Assalamualaikum w.w. para sanak se palanta, Saya sungguh terkejut dengan posting dari sanak Arnoldison ini dan setuju dengan pandangan yangn disampaikan Dinda Ajoduta. Bagaimanapun, kemana kita pergi, paspor sebagai identitas diri harus dibawa, sebagaimana kita membawa KTP. Saya selalu membawanya kemanapun saya pergi. Begitu juga agar seluruh persyaratan hukum untuk perngiriman tenaga kerja kita ke sana harus dipenuhi benar-benar supaya tak ada alasan bagi polisi-polisi Malaysia itu untuk berbuat sewenang-wenang. Perlakuan polisi Malaysia kepada turis Indonesia yang begitu pahit, adalah merupakan tindakan teror dan karena itu melanggar hak asasi manusia, tidak bisa dibiarkan, dan harus diprotes oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan. Jika perlu, agar dijawab secara setimpal, dengan menganjurkan agar turis Indonesia tidak usah mengunjungi negara yang selama ini kita pandang sebagai negara sahabat dan serumpun itu.Lagi pula tak ada yang benar-benar aneh untuk kita lihat di sana. Sejak peristiwa diusirnya tenaga kerja ilegal kita -- yang memang merupakan hak mereka -- sikap negara Malaysia ini terhadap kita bukan main angkuhnya. Apalagi dengan kemenangan mereka di The International Court of Justice dalam perkara pulau Sipadan dan Ligitan, dan tidak berdayanya kita dalam menjawab tantangan kapal perang kecil mereka di laut Ambalat. Lebih dari itu, saya mendapat banyak laporan, betapa pengusaha kayu Malaysia di Kalimantan secara diam-diam menggusur patok perbatasan negara ke dalam wilayah kita, yang berarti merupakan suatu 'silent invasion'. yang tidak boleh dibiarkan. Untuk mencegah berulangnya pelecehan bangsa kita oleh negara jiran ini, mari kita perbaiki citra bangsa Indonesia ini secara sungguh-sungguh sehingga negara kecil seperti Malaysia itu lebih tahu diri. Menurut penglihatan saya syaratnya ada empat: lenyapkan korupsi, tegakkan hukum, majukan kemakmuran rakyat, dan perkuat angkatan perang kita. Wassalam, Saafroedin Bahar Arnoldison <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Sudah sepatutnya pemerintah mengevaluasi kembali kebijaksanaan melakukan pengiriman tenaga kerja asing, bila dinilai akan menyebabkan rendahnya martabat bangsa dihadapan negara bersangkutan. Banyaknya tenaga ilegal yang datang ke Malaysia terutama dari Indonesia berdampak pada pandangan terhadap tenaga kerja Indonesia menjadi rendah, adanya operasi-operasi terhadap imigran ilegal tersebut berakibat juga terhadap orang Indonesia yang bermukim disana dan juga orang-orang Indonesia yang menjadi wisatawan ke Malaysia. Sebutan 'indon' yang bernada sinisme melekat dan menempel sebagai bagian dari akibat telah rendahnya martabat anak bangsa di negara serumpun ini. Tapi juga merupakan bagian dari kesalahan terhadap orang-orang yang berkunjung ke negara lain tidak membawa identitas diri ketika melakukan perjalanan, saya rasa hal ini akan serupa dialami dimana saja berada kalau memang kebetulan situasi yang sama. Seperti halnya yang dialami oleh orang Indonesia yang bepergian ke Amerika yang dicurigai sebagai anggota teroris. Mungkin suatu tips yang baik untuk didengar adalah sebelum berkunjung ke suatu negara lain pelajari dulu situasi hubungan kedua negara tersebut, masalah-masalah yang berkembang diantara kedua negara, sehingga bisa mencegah hal-hal merugikan diri, seperti halnya di Malaysia karena memang sedang menghangat masalah tenaga ilegal Indonesia, maka patutlah dipertimbangkan untuk selalu membawa identitas diri, dan kalau tidak mau repot jug tunda saja untuk datang ke Malaysia setelah situasi memang betul betul 'bebas' untuk bepergian kesana. Wassalamau'laykum Arnoldison Thursday, August 30, 2007, 4:14:01 AM, you wrote: du> Dari milis sebelah, du> bukan bermaksud memanas2i, untuk sekedar tahu ajah... du> ---------- Forwarded message ---------- du> From: Satrio Arismunandar du> Date: Aug 29, 2007 5:35 PM du> Subject: Kekerasan pada WNI di Malaysia (hati-hati Promosi Wisata Malaysia!) du> (dari milis Pantau): du> ========================== du> Nama saya Budiman Bachtiar Harsa, 37 tahun, du> WNI asal Banten, karyawan di BUMN berkantor di du> Jakarta. du> Kasus pemukulan wasit Donald Peter di Malaysia, BUKAN du> kejadian pertama. Behubung sdr Donald adalah seorang du> "Tamu Negara" hingga kasusnya terexpose besar-besaran. du> Padahal kasus serupa sering menimpa WNI di Malaysia. du> BUKAN HANYA TKI Atau Pendatang Haram, tapi juga du> WISATAWAN. du> Tahun 2006, bulan Juni, saya dan keluarga (istri, 2 du> anak, adik ipar), pertama kalinya kami "melancong" ke du> Kuala Lumpur Malaysia. (Kami sudah pernah berwisata ke du> negara2 lain, sudah biasa dengan berbagai aturan du> imigrasi). du> Hari pertama dan kedua tour bersama Travel agent ke du> Genting Highland, berjalan lancar, kaluarga bahagia du> anak-anak gembira. du> Hari ketiga city tour di KL, juga berjalan normal. du> Malam harinya, kami mengunjungi KLCC yang ternyata du> sangat dekat dari Hotel Nikko, tempat kami menginap. du> Usai makan malam, berbelanja sedikit, adik ipar dan du> anak-anak saya pulang ke hotel karena kelelahan, du> menumpang shuttle service yang disediakan Nikko Hotel. du> Saya dan istri berniat berjalan-jalan, menikmati udara du> malam seperti yg biasa kami lakukan di Orchrad du> Singapore, toh kabarnya KL cukup aman. du> Mengambil jalan memutar, pukul 22.30, di dekat HSC du> medical, lapangan dengan view cukup bagus ke arah Twin du> Tower. du> Saat berjalan santai, tiba2 sebuah mobil Proton du> berhenti, 2 pria turun mendekati saya dan istri. du> Mereka tiba-tiba meminta identitas saya dan istri, du> saya balas bertanya apa mau mereka. Mereka bilang du> "Polis", memperlihatkan kartu sekilas, lalu saya du> jelaskan saya Turis, menginap di Nikko hotel. Mereka du> memaksa minta passport, yang TIDAK saya bawa. (Masak du> sih di negeri tetangga, sesama melayu, speak the same du> language, saya dan istri bisa berbahasa inggris, du> negara yg tak butuh visa, kita masih harus bawa du> passport?). Salah satu "polis" ini bicara dengan HT, du> entah apa yg mereka katakan dengan logat melayunya, du> sementara seorang rekannya tetap memaksa saya du> mengeluarkan identitas. Perliaku mereka mulai tak du> sopan dan Istri saya mulai ketakutan. Saya buka du> dompet, keluarkan KTP. Sambil melotot, dia tanya du> :"kerja ape kau disini?" saya melongo... kan turis, du> wisata. Ya jalan-jalan aja lah, gitu saya jawab. Pak du> polis membentak dan mendekatkan mukanya ke wajah saya: du> KAU KERJA APE? Punya Licence buat kerja? du> Wah kali dia pikir saya TKI ilegal. Saya coba tetap du> tenang, saya bilang saya bekerja di Jakarta, ke KL du> untuk wisata. Tiba-tiba salah satu dari mereka mencoba du> memegang tas istri, dan bilang: "mana kunci Hotel? du> "... wah celakanya kunci 2 kamar kami dibawa anak dan du> ipar saya yg pulang duluan ke hotel. du> Saya ajak mereka ke hotel yang tak jauh dari lokasi du> kami. Namun pak Polis malah makin marah, memegangi du> tangan saya, sambil bilang: Indon... dont lie to us. du> Saya kurung kalian... du> Jelas saya menolak dan mulai marah. Saya ajak mereka du> ke hotel Nikko, dan saya bilang akan tuntut mereka du> habis2an. sambil memegangi tangan saya, tuan polis du> meludah kesamping, dan bilang: kalian semua sama du> saja... du> Saat itu sebuah mobil polisi lainnya datang, pake logo du> polisi, seorang polisi berseragam mendekat. Di dadanya du> tertulis nama: Rasheed. du> Saya merapat ke pagar taman sambil memegang istri yang du> mulai menangis. Melawan 3 polis, tak mungkin. Mereka du> berbicara beritga, mirip berunding. Wah, apa polis du> malaysia juga sama aja, perlu mau nyari kesalahan du> orang ujung2nya merampok? du> Petugas berseragam lalu mendekati saya, meminta kami du> untuk tetap tenang. Saya bertanya, apa 2 orang preman du> melayu itu polisi, lalu polisi berseragam itu du> mengiyakan. Rupanya karena saya mempertanyakan du> dirinya, sang preman marah dan mendekati saya, du> mencengkram leher jaket saya, dan siap memukul, namun du> dicegah polisi berseragam. du> Polisi berseragam mengajak saya kembali ke Hotel untuk du> membuktikan identitas diri. saya langsung setuju, du> namun keberatan bila harus menumpang mobil polisi. du> Saya minta untuk tetap berjalan kaki menuju Nikko du> Hotel, dan mereka boleh mengiringi tapi tak boleh du> menyentuh kami. Akhirnya kami bersepakat, namun polisi du> preman yang sempat hampir memukul saya sempat berkata: du> if those indon run, just shoot them... katanya sambil du> menunjuk istri saya. Saya cuma bisa istigfar saat itu, du> ini rupanya nasib orang Indonesia di negeri tetangga du> yang sering kita banggakan sebagai "sesama melayu". du> Diantar polisi berseragam saya tiba di Nikko Hotel. du> Saya minta resepsionis mencocokan identitas kami, dan du> saya menelpon adik ipar untuk membawakan kunci. Pihak du> Nikko melarang adik saya, dan mengatakan kepada sang du> Polis, bahwa saya adalah tamu hotel mereka, WNI yang du> menyewa suites family, datang ke Malaysia dengan du> Business class pada Flight Malayasia Airlines. du> Pak Polis preman mendadak ramah, mencoba menjelaskan du> bahwa di Malaysia mereka harus selalu waspada. du> Saya tak mau bicara apapun dan mengatakan bahwa saya du> sangat tersinggung, dan akan mengadukan kasus ini, dan du> "membatalkan rencana bisnis dengan sejumlah rekan di du> malaysia" (padahal saya tak punya rekan bisnis di du> negeri sial ini). du> Polisi berseragam berusaha tersenyum semanis mungkin, du> berusaha keras untuk akrab dan ramah, petugas Nikko du> Hotel kelimpungan dan berusaha membuat kami tersenyum. du> Setelah istri saya mulai tenang, saya mengambil HP du> P9901 saya dan merekam wajah kedua polisi ini. du> Keduanya berusaha menutupi wajah, meminta saya untuk du> tidak merekam wajah mereka. du> Istri saya minta kita mengakhiri konflik ini, dan du> sayapun lelah. Kami tinggalkan melayu-melayu keparat du> ini, tanpa berjabat tangan. du> Sepanjang malam saya sangat gusar, dan esoknya kami du> membatalkan tur ke Johor baru, mengontak travel agent du> agar mencari seat ke Singapore. Siang usai makan du> siang, saya tinggalkan Malaysia dengan perasaan du> dongkol, dan melanjutkan liburan di Singapore. du> Mungkin saya sial? ya. Mungkin saya hanya 1 dari 1000 du> WNI yang apes di Malaysia? bisa. Tapi saya catat bahwa du> bila saya pernah dihina, diancam, bahkan hampir du> dipukuli, bukan tak mungkin masih ada orang lain du> mengalami hal yg sama. du> Jadi, kalau hendak berlibur di Malaysia, sebaiknya du> pikir masak2. Jangankan turis, Rombongan atlet saja du> bisa dihajar polisi Malaysia. du> Bayangkan bila perlakuan seperti ini dilakukan du> dihadapan anak kita. Tentu anak akan trauma, sekaligus du> sedih. du> Hati-hati pada PROMOSI WISATA MALAYSIA. Di Malaysia, du> WNI diperlakukan seperti Kriminal. du> -- Best regards, Arnoldison mailto:[EMAIL PROTECTED] --------------------------------- Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows. Yahoo! Answers - Check it out. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---