Lalu Lintas dan Wajah Kita
Oleh: Sigit B.Darmawan

Beberapa  minggu  yang  lalu,  saya  merasa  menjadi orang yang tampak
sedemikian  tolol  dan bodohnya di tengah-tengah orang banyak. Di saat
arus  lalu  lintas  Jakarta  yang  lancar (atau sepi), karena sebagian
besar   warga  mudik  ke  kampung  halaman,  saya  berhenti  di  suatu
perempatan  karena  lampu  merah. Rupanya mobil-mobil di belakang saya
ingin  terus  melaju,  namun  tertahan  oleh  mobil saya yang berhenti
karena  lampu  merah  tersebut,  sehingga  mereka  membunyikan klakson
berkali-kali.  Saya  membuka  kaca  jendela mobil dan memberi kode dan
menunjuk  ke  lampu  lalu  lintas yang masih merah. Tapi suara klakson
tetap  tidak  berhenti.  Salah  satu  pengemudi mobil tersebut rupanya
turun dari mobil dan mendatangi mobil saya, dan meminta saya berjalan.
Tetapi  saya tidak bersedia dan berargumen bahwa lampu masih merah dan
tidak mati.

Karena  saya  masih  ngotot  tidak  bersedia  menjalankan  mobil saya,
seorang  pengemudi  bis kota ikut turun dan meminta saya melakukan hal
yang  sama. Dan ketika saya tetap bersikeras tidak mau jalan, mulailah
teror kepada saya. Bunyi klakson semakin keras dan memekakkan telinga,
disusul  makian  dari orang-orang. Dan ketika lampu hijau, mobil-mobil
yang  semula  di  belakang,  mendahului saya dan membuka jendela serta
berteriak   memaki   saya.  Demikian  juga  para  penumpang  bus  kota
berteriak-teriak tiada hentinya: "bodoh kamu! sialan kamu!".

Untuk  sesaat  saya hanya bisa memandang mereka dengan keheranan. Saya
sempat  merasa  seperti orang bodoh dengan tindakan saya itu. Cemoohan
dan  makian  yang sungguh tidak bisa saya mengerti sepenuhnya, apalagi
oleh  anak  saya yang selalu diajarkan di sekolahnya bahwa lampu merah
berarti  berhenti.  Saya  dan  keluarga  terdiam sepanjang perjalanan.
Pikiran  saya  mulai  galau. Bagaimana bangsa ini mau maju, jika untuk
hal-hal sederhana seperti ini tidak bisa mereka patuhi? Tiba-tiba saya
menyadari  ada  hal  krusial  dan  amat  penting  dalam kehidupan kita
sebagai bangsa, yang akan menentukan kemajuan kita ke depan.

Lima Wajah Kehidupan kita
Lalu  lintas  adalah  cermin  dari kultur masyarakat suatu negara. Apa
yang  terjadi  di  jalan  raya  adalah  cerminan nilai yang dianut dan
dihidupi  oleh  masyarakat.  Kesemrawutan  wajah lalu lintas di negara
kita sesungguhnya menunjukkan lima wajah kehidupan masyarakat kita.

Wajah  pertama:  kepatuhan.  Cermin  bangsa  yang terbiasa tidak patuh
rasanya  amat  melekat dengan diri bangsa kita.Kita adalah bangsa yang
terkenal  jago  dalam  membuat  aturan,  tetapi  pecundang  dalam  hal
kepatuhan.  Ketidakkonsistenan  adalah  suatu  penghalang dalam setiap
implementasi  suatu  aturan  atau undang-undang. Baik oleh mereka yang
dipercaya menjaga aturan (aparat penegak hukum atau pelaksana aturan),
maupun  mereka  yang  terkena aturan (masyarakat) . Ketidakpatuhan itu
sendiri  ditunjukan  oleh  aparat, yang seharusnya mendorong kepatuhan
masyarakat.  Dan  ini  diikuti  oleh  ketidakpatuhan  masyarakat  yang
melihat dan mencontoh model atau sosok aparat yang melanggar kepatuhan
tersebut.  Karena  itu  tidak  mengherankan,  ada  banyak calo-calo di
loket-loket  kantor layanan publik yang justru di-backing oleh aparat.
Tidak   heran  juga,  berbagai  aturan  yang  dibuat  (contoh:  aturan
"larangan merokok di ruang publik" ) kehilangan tajinya. Kepatuhan ini
terkait  dengan  mentalitas  masyarakat yang ingin serba mudah, cepat,
tidak repot, dan kalau perlu dengan segala cara.

