Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuhu

Bagaimana persfektif politik orang minang ?
Saya  tidak  tahu  apakah topik ini akan menarik atau tidak , tapi ini
suatu  topik politik yang sedang menghangat yaitu pemilihan
gubernur   DKI   dimana   orang-orang  minang  berwarga  DKI  terlibat
didalamnya sebagai pemilih.


Politik juga merupakan bagian dari budaya minang, tentunya bukan suatu
barang   yang  haram  untuk  dibicarakan,  termasuk  juga  dalam  satu
keluarga. Wajar-wajar saja apabila sampai terjadi perbedaan karena memang
perbedaan  sesuatu  yang  tidak  dapat dihindarkan (rambut sama hitam,
pendapat  bisa  berbeda),yang  perlu  dimiliki adalah sikap kedewasaan
dalam  menerima  perbedaan,  dan hal ini sangat penting sebagai syarat
kebersamaan dalam suatu komunitas.

Secara historis orang-orang minang terkenal kepiawaiannya dalam
berpolitik dan menaganalisa masalah perpolitikan.

Dalam ABS-SBK juga belum diatur tentang perlunya sikap kesatuan politik bagi
warga minang dan menurut saya tidak perlu diatur, diserahkan saja
kepada pilihan masing-masing.

Seperti halnya dengan pertandingan sepakbola masing-masing
memiliki 'jagonya' sendiri dan akan membela atau mensupport kubu
masing-masing.

Dengan  terlepasnya  cawagub  dari  putera  minang  -  dalam  hal  ini
akan mendorong  orang  minang  untuk lebih bersikap obyektif terhadap cagub
DKI  dan melepaskan diri dari sikap sentimen etnis - maka kepada calon
siapakah orang minang akan memberikan suara ?

Ini tulisan Wimar Witoelar yang saya ambil dari
http://www.perspektif.net/indonesian/article.php?article_id=644   dan
dimuat juga di koran Sindo.

--------------
Tiga Kandidat dengan Tiga Problem Berbeda
Koran Sindo
30 April 2007
Oleh Wimar Witoelar

Akhirnya  pemilihan  Gubernur DKI mengerucut pada tiga calon, walaupun
belum  resmi  sampai saat nama-nama diajukan kepada KPUD. Tapi sebagai
bahan  pertimbangan,  sudah  90%  pasti  bahwa ketiga calon itu adalah
Adang  Daradjatun,  Fauzi Bowo dan Sarwono Kusumaatmadja. Karena untuk
pertama  kalinya  penduduk Jakarta akan memilih Gubernur mereka secara
langsung,  bagus juga kalau kita bisa membedakan tiga calon itu, sebab
memang  beda.  Saya  tidak setuju dengan orang skeptis yang mengatakan
bahwa  memilih  itu  percuma,  karena  yang diumbar hanya janji-janji.
Dimana-manapun,   apakah  di  Perancis,  di  Amerika  Serikat  dan  di
Australia,  kampanye  memang  ajang  janji.  Kita tidak perlu komplain
karena  kita  juga  yang  bisa  menyisihkan  kandidat yang tidak tulus
janjinya, dan kita bisa memilih orang yang lebih bisa dipercaya.

Pilihan  orang  pasti  harus  subyektif,  jadi  kalau  kita  bukan tim
kampanye, lebih baik kita mengenal ketiga calon daripada mempromosikan
salah  satu.  Yang  paling  mudah adalah melihat apa problem yang akan
dibawa  masing-masing  calon  kedalam kampanye sampai saat orang masuk
kotak  suara. Tidak perlu penekanan terlalu jauh kepada 'visi misi dan
program', sebab justru kalau tidak senang mendengar janji, dalam 'visi
misi  dan  program'  itulah  janji  akan  muncul.  Pernyataan kandidat
mengenai point substansi penting, bukan untuk ditangkap sebagai janji,
tapi  untuk  kelihatan  keberpihakan kandidat kalau ditanya issue yang
membutuhkan sikap.

Apa perbedaan Adang Daradjatun, Sarwono Kusumaatmadja, dan Fauzi Bowo?

Misalnya   Adang  Daradjatun  ditanya  dalam  'Gubernur  Kita',  acara
televisi tiap Kamis malam di JakTV:


WW:  Karena  anda  dicalonkan  oleh sebuah partai yang bermoral tinggi
atau  diyakini  sebagai  partai yang mempunyai nilai moral, saya ingin
tanya  apa  anda  akan  mendukung penutupan tempat-tempat hiburan yang
tidak halal walaupun itu mendatangkan penghasilan bagi daerah?

Adang Daradjatun: Pasti saya tidak tutup!
WW: Tidak akan tutup?
Adang Daradjatun: Pasti tidak!
WW: Partai juga setuju tidak ditutup?
Adang Daradjatun: Setuju tidak ditutup.

Percakapan ini otentik, bahkan bisa dilihat dengan mudah melalui video
clip agar tidak ada keraguan.

Kandidat  Sarwono  tidak  ditanya  soal tempat hiburan sebab tidak ada
gelagat dia akan menutupnya. Sarwono ditanya soal korupsi:


WW:  Persepsi  di  Jakarta  adalah bahwa segala macam masalah, seperti
banjir,  dasarnya  adalah korupsi dan kekuasaan yang tidak terkendali.
Bahwa kantor Gubernur Jakarta banyak memberi tekanan kepada pengusaha,
kepada  media,  kepada  televisi.  Anda  orang  santun dan bukan orang
keras,  apakah  anda  merasa  kalau  Bapak  jadi Gubernur bisa membuat
pemerintah DKI itu tidak korup dan tidak menekan?

Sarwono Kusumaatmadja : Saya kira bisa dan..
WW: Ya bisa, bagaimana caranya?!

Sarwono  Kusumaatmadja:  Pertama kita mulai dari diri sendiri lah. Dan
pengalaman  saya,  birokrasi  itu  sangat  menghiraukan  teladan  dari
pemimpinnya.  Kalau  yang di atas itu beres, ke bawah beresnya relatif
cepat.

Percakapan inipun dilaporkan dalam teks dan bisa dilihat dalam rekaman
video.

Tidak  ada  maksud  tulisan  ini  untuk  menilai  kandidat  mana  yang
jawabannya  bagus  dan  mana  yang  jelek. Kami menulis, anda menilai.
Sayang  sekali  bahan  dari  kandidat  Fauzi Bowo belum ada karena dia
belum  muncul  di  Gubernur Kita. Konon kabarnya dia cepat marah kalau
ditanya  yang  susah,  tapi kita harus lihat sendiri, mungkin saja itu
propaganda lawan.

Yang  ingin kita lihat adalah problem yang menjadi beban awal kandidat
Gubernur  memasuki  kampanye  tahap  publik.  Banyak orang yang piawai
dalam  lobby  partai dan membuat deal dengan kelompok masyarakat, tapi
untuk  pertama  kalinya,  pemilihan Gubernur DKI akan dilakukan dengan
cara  langsung. Jadi terserah apa yang sudah dipersiapkan dalam partai
dan  dalam  negosiasi  kelompok, tapi pada waktu memasukkan pilihannya
kedalam  kotak  suara,  pemilih  akan  mengikuti kata hatinya, mungkin
sesuai rasio mungkin juga tidak.

Problem  Kandidat  Adang Daradjatun adalah karena dicalonkan PKS, maka
dia  harus  memilih  antara  konsisten  dengan ideologi PKS yang tidak
senang  tempat  hiburan  yang  tidak halal, atau selera orang biasa di
DKI,  yang tidak senang pilihan orang ditentukan aliran tertentu. Bisa
saja Adang disenangi pemilih umum tapi tidak disenangi warga PKS, atau
sebaliknya.  Untung  wakil  kandidat  adalah Dani Anwar yang   berbeda
dengan  Adang  memang tokoh PKS, jadi dia yang bisa 'menyambung' sikap
Adang dengan sikap partai. Akan menarik untuk melihat, akhirnya kemana
condongnya kampanye Adang.


Problem  Kandidat  Sarwono  Kusumaatmadja  bersumber  pada kekuatannya
sebagai  orang  yang  sangat  berpengalaman dalam politik. Pernah jadi
aktivis mahasiswa, anggota DPR, pimpinan partai, anggota kabinet empat
atau  lima  kali,  anggota DPD. Dia dikenal bersih dan jujur. Tapi dia
tidak dikenal pernah membasmi korupsi. Dengan tingkat korupsi DKI yang
endemik  dari atas sampai bawah, apakah dia akan mampu? Wakil kandidat
adalah  Jeffry  Geovanie  yang  sebaliknya dari Sarwono. Kalau Sarwono
paling  pengalaman  diantara  kandidat  Gubernur,  Jeffry paling tidak
berpengalaman  diantara  kandidat Wakil Gubernur. Kalau Sarwono sering
memenangkan  kampanye  termasuk kemenangan besar Golkar di tahun 1988,
Jeffry  dua  kali  kalah dalam dua kampanye, yaitu kampanye Amien Rais
for  President  dan  kampanye  Jeffry  Geovanie untuk Gubernur Sumatra
Barat.  Akan  menarik  untuk  melihat,  kemana  perkembangan  kekuatan
kandidat ini.


Problem  Kandidat  Fauzi Bowo adalah bahwa dia segan ditanyai di depan
umum.  Tidak  pernah  muncul di 'Gubernur Kita', sedangkan yang lain  
termasuk balon yang tersisih - sudah tampil secara sportif. Tapi tidak
bisa   disalahkan   juga   kalau   tim   Fauzi  Bowo  kurang  semangat
menampilkannya  di  televisi,  karena  ia  mudah kehilangan kesabaran.
Mungkin  perlu  konsultan  komunikasi  yang  lebih pandai. Beban Fauzi
adalah  berat.  Seperti Sarwono, kelemahan Fauzi ada pada kekuatannya.
Modal  dia  menjadi calon adalah pengalaman sebagai Wakil Gubernur DKI
dibawah  Sutiyoso.  Tapi  posisi  itu juga menjadi kelemahannya. Fauzi
Bowo  harus  menentukan  sikap. Apakah membela prestasi Sutiyoso, atau
melepaskan  diri  dari  tanggung  jawab mengenai korupsi dan kegagalan
pemerintah  DKI  dalam  mengatasi  banjir,  masalah  orang miskin, dan
kemacetan  lalulintas.  Problem  lain bagi Fauzi Bowo adalah bahwa dia
didukung  koalisi  yang begitu besar sampai calon Wakil Gubernur belum
bisa disepakati padahal pendaftaran KPUD tinggal beberapa hari.


Sungguh beban yang berat bagi Fauzi Bowo, sama dengan Adang Daradjatun
dan  Sarwono  Kusumaatmadja.  Tiga-tiganya  menghadapi problema berat,
walaupun berbeda.


Bahagialah  warga  DKI yang menikmati kemajuan demokrasi sehingga bisa
memilih  diantara  tiga  calon  berdasarkan  penampilan  mereka  dalam
sorotan  publik,  bukan  dibelakang billboard dan iklan televisi. Uang
milyardan  sudah  dihabiskan untuk propaganda, tapi kita yakin pendudk
DKI  tidak  akan terpengaruh oleh iklan, karena sudah tahu penderitaan
banjir,  kemacetan  jalan,  meningkatnya  kemiskinan kalau salah pilih
Gubernur.

*Tulisan ini dimuat di Koran Sindo 30 April 2007




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Tapi harus mendaftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount dengan 
email yang terdaftar di mailing list ini.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke