Menjadwal utang IMF? No! Ada wacana yang menggelisahkan kita hari-hari ini, utamanya soal pengelolaan utang dari Dana Moneter Internasional (IMF). Semula berkembang ide mempercepat pelunasan utang IMF yang saat ini posisinya masih sekitar US$7,8 miliar. Tetapi wacana itu cepat sekali tenggelam, berganti haluan dengan ide menjadwalkan pembayaran utang dari lembaga internasional tersebut.
Adalah Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, yang membungkus gagasan penjadwalan utang IMF itu, setelah sebelumnya beredar wacana mengenai percepatan pembayaran pinjaman tersebut. Pembalikan gagasan yang begitu cepat itu tidak lepas dari pandangan sejumlah pejabat lainnya, baik yang pro maupun kontra. Ada pejabat yang mengatakan percepatan pembayaran utang IMF saat ini terlalu prematur. Alasannya, rencana semacam itu, jika diwujudkan akan menguras cadangan devisa. Menneg PPN/Kepala Bappenas tampaknya menyahuti argumentasi semacam itu, sehingga mengusung ide lainnya, meminta keringanan cicilan bunga dan penjadwalan kembali pembayaran pinjaman IMF. Paskah juga berargumen bahwa percepatan pelunasan utang kepada IMF hanya layak dilakukan jika cadangan devisa melebihi US$40 miliar. Padahal, posisi cadangan devisa Indonesia saat ini cuma sekitar US$36 miliar. Tetapi tidak jelas benar hitung-hitungan ekonomi di balik penyebutan angka-angka tersebut. Ada hitungan lain yang jelas: jika utang tersebut dijadwalkan, cadangan devisa terus-menerus terpakai untuk membayar bunga yang tidak ringan. Menurut catatan resmi IMF, Indonesia tahun ini saja harus membayar utang pokok senilai SDR1,015 miliar (sekitar US$1,4 miliar) dan bunga SDR238,14 juta (sekitar US$334 juta). Tahun depan, utang yang harus dibayar negeri ini kurang lebih angkanya sama. Ini berarti jika utang itu dijadwalkan, akan terus-menerus menjadi beban neraca pembayaran kita. Yang lebih penting, kita agaknya menjadi bangsa yang cepat lupa, bahwa beberapa tahun lalu pernah menggebu-gebu ingin segera lepas dari IMF. Satu-satunya cara melepaskan diri dari dekapan IMF adalah melunasi utang lebih cepat dari jadwalnya. Dalam konteks tersebut, ide mempercepat pembayaran utang tidak perlu dipandang sebagai gagasan yang keluar dari rel yang benar. Percepatan pelunasan utang justru perlu direalisasikan untuk membersihkan neraca pembayaran Indonesia dari beban bunga yang harus masuk kantong lembaga ekonomi superpower itu. Lupakan argumentasi bahwa hal itu akan menguras cadangan devisa. Ini karena cadangan devisa kita saat ini sejatinya artifisial, lantaran sebagian isinya adalah utang dari IMF. Argentina dan Brasil, misalnya, melunasi utang IMF lebih cepat dari jadwal, sehingga terbebas dari belenggu lembaga itu. Akibatnya, IMF kelimpungan karena pendapatan bunganya melorot drastis sehingga terancam defisit operasional. Lepas dari utang IMF berarti independensi dalam menentukan kebijakan yang sesungguhnya. Dibungkus dalam kerangka post-programme monitoring, post-programme dialogue atau apapun bajunya, pinjaman dari IMF tetaplah memiliki implikasi kebijakan, baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Dalam konteks itulah, tidak ada gunanya menjadwalkan utang. Ini berarti kita sengaja memperlama 'ikatan' dengan IMF. Pengalaman telah mengajarkan bahwa berada dalam dekapan lembaga itu bukanlah situasi yang nyaman dan menyenangkan, bahkan kerap menakutkan. Dan karenanya, penjadwalan utang sepantasnya kita tentang! http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A12&cdate=02-MAR-2006&inw_id=422771 Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/