Assalamualaikum Sanak dipalanta,
Iyo lah dipostingkan dek rang dapua cerpen Yusrizal KW: "AYAH ANJING". Cerpen 
nan pernah dimuek di sebuah harian nasional ko talinteh dalam pikiran ambo 
karano minggu kapatang kito maota2 soal kulikaik urang paburu. Nah...bacolah 
cerpen ko supayo iko bisa mainok manuangkan saketek kulikaik rang paburu tu.

Salam dari darek,
Suryadi

AYAH ANJING

Cerpen Yusrizal KW

Pada sebuah kampung, hiduplah seorang petani sederhana. Beristri,
beranak, beranjing satu. Istrinya tidak cantik, anaknya tidak gagah,
anjingnya jenis anjing kampung biasa.

Kehadiran anjing dalam keluarga itu, menciptakan kecemburuan.
Istrinya, Lla,  sering ngomel, karena sepertinya Pajatu-- sang suami
lebih bangga dan sayang pada anjing daripada kepada Imron, anak mereka
yang berusia tujuh tahun. Imron sering menendang anjing ketika ayahnya
sedang ke sawah lantaran kesal. Anjingnya sering bertingkah ketika
dekat tuannya yang rajin bertani itu.

Suatu petang, Pajatu, Lla dan anak serta anjingnya berkumpul di teras.
Pajatu mengelus-elus anjing, anjing menujulur-julurkan lidah ke arah
Lla  yang tengah mengusap-usap rambut Imron. Ibu dan anak duduk
berhadap-hadapan dengan ayah dan anjing.

"Anjing ini pintar dan baik. Ia tak penggigit, tapi menyalak ketika
ada orang tak dikenal ke rumah kita, terutama di malam hari," kata
Pajatu.

Ibu dan anak diam saja.

"Pak Camat menawar anjing ini satu juta rupiah, tapi aku tak mau jual.
Sebab, itu artinya ia melihat ada apa-apanya dengan anjing ini. Aku
tahu, Pak Camat itu orang pandai soal anjing," Pajatu menepuk-menepuk
bangga sang anjing.

"Imron ditawar seratus juta juga aku tak mau jual," sungut istrinya,
sambil berdiri diikuti Imron. Ibu dan anak masuk lalu ke kamar. Pajatu
terkekeh.

"Samuik, kau bikin mereka cemburu, ya!" kata Pajatu kepada anjingnya,
yang diberi nama Samuik. Diberi nama Samuik, lantaran ragi kulit
anjing persis coklat semut api.

                                        ***

Pagi-pagi sedang asyik memandikan anjing di bandar aliran air ke
sawah-sawah, Pak Juar, supir Pak Camat datang menemui Pajatu. Pajatu
senyam-senyum mengetahui gelagat utusan camat untuk merayunya menjual
Samuik. Tapi, Pajatu malah berkilah dengan manis.

"Wah, ini anak saya selain Imron lo Pak Juar," kata Pajatu.

"Dia akan beli satu setengah juta rupiah. Lebih tinggi dari kemarin. Mau, kan?"

"Pokoknya nggak jual. Cuma ini kebanggaan saya. Kadang lebih
membanggakan dari Imron. Bayangkan, selain gagah dan pintar berburu
babi, ia juga penjaga rumah yang baik. Kalau lagi capek pulang dari
sawah, Samuik bisa diajak gurau," Pajatu tertawa kecil sambil
menyabuni anjing kesayangannya dengan sabun yang sering diiklankan
oleh bintang film cantik ternama. "Berak pun tak mau sembarangan.
Teratur. Pagi-pagi di tempat khusus," timpal Pajatu dengan hidung
sedikit kembang kempis.

Pak Camat tertarik dengan anjing Pajatu, karena tuah peburu  dimiliki
Samuik. Salaknya babegu, kata orang ngerti mistik anjing. Seperti
berhantu. Kera yang di pohon pun bisa terjatuh kaget dengar salaknya.
Padahal anjing itu ia dapat sedang terkengkeng di dekat semak-semak
waktu masih kecil. Karena kasihan, dipelihara Pajatu. Setelah besar,
membanggakannya.

Waktu anjing-anjing dilepas berburu, Samuik serta di dalamnya. Daya
kejarnya tiga lurah tiga bukit. Ia kembali ketika mulut sudah
berkubang darah babi.  Di hadapan pemburu lain, Pajatu bangga sekali.
Pak camat, orang mengerti anjing bagus, naksir pada punya Pajatu.

"Atau tukar bulu. Maksudnya, anjing ini ditukar dengan punya Pak Camat
dan ditambah uang lima ratus ribu perak," tawar Pak Juar.

Pajatu menggeleng.

"Wah, nggak mau juga, ya. Tapi, hati-hati lho. Kadang kayak burung
juga. Kalau burung sudah diminati orang, kita tak mau jual, dia mati
sendiri. Anjing juga bisa begitu," Pak Juar agak menakut-nakuti
Pajatu.

"Itu kan burung. Anjing beda. Justru kalau  dijual bisa sedih,
sakit-sakitan, lalu mati. Sebab, induk semangnya, tuannya itu aku.
Kalau dia mati pisah denganku, bisa-bisa rugi lo Pak Camat," kata
Pajatu dengan gayanya yang polos.

Akhirnya Pak Juar pergi begitu saja. Pajatu melepas dengan senyum
bangga. Anjing ini ternyata menaikkan martabat, pikirnya.

Selesai memandikan anjing pagi itu, Pajatu membawanya pulang. Sambil
mengibas-ngibaskan kepalanya, Samuik berputar-putar di sekitar kaki
tuannya yang memegang rantai agak dikendurkan.

Berjalan dengan anjing, Pajatu penuh bangga. Ia selalu senyum setiap
berpapsan dengan orang. Bahkan, begitu ramahnya ia menyapa orang yang
berpapasan. Bayangkan, anjingnya bertelinga tegak, peka terhadap
suara-suara sehalus apa pun. Matanya memerah saga. Sedangkan ekornya
cenderung naik ketika berjalan dan merendah waktu berlari. Keningnya
penuh kerenyut, seakan ada mangsa segar dipikirannya. Lalu, kalau ia
berdiri, tampak sebagai anjing ia memiliki kaki dengan kuda-kuda yang
kokoh serta dada berdegap. Semua tuah pada Samuik, adalah idaman para
pecinta anjing, para  pemburu.

Cuma, sayangnya, ada yang membuat Pajatu agak kecewa. Sebab, kalau di
rumah Samuik bagai anak tiri oleh istri dan Imron. Kalau Pajatu tak di
rumah dan Samuik ditinggal, maka malanglah nasib si anjing. Imron
kadang menjepretnya dengan karet sehingga anjing itu terkelenjek
kaget. Pesan agar jangan lupa memberi Samuik makan, sengaja dilupakan.
Bahkan tak jarang anjing itu menggongong berkepanjangan. Karena
memekakkan telinga, ia malah ditendang Imron atau Lla.

Padahal, kalau sama Pajatu, anjing Samuik makannya istimewa. Terutama
menjelang berburu. Malamnya, sebelum esok berburu,  Samuik diberi dua
butir telur itik, paginya dikocokkan Supradyn campur telur. Kalau di
hari-hari biasa, Pajatu dapat ayam mati sakit, ia gembira sekali. Ayam
itu dibersihkan, dipanggang lalu diberikan pada Samuik. Samuik lahap,
dan meningkahi tuannya dengan kaki depannya sedikit terangkat manja.

Suatu hari, Imron diam-diam menyeret kasar Samuik jauh dari rumah.
Setelah dekat ke pinggir hutan, anjing itu dilepas setelah lebih dulu
dilangkang pakai kayu. Anjing kesayangan ayahnya lari terkengkeng.
Dengan hati puas, Imron pulang. Mungkin karena takut, sampai lewat
tengah hari Samuik tak pulang-pulang. Barangkali ia takut Imron akan
menyakitinya lagi.

Tapi, baru saja Pajatu sampai di rumah sore-sore, Samuik pun muncul
tiba-tiba dengan mencium-cium kaki tuannya. Sepertinya tahu kapan
tuannya kembali untuk menjadi tempatnya berlindung. Pajatu jongkok,
dan menepuk lunak kening Samuik. Namun, tiba-tiba Pajatu seperti
tersengat kalajengking ketika dilihatnya kulit anjing itu ada luka
gores.

"Llaaaaaa…, Imron…..! Sini!"

Ibu dan anak yang kebetulan lagi asyik dengar dangdut di radio, keluar
beriringan.

"Kalian apakan Samuik? Kenapa ia dilepas. Bukankah tadi kuikat," suara
Pajatu meninggi.

"Ia kulepas karena ribut terus. Habis kau pergi tak bawa-bawa dia. Dia
protes, seperti Imron waktu kecil menangis ketika tak kubawa ke pasar
," jawab Lla agak sengit.

"Kenapa sampai terluka. Pasti kalian memukul atau melemparnya!" Pajatu
mulai naik darah. Imron menatap ibunya, lalu menunduk agak takut. Sang
anjing menjulur-julurkan lidahnya agak mendongak, seakan ia
membenarkan tuduhan tuannya.

"Imron, ke sini!"

Imron diam di tempat, merapat ke ibunya.

"Imron!" Pajatu membentak hebat.

"Kamu apakan anjing ini?!"

Imron diam, mengkerut.

"Pasti kamu yang memukulnya atau melemparnya. Ngaku!" Pajatu menjewer
telinga Imron, dan Imron menangis minta ampun. Lla sebagai ibu, tak
sudi melihat Imron dibegitukan.

"Bukan Imron yang melakukannya. Tapi, aku…." Lla berdusta, membela Imron.

"Apa?" Pajatu melebarkan kelopak matanya, melotot marah.

"Anjing itu besar kepala. Kau selalu memanjakannya…."

"Tapi dia tak mengganggumu, tidak merugikan kita, bukan. Malah,
martabat keluarga kita sedikit lebih naik karena Samuik, anjing coklat
ini. Semua orang di kampung ini menggunjingkan kita, punya anjing
diminati Pak Camat, malah ditawar harga jutaan. Kalau bukan karena
anjing ini, mana mungkin Pak Camat sudi mampir ke rumah kita," Suara
Pajatu membahana. Lla agak surut, apalagi melihat mata suaminya
menyala bak anjing gila yang siap menerkam. Cepat-cepat ia mencekal
tangan Imron, menjauh dari penyayang anjing yang sedang marah.

Sementara  itu, Samuik menggonggong pendek-pendek mengarah ke Lla dan
Imron yang hilang di balik pintu.

                          ***

Anjing coklat itu baru saja diberi obat merah. Pajatu banyak diam.
Agaknya ia kecewa pada istri dan anaknya yang tak turut sayang serta
bangga pada Samuik. Padahal Samuik bersih, padat, makannya teratur,
diberi susu. Bahkan lagi, ada disuntik oleh dokter hewan langganan Pak
Camat. Apa salah Samuik, begitu kira-kira protes Pajatu dalam hati.

Imron murung di sudut kamar. Ia makin sedih dan kecewa pada ayah.
Apalagi, mengingat tiga hari lalu. Ia kebetulan mendapatkan sepotong
roti. Roti itu ia makan, lalu ketahuan ayah. Ayahnya marah, karena
roti diberi Pak Juar dari Pak Camat untuk Samuik. Begitu juga ketika
ia menghabiskan susu kental manis yang kebetulan tinggal sedikit.
Ternyata susu itu juga disisakan Pajatu untuk anjing. Telinganya
dijewer. Ia selalu di bawah anjing.

Lia tak habis pikir, kenapa makin hari suaminya makin sayang pada
anjing daripada kepada Imron. Bangun tidur, Samuik diurus. Mau ke
sawah, Samuik dipesani untuk dijaga. Sore hari, Menjelang tidur, samuk
dielus-elus. Kadang, ketika seranjang, Lla merasa disetubuhi oleh
anjing, karena erangan nikmat suaminya terasa bak suara Samuik yang
baginya menjijikkan.

Tak jarang, pertengkaran di rumah petani sederhana itu dipicu karena
anjing. Masalah ini diketahui tetangga. Akhirnya Pak Camat melalui Pak
Juar, supirnya itu juga tahu.

"Sepertinya anjing Pak Pajatu ini membawa masalah dalam rumah tangga.
Jual saaja atau titipkan saja sama anjing-anjing Pak Camat yang setiap
Minggu dibawa ke perhelatan buru babi. Gimana?" kata Pak Juar, di
hadapan istrinya.

Belum sempat Pajatu menjawab, istrinya memintas, "Tak apa. Itu lebih
baik. Hari-harinya habis untuk anjing sialan itu. Jijik aku!"

"Diam!" Pajatu membentak istrinya.

Pak Juar geleng-geleng kepala, lalu pamit seraya minta dipertimbangkan
keinginan Pak Camat.

  ***

Kalau ada anjing yang hidupnya beruntung, Samuiklah salah satunya.
Dibuatkan kandang, dibelikan geleng leher dari kulit dan rantai yang
baik mutunya. Padahal, sepatu dan baju seragam Imron sudah lepas
jahitannnya dan kusam lagi-- tak pernah digubris.

Imron hari ini bangun lebih awal dari ayah dan ibunya. Semalam ia
mimpi, ayahnya menambah seekor anjing lagi. Dua ekor anjing itu sangat
disayang oleh ayahnya. Bahkan ditidurkan satu kamar dengannya.

Pelan-pelan sebelum azan subuh, Imron melangkah keluar biliknya. Ia
buka pintu, menuju kandang anjing. Sayup-sayup terdengar salak Samuik.
Lalu hilang, dan sunyi.

Lia bangun, langsung ke sumur. Pajatu mengeliat, ketika di dapur
istrinya menanak nasi untuk sarapan suaminya sebelum ke sawah.

Pagi terang-terang tanah. Pajatu melangkah dengan kuap menggantung. Ia
terheran pintu sudah terbuka. Agak curiga, jangan-jangan ada maling.
Tapi, tak mungkin. Kan Samuik selalu menyalak kalau ada yang datang
selain dari keluarganya.

Ia coba melongok ke bilik Imron. Ah, si Imron rupanya. Kemana ia
bangun pagi-pagi sekali, pikirnya.

Persetan juga akhirnya. Pajatu ingin menemui Samuik. Di dekat kandang
Samuik, di salah satu tonggak rumah kayunya itu, ia terkejut hebat.
Biasanya disambut salak manja anjingnya. Tapi, kali ini, ya Tuhan,
sangat mengejutkan.

Imron duduk bagai anjing dengan lehernya terikat rantai yang biasanya
dipakai Samuik. Lidahnya dijulur-julurkan, menirukan gaya anjing.

"Ngapain kamu Imron?!" suara Pajatu meninggi, agak parau. Belum kumur-kumur.

"Imron ingin menjadi anjing, biar disayang  Ayah!"

Pajatu terperanjat, hatinya bagai disergap beribu-ribu taring anjing
yang tajam.

Saat itu, serta merta terdengar Imron menyalak ke arah ayahnya, "Guk….
Guk…, guk!***


Padang, 30 Nopember 2001


      
________________________________________________________ 
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 
http://id.yahoo.com/
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke