Kita memang tidak tahu sepenuhnya apa yang terjadi di IPDN/STPDN. Semua praja 
seakan tutup mulut (kecuali dipaksa) untuk menutupi aib ini. Coba dilihat 
sewaktu wapres berkunjung ke barak tempat penyikasaan clif muntu. Salah seorang 
praja yang saat kejadian itu juga berada dikamar itu, saat ditanya wapres 
didepan kamera, katanya sudah tidur dan tidak mengetahui kejadian itu, ini 
kesaksian didepan wapres lho. Secara logika, susah saya menerima keterangan 
praja ini. Sepulas-pulasnya orang tidur, kalau sebelahnya ada orang ribut dan 
digebukin ramai-ramai sampai meninggal, secara logika, mustinya ya mendengar 
lah.

Jadi sepertinya, ada sebuah code yang ditanamkan ke masing-masing praja untuk 
tidak membuka apa yang terjadi di IPDN/STPDN ini ke-publik. Sementara sekolah 
itu dibiayai negara sebesar 150 Milyard setahun (kata salah satu anggota DPR), 
itu baru yang dari pusat lho . Semua kejadian seakan-akan ditutup-tutupi, 
rumangsanya IPDN/STPDN itu sebuah sekolah ekslusif yang tidak boleh diketahui 
oleh orang lain. Ini naif sekali, yang lebih konyol lagi, hanya sebagian kecil 
dari staf dan pengajar yang menyadari kenaifan ini. Luar biasa ...... Harusnya 
masuk rekor Muri .....

Saya bukan seorang psikolog, namun melihat kenyataan ini, saya melihat ada 
perlunya semua lulusan IPDN/STPDN yang sekarang sudah menjabat, untuk dilakukan 
semacam test psikology, untuk memastikan bahwa kejadian dan apa yang dialami 
selama masa kuliah dulu, secara psikology tidak menimbulkan dampak negatif bagi 
pekerjaan dan keluarganya, ini usul saja, demi kebaikan bersama. 

Salam
  ----- Original Message ----- 
  From: Teh An2 
  To: idakrisnashow@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, April 09, 2007 11:42 AM
  Subject: Ida Arimurti IPDN (Insitut Penyiksaan di Nagari)


  Miris sekali mendengar lagi-lagi ada korban penyiksaan di kampus IPDN 
Sumedang..padahal rasanya belum lama alm Wahyu Hidayat meninggal akibat kasus 
yang sama dan mungkin juga puluhan siswa lainnya (yg tidak diakui oleh pihak 
institut dan tidak terekspos media) menjadi korban kebrutalan di kampus IPDN.
  Jujur saya tidak akan pernah memasukan anak saya ke kampus model seperti itu 
walaupun 'gratis' istilahnya, saya lebih baik banting tulang agar anak saya 
dapat sekolah yang lebih 'beradab' dan saya rasa kalaupun anak saya ingin 
nantinya untuk menjadi peg negeri ataupun pamong praja masih banyak jalan utk 
menuju kesana tanpa harus melalui IPDN yg luar biasa brutalnya.
  Saya tidak percaya pihak rektorat tidak mengetahui hal ini, seperti yang 
pernah ditayangkan di salah satu TV swasta thn lalu bagaimana 
sewenang-wenangnya praja senior menendang, memukul bahkan meninju dada, ruas 
punggung (dimana letak sel2 syaraf banyak disitu), apa yang ada di benak mereka 
semua, bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui sedangkan kegiatan tersebut 
berada di KAMPUS!! dan dalam jumlah yang MASSAL...!! bukan di tengah hutan 
belantara, bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui hal tersebut kala puluhan 
orang keluar dan kabur dari Kampus krn tidak tahan disiksa, dan bagaimana 
mungkin mereka tidak mengetahui hal tersebut kalau Pos Kesehatan mereka dan 
juga RS terdekat yang sering sekali menerima pasien luka luar maupun dalam yang 
parah dari Kampus IPDN.
  Saya punya saudara yg rumahnya dekat sekali dengan IPDN dan pernyataan salah 
satu dosen IPDN dulu (Inoe?) bahwa seks bebas dan perkosaan kadang kerap 
terjadi itu betul adanya, banyak korban yg tdk mau bicara krn kembali lagi 
masalah etika timur, bahwa betul kekerasan di IPDN itu luar biasa sekali 
brutalnya, sering saudara saya melihat siswa IPDN yg kadang seperti org 
linglung (mungkin kebanyakan digampar kepalanya).
  Dan kembali saya lebih prihatin kala kasus Alm Wahyu seakan-akan dikubur 
begitu saja tidak menjadi pelajaran bagi IPDN, kenapa yang katanya Indonesia 
lebih beradab, lebih sopan, lebih beragama tapi ternyata jauh lebih brutal 
dibanding negara yang katanya tidak beradab dan tidak taat beragama? Jadi 
bagaimana Bangsa ini mau maju kalau dipimpin oleh orang2 brutal seperti itu? 
Kalau saya atau keluarga saya diberi kesempatan jadi pejabat pemerintah tidak 
akan pernah menerima lulusan IPDN krn sudah pasti mentalnya gila..
  Walaupun mereka yang menjadi korban itu bukan siapa2 saya, tapi saya menangis 
sedih membayangkan Ibunya yang begitu banyak perjuangannya dari mulai hamil, 
melahirkan membesarkan mereka yang tentunya tidak hanya materi saja tetapi juga 
limpahan kasih sehingga mereka bisa berhasil masuk ke IPDN tapi apa yang 
Ibu-Ibu itu dapatkan? anaknya kembali dalam peti mati terbujur kaku justru 
karena anaknya ingin menjadi seorang Pamong Praja yang akan membawa nama baik 
keluarga yang nantinya akan mengangkat derajat orang tuanya?
  Mudah2an ini yang terakhir di IPDN karena saya setuju 1000% IPDN harus bubar 
karena kalau sistemnya tidak diperbaiki, mau ganti pimpinan 1000 kali pun IPDN 
tetap Kampus Penyiksaan Di Nagari...
  Semoga Pemerintah dan Bapak-bapak yang duduk di atas sana kali ini mau 
mendengarnya sebelum ada lagi yang jatuh korban.
  Kami sekeluarga turut berduka cita kepada kel, Clift...semoga pengorbanan 
Clift tidak sia-sia dan juga sanksi2 yang dijatuhkan adalah betul2 sesuai hukum 
yang berlaku tanpa bisa dibeli maupun dibayar...

  Teh An2



  Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke