----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

Republika, 30 Desember 1999

Bilveer Singh: RI 'Bunuh Diri' bila TNI Terus Dipojokkan

JAKARTA - Indonesia dinilai akan melakukan 'bunuh diri politik' bila
Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus menerus dijadikan sasaran
kesalahan dan dipojokkan yang akhirnya bisa menghancurkan Indonesia
sendiri, kata seorang pengamat militer.

"Jelas, perbuatan para politisi sipil Indonesia sekarang salah
dengan memojokkan TNI. Jangan dengan alasan demokrasi lalu TNI terus
menerus dipojokkan, disalahkan. Ini sangat berbahaya bagi
Indonesia," kata Prof Bilveer Singh, pengamat militer Indonesia dari
Universitas Nasional Singapura, Kamis (30/12), di Singapura.

Bilveer Singh mengingatkan, dalam kurun waktuu beberapa tahun
terakhir, TNI sudah sangat menahan diri, mengubah diri dan memegang
paradigma pengabdiannya yang baru. "Jadi saya betul-betul terkejut
dengan apa yang dilakukan para politisi sipil di Indonesia sekarang
ini terhadap TNI," kata doktor politik lulusan Universitas Nasional
Australia (ANU), dan menulis banyak buku serta karangan ilmiah
mengenai militer Indonesia.

Singh menyatakan tidak dapat mengerti dengan perkembangan politik
menyangkut TNI akhir-akhir ini. Diakuinya, TNI memang pernah
menguasai perrsentase besar sistem kekuasaan di Indonesia, namun
kemudian 90 persen dari yang dikuasainya itu lepas, dan balas jasa
yang diterima TNI malah dihujat dan dihukum.

"Ini betul-betul berbahaya bagi Indonesia. Taruhannya sangat besar,
(usaha penyelesaian masalah) Aceh dan Ambon dan yang lain," tegas
Bilveer Singh, dan menambahkan bila TNI terlalu dipojokkan sehingga
sulit bergerak maka tinggal tunggu waktu Indonesia akan hancur.

Singh lebih jauh mengemukakan bila perkembangan demokrasi di
Indonesia dijadikan alat untuk memojokkan militer, ini juga sesuatu
yang salah. Sebab, katanya, di manapun di dunia, termasuk AS,
militer tetap memegang peran strategis yang tidak bisa tergantikan.
"Indonesia jangan bermimpi akan bisa seketika menjadi demokratis
dengan jalan terus-terusan mengecilkan arti militernya. Demokrasi
bukan alasan untuk menyerang militer di Indonesia," katanya.

Pakar politik Singapura ini juga menyatakan kekhawatiran besar
menyangkut usaha-usaha tertentu untuk memecah belah TNI bukan
mustahil akan mudah dilakukan karena di manapun akan selalu ada
'orang yang baik dan orang tidak baik'. Bila TNI terpecah maka
Indonesia pun akan terpecah belah," kata Prof Bilveer Singh.

Suara-suara dari anggota keluarga besar TNI pun mengharapkan agar
bangsa Indonesia tidak terus membiarkan TNI hancur kredibilitasnya.
Terakhirnya, Mayjen TNI Purn Suwarno Adiwijoyo mengimbau bangsa
Indonesia jangan terus membiarkan TNI hancur kredibilitasnya.

Anggota Majelis Dewan Pertimbangan Partai Amanat Nasional ini lebih
jauh menegaskan, kehancuran TNI sangat membahayakan kehidupan
bangsa secara keseluruhan. "Negara tanpa tentara akan memuculkan
para agitator dan provokator. Jika mereka yang berkuasa, akan sangat
berbahaya karena yang berlaku adalah hukum rimba," urainya dalam
diskusi 'Militer dan Peradilan HAM' di Kantor PAN, Jalan Ampera,
Jakarta, Rabu (29/12).

Perkiraan ini, ungkap Suwarno, tidak mengada-ada. Itu setelah
melihat kondisi TNI terus dipojokkan dan dihujat oleh masyarakat. Di
sisi lain, tambah Suwarno, ada kecenderungan di tengah masyarakat
untuk memuji-muji para provokator. "Sebagian rakyat, misalnya, mulai
bersimpati kepada kelompok-kelompok bersenjata," katanya.

Untuk mengatasi kecenderungan yang tidak sehat ini, Suwarno berharap
berbagai kasus pelanggaran HAM yang selama ini diarahkan ke
TNI/Polisi hendaknya dipahami secara objektif.

Sebagai seorang perwira dan prajurit militer, urai Suwarno, jajaran
ABRI harus menjunjung tinggi delapan wajib ABRI. Pedoman ini
sesungguhnya menjadi dasar agar mereka tidak melanggar HAM. "Di situ
ditegaskan prajurit ABRI harus ramah, menjunjung tinggi kehormatan
wanita, menjaga kehormatan diri di muka umum dan sebagainya. Jika
ini ditegakkan, ini berarti penegakkan HAM," ujarnya. (pri/ant)

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 5 Jan 2000 jam 08:36:49 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke