>
>  *Harga Kejujuran*
>
> Seseorang pernah datang kepada Kiai Anwar, Pemalang, dan bertanya, "Kiai,
> setahun lalu saya menemukan uang Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) di
> tepi jalan. Sudah saya umumkan kemana-mana, tetapi tidak ada seorang pun
> yang mengaku sebagai pemiliknya. Apakah yang mesti saya lakukan terhadap
> uang itu?"
>
> Kiai Anwar terkesan sekali oleh ucapan orang itu sebab ia tahu bahwa orang
> itu sungguh miskin dan pekerjaannya hanya menarikbecak yang pendapatannya
> amat kecil. Maka Kiai Anwar menjawab, "Pakailah uang itu untuk membelanjai
> keluargamu. Hukumnya sudah halal. Itu merupakan rezeki Tuhan bagimu." Orang
> itu termenung sejenak, lantas menjawab; "Maaf, Kiai. Rasanya saya tidak
> sampai hati memakan uang ini sementara pemiliknya mungkin sangat berduka
> karena kehilangan."
>
> "Kalau begitu, belanjakanlah di jalan Allah, misalnya untuk fakir miskin
> dan anak-anak yatim," ujar Kiai. Akhirnya uang tersebut dlserahkan kepada
> Kiai supaya dia saja yang membagikannya kepada mereka yang berhak
> menerlmanya. Imam Hambali juga pernah dikunjungi seorang wanita salihah yang
> mengadu: "Seperti Tuan ketahui, saya adalah ibu rumah tangga yang sudah lama
> ditinggal mati suami. Saya sangat miskin sehingga untuk menghidupi anak-anak
> saya, di malam hari saya merajut benang sebab siang harinya saya pergunakan
> untuk mengurus yang lain-lainya. Karena saya tidak mampu membeli lampu,
> pekerjaan itu saya lakukan kalau sedang terang bulan."
>
> Imam Hambali mengangguk-angguk penuh rasa kasihan. Ia adalah seorang ulama
> kaya yang dermawan . Sudah tergerak hatinya hendak memberi sedekah kepada
> wanita itu, namun segera diurungkannya dulu karena wanita itu keburu
> melanjutkan pengaduannya. "Pada suatu ketika, ada kafilah milik pemerintah
> berkemah di depan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat
> banyak dan sinarnya terang-benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya
> merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu. Tetapi sesudah
> selesai, saya bimbang, apakah hasilnya kalau saya jual, boleh saya makan?
> Sebab saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya
> dibeli dengan uang negara, dan tentu saja tidak lain adalah uang rakyat."
>
> Imam Hambali terpesona oleh kemuliaan wanita itu yang begitu jujurnya di
> tengah masyarakat serba bobrok dan kebanyakan hanya memikirkan kesenangannya
> tanpa peduli apakah halal atau haram. Padahal jelas, wanita itu sengsara dan
> amat melarat. Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam Hambali bertanya,
> "Siapakah engkau ini sebenarnya?" Dengan suara serak akibat penderitaannva
> yang berkepanjangan wanita itu mengaku, "Saya adalah adik perempuan Basyar
> al-Hafi, yarhamuhullah." Imam Hambali makin terkejut. Basyar al-Hafi adalah
> gubernur yang sangat adil dan dihormati rakyat semasa hidupnya. Rupanya
> pangkat tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan sanak
> familinya sampai adik kandungnya pun tetap hidup dalam keadaan miskin.
>
> Dengan berat Imam Hambali menjawab, "Pada masa ini, ketika orang lain sibuk
> memupuk kekayaan, kalau perlu dengan menggerogoti uang negara dan membebani
> rakyat jelata, ternyata masih ada seseorang;wanita terhormat seperti engkau.
> Sungguh, sehelai rambut engkau yang terurai dari jilbab engkau jauh lebih
> mulia dibandingkan dengan berlapis-lapis serban yang kupakai dan
> berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama. Demi Allah, untuk wanita
> semulia engkau, hasil rajutan itu haram kaumakan meskipun sebenarnya bagi
> kamu, tidak apa-apa sebab yang kaulakukan itu tidak merugikan perbendaharaan
> negara."
>
> Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz ada seorang perampok besar
> tertangkap dan diadili di depan hakim. Ketika hukuman sudah dijatuhkap,
> perampok itu minta menghadap Khalifah. Mula-mula seluruh petugas
> berkeberatan, tetapi atas perkenan Khalifah, perampok itu diberi waktu untuk
> bertemu muka dengap pemimpin negara yang terkenal jujur dan adil itu , "Ada
> perlu apa lagi, hai perampok nista? Bukankah engkau sudah terbukti bersalah
> dan sudah dijatuhi hukuman setara adil?" hardik Khalifah. Perampok itu
> menjawab, "Betul, Tuan. Hukuman sudah dijatuhkan dan keadilan telah
> ditegakkan sesuai dengan kesalahan saya.
>
> Namun, keadilan Itu baru berdiri di atas satu kaki dan belum sempurna."
> "Apa maksud engkau?" ."Dari sisi hukum yang kelihatan, memang saya harus
> dipenjarakan. Tetapi, dari sisi kebenaran, orang-orang yang saya rampok
> harus digantung," sanggah sang perampok. "Coba jelaskan perkataan engkau,"
> dengus Khalifah yang tidak suka berbaik-balk dengan kejahatan. "Saya hanya
> mencuri harta para pejabat negara yang kekayaannya melebihi jumlah gaji yang
> diberikan oleh peroerintah. Kalau tidak percaya, silahkan hitung gaji mereka
> dibandingkan dengan kemewahan yang mereka nikmati."
>
> Khalifah tercenung. Ia mamerintahkan para petugasnya untuk menyelidiki
> kekayaan orang-orang berpangkat, yang uangnya diambil perampok tersebut.
> Ternyata betul. Harta mereka tidak sepadan dengan pendapatan yang sah.
> Berarti mereka telah melakukan korupsi atau kejahatan lainnya, dan pasti
> merugikan rakyat. Maka perampok itu dihadapkan kembali di Istananya. Lalu
> Khalifah berkata, "Memang betut tuduhan engkau itu. Pembesar-pembesarku
> telah berbuat curang. Mereka telah dijebloskan ke dalam sel sehingga engkau
> sekarang bebas dari hukuman."
>
> Perampok itu anehnya malah menolak. "Tidak. Saya tetap minta dihukum."
> Khalifah heran dan mendesak, "Mengapa?" "Sebab saya telah mencuri waktu Tuan
> untuk kepentingan pribadi saya. Padahal, selaku Khalifah, waktu Tuan adalah
> untuk kepentingan negara, kecuali di luar masa tugas Tuan." Mendengar
> jawaban tersebut, Khalifah kian terpesona oleh kepribadian perampok yang
> jujur itu. Maka segera diturutilah tuntutannya, dan perampok itu dibui
> beberapa minggu. Setelah bebas, ia malahan diangkat menjadi tangan kanan
> Khalifah. Kepadanya dipercayakan urusan mengawasi penyelewengan yang mungkin
> dilakukan oleh para menterinya.
>
>  "Yang sedang prihatin akan nilai-nilai kejujuran & keikhlasan"
> *HENDRY RISJAWAN*
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke