Terbuka

 

Wiwiek sangat senang ketika diangkat menjadi manajer. Bayangkan, ia sudah
bekerja selama enam belas tahun. 

Wajar dong kalau dipromosikan sebagai manajer. Kini dia benar-benar menjadi
pemimpin. Anak buahnya ada empat. 

Dua di antara mereka memang sudah bekerja sama dengan Wiwiek selama tiga
tahun ketika dia masih menjabat 

sebagai supervisor. Tapi yang dua orang lagi masih baru, Adi dan Poppi.

Tapi kesenangan Wiwiek terganggu oleh sikap Poppi. Poppi masih muda dan
bersemangat. 

Wiwiek merasa Poppi sok tahu. Baru mulai bekerja saja sudah memberi berbagai
usulan untuk perbaikan perusahaan. 

Benar- benar sok pintar. Wiwiek yang sudah lama bekerja saja tidak pernah
memberikan usulan perbaikan, apalagi Poppi yang baru bergabung.

 

Memang Poppi sudah pernah bekerja di beberapa perusahaan sebelumnya.

Tapi di bidang industri ini, baru kali ini. Tahu apa sih si Poppi?

Begitu perasaan Wiwiek. Karena itu, semua usulan Poppi diabaikan oleh
Wiwiek. 

Paling-paling dia hanya mengiyakan saja, tapi usulan itu tidak ditindak
lanjuti. 

Misalnya usulan membuat lembar laporan penjualan. Yang ada sudah cukup bagus
kok, untuk apa diganti?

Merepotkan saja. Jadilah lembar usulan itu hanya disimpan saja di laci
Wiwiek.

 

Belum lagi usulan untuk merubah bentuk proposal yang biasa dikirimkan ke
calon pelanggan. 

Menurut Poppi, proposal itu kurang menjual.

Kurang menggigit! Tapi, menurut Wiwiek tidak ada yang salah dengan proposal
lama. 

Buktinya selama ini dia berhasil menjual dengan proposal lama tersebut.
Untuk apa diganti lagi? 

Calon pelanggan juga tidak ada yang mengeluh kok. Ada-ada saja si Poppi ini.
Dasar sok pintar! 

Jadilah usulan proposal baru itu hanya menghuni laci Wiwiek lagi. Membuat
penuh saja.

 

Berpikir positif

 

Poppi bukannya tidak tahu bahwa semua usulannya tidak pernah ditindak
lanjuti oleh atasannya. 

Tapi, Poppi bukan jenis orang yang mudah sakit hati. Dia selalu berusaha
berpikir positif. 

Karena itu dia tidak sakit hati. Pernah suatu kali Poppi menanyakan hal
tersebut kepada atasannya, 

tapi Wiwiek hanya mengatakan "Ya, nanti saya lihat". Tapi beliau tidak
pernah mengajaknya bicara 

soal itu. Poppi hanya berpikir, mungkin usulannya belum sempurna, masih ada
kekurangan.

 

Karena itu Poppi sering mengajukan berbagai usulan yang telah diperbaikinya.
Dia menyerahkan 

lagi bentuk laporan penjualan yang lebih lengkap dan lebih mudah dibaca,
sehingga mempercepat 

proses membaca laporan. Malah ditambahnya kolom yang berisi kesimpulan dari
laporan tersebut. 

Pokoknya lengkap. Tapi setelah diserahkan ke atasannya, tetap saja tidak ada
jawaban. 

Poppi tidak putus asa. Dia sering mencari cara lain untuk memperbaiki
usulannya tersebut.

 

Suatu hari, Bapak Direktur mampir di meja Wiwiek untuk menanyakan hasil
penjualan minggu lalu. 

Wiwiek sedang sibuk. Mejanya berantakan.

Laci mejanya juga terbuka lebar, bahkan isinya sebagian terletak di meja
karena dia sedang 

mencari data bulan lalu. Tanpa sengaja Bapak Direktur melihat usulan
formulir laporan penjualan buatan Poppi.

Beliau mengambilnya dan mengamatinya. "Nah! Ini dia!" katanya keras- keras.

 

Sumber: Potensi Diri - Terbuka oleh Lisa Nuryanti, Director Expands
Consulting & Training Specialist

 



[Non-text portions of this message have been removed]


Kirim email ke