Wajah  kedua:  kedisiplinan. Kita harus akui bangsa kita sangat rendah
kedisplinannnya (Jika tidak, tentu tidak perlu sampai ada GDN segala).
Kedisiplinan  terkait  dengan  komitmen.  Komitmen  dalam  menjalankan
aturan,  menepati  aturan, dan dalam menegakkan aturan yang dilanggar.
Bangsa  yang kuat dalam karakter kedisiplinan adalah bangsa yang mampu
berkembang  dan  menjadi maju, karena segala sesuatu dijalankan dengan
serius,  sungguh-sungguh,  dan  penuh  perjuangan.  Bangsa yang lembek
dalam  hal  karakter  disiplin  ini,  akan  tersisih  dalam persaingan
global.  China  adalah  model negara yang kuat dalam hal kedisiplinan,
dan  sekarang  mampu  mengembangkan  potensi masyarakatnya secara luar
biasa.

Wajah  ketiga:  ketertiban.  Ketertiban  menghasilkan  keteraturan dan
keselarasan. Teratur dan selaras dengan aturan yang sudah di sepakati.
Betapa  sulitnya masyarakat kita tertib, tercermin dalam berbagai hal,
seperti:  semrawutnya  kita  berlalu  lintas,  berbudaya antri, sampai
kepada   tertib   keuangan.   Dalam   kehidupan   pengelolaan  negara,
ketidaktertiban  dalam  administrasi negara telah mengakibatkan banyak
pemborosan  dan  kebocoran  keuangan  Negara,  yang  pernah ditengarai
sampai  sebesar 30 %. Akuntabilitas sungguh sulit didapat dalam proses
pengelolaan kehidupan bernegara.

Wajah  keempat:  ketidakpedulian  dan  sikap  egois.  Wajah  kehidupan
masyarakat  ini  muncul  dalam  berbagai  bentuk  selama  kita berlalu
lintas.   Ketidakpedulian   dan   sikap  egois,  mengakibatkan  sering
terjadinya  kemacetan  yang  amat  parah.  Orang  saling tidak peduli,
serobot  sana  dan  sini,  yang  penting perjalanannya sendiri lancar.
Sikap  itupula  yang  sering  muncul  dalam  berbagai bidang kehidupan
masyarakat.  Ketidakpedulian akan kepentingan orang lain mengakibatkan
orang  mau  melakukan  apa  saja,  asalkan  kepentingan  diri  sendiri
tercukupi  dan  terlindungi.  Sikap  seperti  ini pula yang berpotensi
mendorong   terjadinya  praktek-praktek  korupsi  di  dalam  kehidupan
masyarakat kita.

Wajah  kelima:  pengendalian  diri.  Rasa  ketersinggungan  kita mudah
dibangkitkan di jalan raya. Tidak jarang terjadi konflik, pertengkaran
di  jalan  raya karena persoalan lalu lintas. Tidak terima jalurnya di
serobot  oleh  orang lain. Ini adalah cermin bahwa kita, adalah bangsa
yang  mudah  "tersulut"  oleh  hal-hal yang sepele. Konflik masyarakat
bernuansa  "SARA"  yang  pernah  terjadi di kehidupan masyarakat kita,
selalu  dimulai dengan "pertengkaran" hal-hal yang kelihatannya sepele
(walaupun   elite  politik  akhirnya  juga  ikut  menunggangi  konflik
sektarian  tersebut). Kita belum terbiasa menerima perbedaan, sehingga
setiap  perbedaan yang "mengancam" kepentingan diri dan kelompok, akan
selalu  disikapi  dengan  berlebihan.  Akibatnya terjadilah konflik di
masyarakat.

Bangsa Tanpa Nilai
Kita seolah menjadi bangsa tanpa nilai ( a nation without value). Kita
punya  nilai-nilai di dalam budaya kita, tetapi kita tidak "menghidupi
nilai"   itu   dalam   setiap  aspek  kehidupan  bermasyarakat  dengan
bernegara.   Nilai-nilai   itu  hanya  sebatas  ritual  budaya,  tanpa
pendalaman.  Tidak  pernah  mengakar  dan  berdampak. Pancasila adalah
kristalisasi  nilai-nilai  luhur bangsa, tetapi tidak pernah diresapi,
dihayati,  dan dihidupi dalam hati, pikiran, dan tindakan kita sebagai
bangsa.   Pancasila  hanya  dimengerti  dalam  tataran  lips  servic',
sehingga  tidak  mengubah kehidupan kita sebagai bangsa. Sudah puluhan
tahun  Penataran Pancasila pernah dilakukan, tetapi tidak menghasilkan
suatu generasi yang handal dan bernilai.

Membangun  kembali  karakter  bangsa  dalam kondisi saat ini sangatlah
berat. Seberapapun bagusnya rencana Pembangunan yang sudah dicanangkan
negara,   tidak   akan   berjalan  jika  karakter  bangsa  tidak  kita
prioritaskan  untuk  dibangun.  Kita  perlu  mengambil  prakarsa untuk
terlibat dalam "pembangunan karakter" bangsa ini, baik secara sistemik
maupun secara individu. Mulai dari diri sendiri adalah modal awal. Dan
terus   bergerak   meluaskan   lingkar   pengaruh  kita  ke  keluarga,
masyarakat, dan negara.

Perlu  digalang  komunitas-komunitas  baru di masyarakat yang memiliki
kesadaran   akan   "character  building"  ini.  Dan  mensosialisasikan
nilai-nilai  unggul  ini  ke berbagai komunitas lain, melalui berbagai
media  dan  jaringan.  Media  akan  sangat  berperan  dalam  mendorong
terjadinya   transformasi  nilai  ini  kedalam  kehidupan  masyarakat.
Menghentikan   berbagai   tayangan   di  media  yang  dapat  menggerus
nilai-nilai  yang  amat  penting  dalam "pembangunan karakter bangsa",
adalah  langkah  yang  bisa  dilakukan  oleh  negara melalui: berbagai
aturan   yang  mengikat  (tanpa  menghilangkan  kebebasan  pers),  dan
mendorong  munculnya  kelompok-kelompok  di  masyarakat yang melakukan
kontrol   dan   pengawasan   terhadap  media.  "Sangsi  sosial"  perlu
digalakkan  kepada  media  yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap
'pembangunan karakter' ini.

Negara  perlu  mengadakan  re-campaign  terhadap nilai-nilai Pancasila
dengan  selaras  dengan  kebutuhan  untuk  membangun  manusia "handal"
(baca:  berkarakter) yang amat diperlukan dalam persaingan global ini.
Re-campaign  ini  bukan  indoktrinasi  "ala orde baru", tetapi melalui
gerakan  penyadaran  nilai, yang digemakan secara kontinyu, konsisten,
terencana  dengan  menggunakan  berbagai sarana media dan sosial. Kita
membutuhkan  pemimpin  yang  mampu,  tegas, dan serius dalam mendorong
terjadinya gerakan ini. Apalagi sekarang ini negara sudah mencanangkan
"Visi  Bangsa  2030".  Visi  ini  tidak akan terwujud, tanpa perubahan
mental  dan  karakter  bangsa  secara  radikal.  Kuncinya  adalah:  1]
konsistensi  dan kontinuitas gerakan; 2]. Social movement atau gerakan
sosial;  3]  Media  involvement  atau  keterlibatan media. Semoga kita
mampu memulainya.




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: 
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Jika anda, kirim email kosong ke >>: 
berhenti >> [EMAIL PROTECTED] 
Cuti: >> [EMAIL PROTECTED] 
digest: >> [EMAIL PROTECTED] 
terima email individu lagi: >> [EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke