http://www.suaramerdeka.com/harian/0407/16/opi03.htm

Menyikapi Hal yang Dianggap Benar
Oleh: Hatim Gazali 

SETIAP agama mengandung dua unsur penting; -dalam
istilah Prof. Dr. Amin Abdullah-yakni normativitas dan
historitas. Secara normatif, agama berisi doktrin,
ajaran yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Karenanya,
ia "sunyi" dari intervensi manusia dan kebenarannya
bersifat universal. 

Tujuan penurunan agama adalah untuk dijadikan sebagai
mediasi menuju Tuhan (hablun min Allah)dan membangun
hubungan baik dengan sesamanya (hablun min al-nas). 

Robert N. Bellah menegaskan, agama diturunkan sebagai
instrumen ilahiah untuk memahami dunia (2000). Ia
turunkan sebagai way of life, untuk memanusiakan
manusia dan sebagai problem solver atas segala
persoalan yang dihadapi manusia.

Jadi agama, mempunyai dua fungsi dan makna yang harus
dilaksanakan secara sejajar, yakni makna
transendental, sakral dan makna imanental, profan.

Namun secara historis, agama penuh dengan campur
tangan manusia. Sebab, agama tidak diturunkan dalam
ruang hampa. Ia diturunkan dalam aneka spektrum
historis-budaya tertentu, sehingga manusia mengambil
bagian penting dalam agama. Sebab agama diturunkan
hanya untuk manusia, yakni kemaslahatan manusia. 

Peradaban, politik, sosial juga turut membentuk
lahirnya agama tersebut. Islam senantiasa bergumul
dalam realitas objektif yang menyejarah, ikut mewarnai
dan membentuk kebudayaan manusia. Dalam bahasa
antropolog Clifford Geertz, agama bukanlah sesuatu
yang otonom. Misalnya, Islam turun di Jazirah Arab
yang sangat kompleks dari peradaban manusia. Di Arab
ada pelbagai macam suku, agama, ras yang saling
mempengaruhi dan dipengaruhi. Maka ajaran agama sangat
terikat dengan kondisi dan situasi sosial setempat,
bersifat temporal-partikular. Sebab agama dengan
budaya setempat berdialektika secara terus-menerus. 

Islam yang ada di Arab tentu akan berbeda (misalnya
dari aspek-aspek hukumnya) dengan Islam yang ada di
Indonesia. Maka kebenaran agama dalam optik historitas
bersifat partikular. 

Dalam memahami suatu agama, kedua aspek penting dari
agama ini selayaknya dibedakan, bukan dipisahkan.
Sebab, hubungan antara keduanya ibaratnya sebuah koin
(mata uang) dengan dua permukaan. Kedua permukaan koin
ini tidak bisa dipisahkan, namun bisa dibedakan. Kedua
aspek tersebut bukanlah dua entitas yang berdiri
sendiri dan saling berhadap-hadapan, tetapi keduanya
terajut dalam satu kesatuan, sehingga kedua aspek
darinya tidak bisa dibuat tegang. Karena itulah,
mengabaikan salah satu aspeknya berarti kita terjebak
dalam salah satu ekstrem tertentu. Akibatnya,
pemahaman tentang Islam tidak komprehensip, dan
sepotong-sepotong. 

Kemudian, Islam sebagai hasil konstruksi budaya lokal
yang bersifat historis juga harus ditafsirkan dalam
konteks sosial dimana Islam turun. Begitupula dengan
teks agama. Alquran adalah gagasan Tuhan yang
diterjemahkan oleh Muhammad dalam bahasa manusia
sebagai respon terhadap lokalitas yang mengitarinya
saat itu tidaklah untoucable. Karena itulah tafsir
terhadap Islam mesti beragam sesuai dengan sejauhmana
Islam dipahami. Kesemua tafsir tersebut adalah absah
dan bisa diterima manakala dikontekstualisasikan
dengan realitas sosial yang berada di sekitarnya.

Begitu pula yang terjadi dengan pemikiran keagamaan
yang belakang ini terlihat kontroversial. Islam
Liberal tidak akan menemukan konsensus bersama dalam
memahami Islam dengan kalangan fundamentalis 

Islam Fundamentalis akan meyakini dirinya yang benar
sementara Islam Liberal adalah salah sama sekali,
sehingga memerangi terhadapnya adalah salah satu
bentuk ekspresi pelaksanaan ajaran agamanya, jihad
(holy war). 

Pesan Perdamaian

Jika kedua ekstrem gerakan keagamaan di Indonesia ini
sama-sama memperhatikan kedua aspek di atas, maka
menghakimi orang lain dapat dihindari. Memang, Islam
secara normatif mengajarkan perdamaian, kerukunan.
Namun ketika pesan tersebut diterjemahkan dalam
realitas sosial yang beragam, maka ia bersifat
historis-sosiologis. Meski secara normatif Islam
mengajarkan perdamaian dan antikekerasan, dalam
realitasnya agama mudah sekali dijalankan dan
dipraktikkan dengan cara-cara yang angker, sangar, dan
menyeramkan. 

Pesan perdamaian dalam Islam berbeda maknanya dalam
realitas sosial antara Islam liberal dengan Islam
fundamentalis. Islam Liberal merujuk kepada subtansi
dari doktrin agama -atau meminjam istilahnya
Al-Syatiby adalah Maqashid al-Syariah-sekaligus kurang
memperdulikan teks agama (non-literal), sementara
Islam fundamentalis lebih menekankan pada makna
tekstual dari agama, bukan pada subtansi. Akibatnya
dalam memahami pesan agamanya tidak menemukan titik
persamaan.

Islam Liberal memaknai agamanya sesuai dengan
paradigma (manhaj) yang dibangunnnya. Begitu pula
dengan Islam fundamentalis. Dua paradigma antara
tekstual dan kontekstual di atas akan semakin nampak
manakala diterjemahkan pada tingkat praksis. Kalangan
fundamentalis menyakini agama melalui seruan jihadnya
dengan pedang, bom atau senjata yang siap dihunuskan
kepada musuh-musuhnya. Kekerasan baginya merupakan
jalan satu-satunya untuk melawan kalangan tertentu
yang dianggap musuh. Sementara Islam liberal (atau
Islam subtantif) memaknai agamanya penuh dengan
kesantunan, dan pesan perdamaian dan anti kekerasan,
sehingga segala bentuk kekerasan dianggap menyalahi
agamanya. Maka, konfrontasi antara dua aliran
keagamaan ini tidak terbendung lagi. 

Sebenarnya, dua pola pemikiran keagamaan di atas dalam
studi pemikiran Islam, bukanlah hal baru. Sejak
awal-awal pertumbuhan Islam, dua paradigma tersebut
muncul sebagai upaya memahami kehendak Tuhan.
Munculnya aliran dalam teologi Islam, madzhab-madzhab
dalam fikih bisa dijadikan referensi bahwa Islam
ketika menyejarah kebenarannya bersifat partikular
dang sangat historis. 

Bahkan perbedaan pandangan dalam memahami pesan Tuhan
sudah terjadi sejak masa Muhammad. Namun perbedaan itu
bisa diminimalisir, karena Muhammad merupakan pemegang
otoritas dalam memahami ide Tuhan. Sikap Muhammad
ketika menghadapi perbedaan itu sangat toleran dan
inklusif. 

Pertanyaannya, bagaimana kita menyikapi dua arus
pemikiran di atas ? Apakah kita hendak mengikuti salah
satunya atau justru kita ke luar dari salah satu
paradigma pemikiran di atas. Atau perlukah memunculkan
aliran baru yang bisa mempertemukan dan mengadili dua
paradiga tersebut, sehingga pandangan-pandangan
kontroversial tidak lagi bercokol di muka bumi ini ?. 

Maka untuk menyikapinya dua paradigma berfikir diatas
(manhaj al-fikr), kita patut menyegarkan kembali
ingatan kita pada ungkapan ulama salaf "ra'yuna shawab
yahtamilu al-khatha', wa ra'yukum khatha' yahtamilu
al-shawab" [Pendapat kami adalah benar, tapi mempunyai
potensi untuk salah dan pendapat Anda salah, tapi
mengandung kemungkinan untuk benar]. 

Jadi, potensi benar sama dengan potensi untuk salah
baik pada Islam liberal ataupun Islam fundamentalis.
Islam Fundamental tidak selamanya salah dan keras, dan
islam liberal tidak seterusnya benar. Kedunya Karena
itulah dua paradigma pemikiran keagamaan di atas harus
didudukkan secara sejajar. Islam liberal tidak
diposisikan sebagai paradigma yang lebih unggul, dan
begitu pula sebaliknya, Islam fundamental tidak
berarti lebih superior dari Islam liberal. 

Seharusnya, munculnya perbedaan (ikhtilaf) pandangan
patut disambut dengan baik dan arif, bukan memaki
salah satunya. Sebab, adanya keragaman pemikiran
merupakan bukti bahwa Islam (Islam yang saya maksud
adalah Islam in mind yang menyejarah, bukan Islam
sebagi teks) sangat bermacam-macam tergantung orang
yang memahaminya. Jika arif dalam memandang adanya
kepelbagaian pandangan, maka tidak akan mengklaim
salah satu diantaranya sebagai kebenaran mutlak. 

Karl. Popper dengan teori falsifikasinya mengatakan,
kebenaran baru dianggap benar manakala ada celah untuk
menyalahkannya. Sebab menyalahkan salah satunya
merupakan bentuk dari sikap ekstrem. 

Perbedaan pemahaman itu adalah wajar, sejauh tidak
saling menyalahkan antara yang satu dengan lainnya,
membenarkan hanya pendapatnya yang benar serta tidak
bertindak anarkis dan destruktif. Ketika perbedaan
tersebut berakibat pada pengrusakan, pengeboman,
pembakaran dan kekerasan lainnya, di saat itupula
kekerasan atas nama agama semakin menjadi-besar. 

Kekerasan akan dibalas dengan kekerasan pula, begitu
seterusnya, dimana kekerasan setelahnya akan lebih
dahsyat dari yang sebelumnya. Mendikotomikan dua
kerangka berfikir di atas untuk mencari-cari pada
siapa kebenaran berpihak, adalah merupakan pekerjaan
yang sia-sia dan semakin memperparah perdebatan di
antara kedua kubu aliran di atas. 

Ketidakarifan dalam memandang dua pola pemikiran
keagamaan di atas, tidak saja berakibat pada
pertentangan, adu argumentasi, adu kebenaran, tapi
seringkali berujung pada pertengkaran fisik,
pembunuhan. (18)

-Hatim Gazali Peneliti di Community for Religion and
Social engineering Yogyakarta



                
_______________________________
Do you Yahoo!?
Declare Yourself - Register online to vote today!
http://vote.yahoo.com


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke