rutin, tentu saja aku periksa ke dokter.

Waktu berjalan, usia kandunganku sudah sembilan bulan. Suatu hari,
tiba-tiba aku mengalami pecah ketuban sejak pukul dua dini hari. Segera
saja kami ke dokter. Aku segera diinduksi. Anehnya, sudah lebih dari 12
jam sejak pecah ketuban, tak segera terjadi pembukaan jalan lahir
seperti pada umumnya wanita yang hendak melahirkan. 

Pukul 17.00, Profesor Hanifa Wignyosastro yang menolong proses
kelahiranku, memutuskan untuk melakukan tindakan. Aku harus melahirkan
dengan jalan seksio alias caesar. Meski saat itu sudah musim bius lokal,
dokter anestesi memberiku bius total. Itu sebabnya, aku tak tahu apa
yang terjadi selama operasi berlangsung. Aku juga tak bisa menyaksikan
atau mendengarkan tangis pertama putriku.

Kabarnya operasi berlangsung sejak pukul 17.00 dan berakhir pukul 17.35.
Namun, aku baru sadar dari pengaruh anestesi sekitar lima jam kemudian.
Padahal normalnya kurang lebih satu jam. Para suster di rumah sakit
tidak aware pada kondisiku yang belum sadar. Mereka mungkin berpendapat
aku, kan, ditunggui keluarga. Memang, sih, pada saat tidak sadar, aku
ditunggui Kumala, adikku, dan suamiku.

 
<javascript:realview('detail_images.asp?act=1&id=10873&imageid=23796','d
etail_images','516','500');> Belakangan Kumala mengatakan, saat aku
tidak sadar, wajahku pucat seperti mayat. Tetapi ia dan suamiku hanya
memandangi saja. Bisa jadi suamiku tengah diliputi rasa bahagia yang
dalam karena baru saja mendapatkan putri yang cantik. Jadi, enggak
begitu memperhatikan kondisiku.

Mereka tidak tahu, akibat anestesi atau pembiusan itu, aku mengalami
halusinasi. Aku melihat diriku diajak seorang wanita berkebaya memaksaku
menaiki perahunya. Karena tidak masuk akal, aku menolak ajakannya. Entah
kenapa, tiba-tiba saja aku sudah berada di perahunya yang terus saja
melaju kencang. Aku berusaha menghentikan laju perahu itu, tapi tak
bisa. 

SEAKAN DUNIA KIAMAT
Masih dalam halusinasiku, perahu terus berjalan hingga tiba di tempat
yang suram. Di tempat itu, tiba-tiba kulihat seperangkat alat
pertunjukan wayang. Aku juga melihat wayang kulit bergambar gunungan
yang dipegang seorang dalang. (Dalam pertunjukan wayang kulit, gunungan
menandai awal atau akhir lakon.)

Adegan selanjutnya, dalang mengatakan, apa yang diperagakannya adalah
menggambarkan perjalanan hidupku. Saat itu, juga aku melihat huruf-huruf
Jawa: ha, na, ca, ra, ka. Juga huruf ma, ga, ba, tha, nga. Artinya,
semua itu akan berakhir dengan kematian. "Inilah arti dirimu yang
berakhir sampai di sini, " kata Sang Dalang.

Setelah adegan itu, aku mendengar suara dari suatu kekuatan yang entah
dari mana asalnya karena tak terlihat. Suara itu mengatakan, segala
sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari ketiadaan dan akan berakhir
dengan ketiadaan pula. "Semuanya akan lenyap dan berakhir.." kata suara
itu. 

Tak lama setelah itu, muncullah setumpuk kartu tarot di genggamanku.
Kartunya sudah berderet rapi seperti habis dikocok. Aku merasa
kartu-kartu itu berhubungan dengan hari akhir. Aku jadi merasa
bertanggung jawab dengan kejadian itu karena akulah pemegang kartu itu. 

Tiba-tiba kartu-kartu berjatuhan. Yang di belakang menimpa yang di depan
dan seterusnya. Pada saat kartu terakhir jatuh tertutup, pemahamanku
adalah, saat itu pula kehidupan berakhir. Benar saja. Bersamaan dengan
itu, aku menyaksikan dunia kiamat. Adegannya, kulihat stupa Borobudur
menutup bumi dan akhirnya yang ada hanyalah kegelapan total. Betapa
mengerikan halusinasiku. 
 

KESEDIHAN DAN KETAKUTAN
Aku tersadar dari "mimpi" ketika merasakan seseorang memegangi tanganku.
Ternyata itu tangan suamiku. Aku juga sadar, saat itu aku berada di
rumah sakit. Suami memberitahu bahwa kami memiliki putri yang cantik.
Belakangan, kami memberinya nama Bijou. Aku baru bisa menggendong Bijou
keesokan harinya.

Anehnya, kendati sudah sadar dari "mimpi" aku selalu merasakan kesedihan
yang luar biasa. Mendengar musik yang yang halus, tiba-tiba aku sedih.
Kesedihan itu terbawa hingga pulang ke rumah. Bahkan, sampai
berbulan-bulan. 

Lalu, kuceritakan kesedihanku pada Prof. Hanifah (kini sudah almarhum).
"Biasanya ibu yang habis melahirkan mengalami baby blue. Biasanya
terjadi selama 40 hari. Ini normal. Tapi Nyonya punya anak yang sehat
jadi enggak perlu sedih. Saya bisa kasih obat untuk menghilangkan
kesedihan itu. Tapi Nyonya, kan, sedang menyusui," jawab Prof. Hanifah
kala itu.

 
<javascript:realview('detail_images.asp?act=1&id=10873&imageid=23797','d
etail_images','516','500');> Selain sering tiba-tiba sedih, aku juga
sering diliputi rasa takut dan cemas akan datangnya kematian. Terutama
bila melihat simbol-simbol Jawa macam huruf Jawa ha, na, ca, ra, ka itu.
Pernah, ketika mobil yang kutumpangi bersama suami meluncur di jalan
tol, aku melihat huruf Jawa itu. Aku langsung berteriak-teriak histeris.


Berbulan-bulan aku mengalami depresi. Emosiku tak karuan. Setiap cerita
pada suami, dia tak tahu harus bagaimana. Sampai akhirnya dua tahun
kemudian, aku hamil tapi keguguran. Selang tiga bulan hamil lagi,
keguguran lagi. Ketika hendak diaborsi di rumah sakit, aku langsung
trauma dengan pembiusan. 

Saat itulah aku bertemu dengan Dr. Trijatmo Rachimhadi di RS.YPK. Kepada
beliau, aku tanyakan kenapa mengalami depresi setelah persalinan yang
pertama dulu. "Kemungkinan itu karena obat anestesinya menimbulkan
halusinasi. Jenis halusinasi yang dialami setiap orang berbeda. Ada yang
punya pengalaman ke sorga, atau diperkosa," jawabnya.

Aku tidak puas mendengar jawaban itu. Aku bertekad mencari jalan keluar
untuk mengatasi kesedihan dan ketakutanku. Soal kematian itu memang
terus jadi masalah. Aku merasa masih muda, belum siap menghadapi
kematian.

MENULIS BUKU
Suatu hari, aku ke toko buku Gramedia. Secara tak sengaja, kutemukan
buku tentang orang Amerika yang mati suri. Pengalaman mati suri yang
termuat dalam buku itu indah sekali. Akhirnya, aku seperti orang
kecanduan membaca pengalaman orang mati suri. Setiap ada buku tentang
mati suri, aku selalu kubeli.

Aku juga menemukan suatu perkumpulan atau asosiasi mati suri
internasional di internet. Saat itu, aku sudah ambil S3 di UI.
Pengalamanku dan informasi tentang mati suri itu, nyaris kutulis untuk
disertasiku. Namun, suamiku melarang. 

Tak cukup membaca, aku juga senang mengajak ngobrol orang yang habis
operasi, misalnya saja operasi jantung. Ada beberapa dari mereka yang
punya pengalaman terpendam pascaoperasi. Namun, mereka tidak bisa
mengungkapkan apa yang dirasakan. 

Bertolak dari sanalah aku menarik kesimpulan, mungkin banyak orang yang
senasib denganku. Namun, mereka tidak bisa mengungkapkan atau tidak bisa
mengatasi berbagai perasaan yang timbul dari pengalamannya. Bisa juga
saat mengungkapkan, keluarga atau orang terdekatnya tidak bisa memahami.


Setelah membaca beberapa buku dan hasil penelitian tentang pengalaman
orang mati suri, aku mengambil kesimpulan, apa yang kualami itu adalah
halusinasi akibat anestesi. Dari situ, aku tergerak untuk menulis
pengalamanku dan mewujudkannya menjadi sebuah buku. Aku memberinya judul
Mati Suri.

Sengaja aku menggunakan judul Mati Suri yang memang sudah dekat di
telinga pembaca Indonesia dan mudah dipahami. Buku ini merupakan buku
ilmu pengetahuan dengan referensi dari luar Indonesia. Di Indonesia
sendiri baru kutemukan satu publikasi skripsi dari Henricus Darmada
mengenai pengalaman mendekati kematian pada anak-anak dengan acuan hasil
studi di Amerika dan Australia.

Pengalaman banyak membaca dan memperoleh informasi itulah yang juga
mendorongku ingin berbagi pengalaman kepada siapa pun yang tertarik pada
fenomena mati suri. Mati suri sendiri adalah pengalaman. Bisa
menyenangkan, bisa menyedihkan, atau menakutkan.
Sekarang, aku justru bersyukur punya pengalaman mati suri. Kalau tidak,
aku tidak bisa belajar, tidak membuat buku. Sekarang ini, kemana pun aku
memandang, saya melihat Tuhan. Melihat bunga yang indah, aku melihat
Tuhan di sana.

Entah karena aku pernah mati suri atau tidak, tetapi memang aku
merasakan ada sesuatu yang istimewa. Terutama saat membaca buku. Hanya
dengan membaca beberapa baris saja, aku langsung bisa mengerti apa isi
buku yang kubaca itu. Kali lain, tiba-tiba aku bisa melihat sinar aura
salah satu mahasiswaku. Warnanya biru nan indah. Hal-hal seperti ini tak
bisa dipaksakan. Ini muncul dengan sendirinya.

Sekarang, tidak ada lagi ketakutan itu.

Tergantung Kondisi Pasien
Dua dokter ahli kandungan dan kebidanan yang ditemui NOVA, Dr Trijatmo
Rachmadi dari RSB.YPK dan Dr Sugi Suhandi Iskandar,Sp.OG dari RS Mitra
Kemayoran membenarkan, obat yang dipergunakan untuk anestesi bisa
menyebabkan halusinasi pascaoperasi.

Jenis halusinasi yang mewarnai "mimpi" pasien biasanya tergantung mood
atau kondisi psikhis pasien sebelum dioperasi. "Kalau bawaannya senang,
biasanya halusinasinya juga menyenangkan. Kalau sebelumnya cemas,
biasanya pasien akan cemas atau ketakutan."
Halusinasi pasien yang dioperasi akan berlangsung selama pengaruh
obatnya belum hilang. Kalau kemudian sampai pengaruh obatnya hilang tapi
masih tetap halusinasi, pasti ada penyebab lainnya. Harus konsultasi ke
psikhiater," jelas Dr.Sugi. 

NOVA


[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Listen to Internet Radio! Access to your favorite Artists!
Click to listen to LAUNCHcast now!
http://us.click.yahoo.com/_mKGzA/GARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke