----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

Precedence: bulk

ISTIQLAL 06/1/2000# ACEH, MASALAH KETIDAKADILAN
Oleh: Sulangkang Suwalu

        Ulil Abshar Abdallah, dalam wawancaranya dengan sebuah media ibukota
mengatakan bahwa masalah Aceh sangat berkaitan dengan masalah ketidakadilan.
Tetapi apakah masalah ketidak adilan harus diatasi dengan kemerdekaan? Sebab
yang diperlakukan tidak adil kan bukan rakyat Aceh saja, masih banyak
orang-orang yang tidak mendapatkan rasa keadilan itu.
        Referendum kan berarti merdeka bagi rakyat Aceh? Kalau solusinya
adalah merdeka. Maka daerah lain akan menuntut hal yang sama. Dan kalau
daerah lain tsb lepas, maka potensi terjadinya bentrok akan sangat besar.
Masalah besar bagi kita, dan bisa berkembang menjadi masalah regional. Akan
ada masalah pengungsian. Hal itu yang sering kita lupakan.
        Tetapi mengapa ketidak adilan terdapat di Indonesia, termasuk di
Aceh di masa Orde Baru Suharto? Dan apakah jalan keluar dari ketidak adilan
itu, masing-masing daerah, atau kelompok harus melepaskan diri dari Republik
Indonesia? Atau sebaliknya harus berjuang untuk tegaknya keadilan bagi semua
di tanah tumpah darah Indonesia ini?
        Untuk menjawab pertanyaan tsb, marilah kita menoleh ke belakangan
sejenak, sehingga terdapat ketidak adilan di bumi Indonesia.

SUHARTO DENGAN POLITIK DOSOMUKONYA
        Kezaliman atau ketidak adilan terdapat di bumi Indonesia, terutama
ketika Orde Baru Suharto berkuasa, ialah karena Suharto menjalankan "politik
dosomako" seperti yang dikatakan Soebadio Sastrosatomo (alm) melalui
renungannya di Gunung Lawu. Politik dosomukonya itu telah menyengsarakan rakyat.
        Politik Dosomuko Orde Baru Suharto ini lahir dari apa yang dinamakan
Konsensus Nasional. Konsensus nasional itu sebenarnya bukan konsensus. Ia
membunuh demokrasi kedaulatan rakyat dipasung. Jejak saat itu yang ada
hanyalah paksaan dan rekayasa.
        Dosomuko ialah satu tubuh, banyak wajah, tapi tampilan
keseluruhannya adalah kejahatan.
        Politik dosomuko ialah kekuasaan sepenuhnya berada dalam satu
tangan. Tidak ada pembagian peran. Kekuasaan politik dijalankan secara
mutlak, karena itu kekuasaan menjadi liar dan semena-mena. Agar terlihat ada
pembagian kekuasaan dan supaya dianggap demokratis, maka diciptakan sepuluh
wajah. Tetapi pada dasarnya pemilik kekuasaan itu hanya satu tubuh.
        Sistem politik Dosomuko yang dibangun penguasa Dosomuko memiliki
sepuluh wajah, yaitu:
1. Kedaulatan rakyat dirampas
2. Pancasila dijadikan tameng kekuasaan
3. Hukum dikangkangi
4. Parpol dan Serikat Buruh dipasung
5. Parlemen dikebiri
6. Pers dimandulkan
7. Ekonomi berwajah Nepotisme-Monopoli-Korupsi-Kolusi
8. Pendidikan dijinakkan
9. Kebudayaan diseragamkan
lO.Nilai-nilai kemanusiaan di injak-injak.

        Mengenai wajah Dosomuko yang ke-10 ini ditunjukkannya di Tanjung
Priok, di Lampung, Aceh, Timor Timur, Timika (Irian Jaya), Sampang (Madura).
Di sana Dosomuko telah menginjak-injak nilai-nilai kemanusiaan. Jadi, benar
seperti yang dikemukakan Ulil Abshar, bahwa yang dizalimi atau yang
diperlakukan tidak adil oleh Orde Baru Suharto, bukan hanya rakyat Aceh,
tetapi juga rakyat-rakyat dari daerah lain. Yang dinjak-injak oleh Suharto
dengan Orde Barunya bukan hanya nilai-nilai kemanusiaan, tetapi juga
meliputi hak-hak demokrasi dan kebebasan rakyat.
        Suharto dengan Orde Barunya telah menempatkan dirinya sebagai
penjajah atau penindas bangsa sendiri. Dalam soal menindas dan menjajahnya,
sama saja Orde Baru Suharto dengan penjajah Belanda dan pendudukan Jepang di
Indonesia.

BERSATU TEGUH, BERCERAI RUBUH
        Para pejuang kemerdekaan Indonesia di kala menghadapi penjajah
Belanda, senantiasa tampil dengan alasan yang sangat terkenal, yaitu "
bersatu teguh, bercerai rubuh ". Slogan tsb ditampilkan untek melawan
politik devide et impera (pecah belah dan kuasai) dari penjajah Belanda.
Devide et impera yang dilakukan penjajah Selanda tsb meliputi semua bidang:
suku diadu dengan suku, agama diadu dengan agama, dsb. Sumpah Pemuda 28
Oktober: berbangsa satu bangsa Indonesia, berbaha satu bahasa Indonesia.
Lagu Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan rakyat Indonesia. Sumpah Pemuda
tsb mendukung sepenuhnya slogan bersatu teguh, bercerai rubuh. Dengan
persatuan yang teguh, melalui menundukkan kepentingan suku dan golongan
untuk kepentingan Indonesia Merdeka, maka akhirnya tercapailah Indonesia
Merdeka.
        Akan demikian jugalah dengan perjuangan untuk menegakkan keadilan
dan melawan kezaliman yang masih terdapat di bumi Indonesia ini. Ia tak akan
bisa dimenangkan jika rakyat-rakyat yang dizalimi dari semua suku bangsa dan
agama tidak bersatu, bercerai berai, atau hanya mementingkan suku atau
kelompok sendiri.
        Tuntutan referendum dari sementara rakyat Aceh jelas tuntutan
semacam itu memecah persatuan dalam perjuangan melawan kezaliman atau
menegakkan keadilan di bumi Indonesia. Semestinya, seperti di masa
perjuangan untuk mencapai Indonesia Merdeka, semua bersatu, maka dalam
perjuangan untuk menegakkan keadilan di bumi Indonesia juga semua harus
bersatu, jangan berpecah belah.
        Hanya suku yang sangat egois, yang hanya mementinskan sukunya saja,
yang akan menuntut lepas dati RI karena merasa mereka diperlakukan tidak
adil. Padahal yang dizalimi dan yang diperlakukan tidak adil itu bukan hanya
sukunya, tetapi juga suku-suku lain, kelompok-kelompok lain. Bagi yang hanya
mementingkan suku dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar, yaitu
bangsa secara keseluruhan, tidak tertutup kemungkinan bila suku itu merdeka,
mereka juga akan melakukan kezaliman terhadap sementara warganya yang
menolak tuntutan referendum yang mereka ajukan. Juga tidak ada jaminan
mereka tidak akan melakukan penindasan terhadap sementara sukunya, seperti
Suharto yang bangsa Indonesia dan Islam melakukan penindasan terhadap bagian
terbesar bangsa dan seagama dengan dirinya.
        Perjuangan untuk melawan kezaliman, perjuangan untuk menegakkan
keadilan dibenarkan oleh ajaran agama Islam Surat Ar Ratdu ayat 11
mengatakan sesungguhnya tuhan tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum,
kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya. Begitu juga surat An Nisa ayat 75
membolehkan berperang untuk membela orang-orang yang teraniaya atau dizalimi.

KESIMPULAN
        Jelas kiranya bahwa untuk menegakkan keadilan, melawan kezalimant
perlu di galang persatuan dari semua yang baik dari kelompok Agama atau suku
apapun jua. Bersatu teguh, bercerai rubuh. Tuntutan referendum untuk lepas
dari RI, akan disambut gembira oleh sipenzalim, karena itu akan memperlemah
kekuatan yang dizalimi dalam menegakkan keadilan.
        Tuntutan tegaknya keadilan di bumi Indonesia, bukan hanya untuk satu
suku atau kelompok tertentu, tetapi bagi semua. Adalah tidak adil, jika
keadilan itu hanya selaku bagi diri atau kelompoknya saja. Keadilan yang
adil, ialah keadilan bagi semua, dengan tidak dibedakan karena suku atau
agamanya.***

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 5 Jan 2000 jam 21:26:04 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke