Para dunsanak di melis
  Iko n an ambo khawatirkan Perdebatan mengenaoi Imam Bonjal ,bisa melantur  
kemana mana  Sedangkan semua kita tahu bahan lengkap sejarah nan tertu;is 
sabananyo indak ado Mengutip Prof Taufik Ismail Sabananya sejarah Indonesia 
untuk sederhanamyo dibolak dibalik Yang dalam sekarah nan dibuek Balando 
Pahlawan bagi kito sebaliknyo Itu komentar beliau Walau itu mungkin berseloroh 
KENYATAAN memang demikian  Sejarah nan terrtululis terdokumentassi INDAK ADO  
termasuk Minangkabau sendiri
  Itu sebabnyo ambo sepakat mulai sajolah dengan dengan yang POSITIF nan alah 
DISEPAKATI sebahai yang akah DISETJUI yakni ABSSBK nan alun tuntas 
PELAKSANAANYO  Ambo raso iko lebih PENTING untuk GENERASI MUDA kita 
  Tapi  kalau sebagian dari dunsanak hendak mengupasnya dari belakang juga 
SILAHKAN sajo
  Chaidir N Latief

Lies Suryadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Kanda Datuk Endang,
  Iyo lah ambo baco. Tadi malam dikirim sendiri dek Pak Basyral Hamidy Harahap 
ka ambo. Ambo sadang manulih tanggapan ateh polemik antaro Pak Basyral dan H. 
Kozky Zakaria tu. Mudah2an lai kadimuek pulo dek Waspada.
  Di bawah ambo postingkan tulisan terkait yg muncul di Riau Pos. Maaf kalau 
alah ado urang di lapau nan mambaconyo.
  Salam arek,
  Suryadi
     RIAU POS, Selasa, 30 November 2007
  BENARKAH PADERI MIRIP AL-QAIDA ?
OLEH : Ekmal Rusdy
  Majalah Tempo 21 Oktober 2007 memuat “…petisi ini mendesak Pemerintah 
Indonesia untuk membatalkan pengangkatan Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan 
perjuangan kemerdekaan Imam Bonjol adalah Pimpinan Gerakan Wahabi Paderi. 
Gerakan ini memiliki aliran yang sama dengan Taliban dan Al-Qaida. Invasi 
Paderi ke tanah Batak menewaskan ribuan orang”. Dibagian lain pada halaman 56 
dikatakan “pakaian mereka serba putih”. Persenjataannya cukup kuat. Mereka 
menurut Parlindungan, memiliki meriam 88 militer bekas milik tentara Napoleon 
yang dibeli second hand di Penang. Dua perwira Paderi dikirim belajar di Turki. 
Tuanku Rao, yang aslinya seorang Batak bernama Pongki Nangol-ngolan Sinambela, 
dikirim untuk belajar taktik Kavaleri. Tuanku Tambusai, aslinya bernama 
Hamonangan Harahap, belajar soalperbentengan. Pasukan Paderi juga memiliki 
pendidikan militer di Batusangkar.
  Penulis menilai, petisi dan statemen diatas sangat sensitive dan berbahaya. 
Disayangkan dimuat Majalah Tempo, Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan 1964 
mengarang sebuah buku berjudul “ Tuanku Rao”yang selanjutnya disanggah Hamka 
(1974) dalam bukunya berjudul “ Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao” setebal 364 
halaman. Hamka menuding isi buku Parlindungan ini 80 persen bohong, sedangkan 
sisanya diragukan kebenarannya. Pasalnya setiap kali Hamka menanyakan data buku 
ini, Parlindungan selalu menjawab “sudah dibakar”. Selain itu Hamka pada 
halaman 64 mempertanyakan kebenaran berbagai isu yang dilontarkan Parlindungan. 
Isu yang cukup sensitive pernyataan selama 300 tahun Minangkabau telah menganut 
mazhab Syiah Qaramithah. Hal ini menurut Hamka dusta besar. Alasan untuk 
pemurnian Islam di Minangkabau ini disebut Parlindungan sebagai pembantaian 
bagi pengikut Syiah, sementara keluarga Kerajaan Pagaruruyung termasuk sebagai 
penghalang cita-cita Darul Islam, sehingga pada 1804
 keluarga Istana Pagaruyung dibantai, ribuan rumah dibakar. Maka tak heran 
kalau referensi Parlindungan yang menggunakan bahan milik Residen Poortman ini 
mendapat kecaman keras dari parlemen Belanda (1985), malah Pemerintah Belanda 
memerintahkan untuk melarang beredarnya buku Tuanku Rao yang penuh kebohongan 
ini.
  Poortman posisinya sama dengan Snouck Horgronje. Snouck adalah seorang rang 
ahli Aceh, yang informasinya diminta oleh pemerintah Belanda, sedangkan 
Poortman seorang Ahli Batak yang pension pada 1930 dan kembali ke Belanda. 
Sesungguhnya Parlindungan bukanlah sejarawan. Dia yang besar bual ini memang 
banyak menulis tentang Tuanku Tambusai, tapi dimana makamnya Tambusai saja dia 
tak tahu, malah membuat Statemen aneh yang mengatakan masyarakat Padang Lawas 
yakin betul Tuanku Tambusai “belum mati dan bersembunyi di Dabuan Ulu”. Atau 
akan muncul lagi di akhir zaman ?
  Bohong Parlindungan juga terbaca dari pemutar balikan fakta dari referensi 
yang digunakan, misalnya yang diperolehnya dari Schnitger, seorang Antropholog 
Belanda, maupun JB Neuman dalam bukunya Het Panai en Bila Stroomgebied yang 
dimuat dalam majalah geografi kerajaan Belanda tahun 1885, 1886, 1887 
menyebutkan bahwa yang disebut Tongku (maksudnya Datuk Engku atau Tuk Ongku) 
ini orangnya kaya dengan sifat lemah lembut, lebih memperlihatkan maksud ingin 
mencapai persetujuan daripada kekuatan. Bukan sebagaimana yang ditulis Tempo 
(21/10/07) halaman 61, sebagai tukang bantai. Dan tidak benar pula dikatakan 
“jika penduduk tidak serta merta mau masuk Islam akan segera dibunuh”. Memang 
Tuanku Tambusai tak hanya sebagai sosok perang yang paling ditakuti Belanda, 
karena dari berbagai medan pertempuran yang dilalui Tuanku Tambusai, sungguh 
cukup meyibukkan kaum penjajah, sebagaimana diucapkan D Brakel dalam bukunya De 
oolog in Ned. Indie, Arnheim (1985) yang menyatakan, “selama
 perang Paderi, dua tokoh yang menyebabkan Belanda harus berjuang keras untuk 
begitu lama: Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai. Tanpa kedua orang ini, 
peperangan bisa dihabisi dalam waktu yang lebih singkat dengan kemenangan pihak 
Belanda”.
  Namun beliau juga adalah juga seorang ulama yang santun dalam menyiarkan 
agama Islam, terutama bagi yang masih menganut ke percayaan pebegu . Buku 
Tuanku Rao karangan Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan saja tak layak dan 
berbahaya untuk dibaca, bagaimana pula dengan buku kedua berjudul “Greet Tuanku 
Rao” yang ditulis Basyral Hamidy Harahap yang terbit September 2007 ini? Ketua 
Jurusan Perpustakaan UI 1965-1976 ini ingin mengoreksi tentang Tuanku Rao yang 
dianggap kurang tepat, tapi pada garis besarnya, ia sependapat bahkan 
menambahkan data kekerasan yang dilakukan Paderi. Sumber utama dari 
Parlindungan saja data dan faktanya sudah dibakar, sehingga selaku penulis yang 
terlihat bersikap ambivalens perlu kita pertanyakan kesehatan cara berpikirnya, 
atau sekedar mencari sensasi murahan? Bukankah penulis yang bermarga Harahap 
juga berkomentar miring tentang Tuanku Tambusai yang katanya bernama Hamonangan 
Harahap?
  Nama Tuanku Tambusai didaerah Tapanuli Selatan mempunyai arti khusus, bahkan 
beliau disapa Ompu Baleo yang artinya Tuanku Beliau. Sekarang nama beliau 
diabadikan sebagai nama Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Tapsel yang kita 
bisa dapatkan disana tertulis PDAM Tambusai. Seharusnya adalah PDAM Tuanku 
Tambusai, karena Tambusai adalah nama kecamatan di Rokan Hulu. Tulisan PDAM 
Tambusai penulis temui di Sipirok yang kini penduduknya lebih 70 persen Islam. 
Disana malah ada Pondok Pesantren yang justru banyak menerima santri dari 
Provinsi Riau, asalnya Tuanku Tambusai.
  Sebaiknya mari kita lihat kembali dengan pikiran dan wawasan yang luas, 
betapa nilai kejuangan jatidiri anak Melayu dari Desa Tambusai bernama Muhammad 
Saleh ini, sebagaimana hasil perburuan naskah sejarah para ahli di museum 
sejarah baik di museum nasional di Jakarta maupun di Leiden, Belanda, yang 
dapat terbaca lewat tulisan penulis militer Belanda yang terlibat langsung 
sebagai “pelaku sejarah” yaitu Gubernur Militer Michiels dan menantunya yang 
juga ahli strategis bernama Van Der Hart, maupun penulis Belanda seperti JB 
Neuman, D Brakel, EB Kielstra, HM Lange dan seorang Antropolog terkenal bernama 
Schnitger. Tidak ada alasan Tuanku Tambusai “tidak popular di Riau” kecuali 
bagi orang-orang yang “Tidak tahu bahwa dianya tidak tahu”. Semoga tulisan ini 
menjadi “obat” bagi yang lupa akan jasa anak jati diri Melayu ini yang untuk 
pertama kali telah menempatkan potret dan jati diri Anak Melayu Riau itu 
kedalam album nasional yang sejajar dengan suku bangsa lainnya di
 Indonesia dalam menegakkan NKRI yang kita cintai. Bukankah bangsa yang besar 
adalah bangsa yang mengenal dan mengenang jasa pahlawannya sendiri?
   



  ----- Pesan Asli ----
Dari: Datuk Endang <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: rantaunet@googlegroups.com; [EMAIL PROTECTED]
Terkirim: Minggu, 9 Desember, 2007 3:57:02
Topik: [EMAIL PROTECTED] Jawaban Basyral

  Sanak Suryadi yang ambo hormati,
  Ada berita dari Waspada mengenai jawaban Basyral Hamidy tentang TIM, yang 
butuh klarifikasi. Mungkin ini suatu kendala bila kajian sejarah hanya 
mengandalkan data-data tertulis saja ?
  Wassalam,
   
  -datuk endang
   
            Sabtu, 08 Desember 2007 02:44 WIB     Kepahlawanan Imam Bonjol Dan 
Tambusai Digugat (Menanggapi H. Kosky Zakaria)                  WASPADA Online

Oleh Basyral Hamidy Harahap

H. Kosky Zakaria adalah salah seorang penanya, setelah saya membacakan makalah 
pada seminar bertema Holong Mangalap Holong: Prinsip Dakwah Masyarakat 
Mandailing yang diselenggarakan Program Pascasarjana IAIN-SU di Medan, 17 
November lalu. Saya menjelaskan pada seminar itu, lafal langgam bicara orang 
Mandailing kaya sekali dengan huruf sengau, semua huruf diucapkan secara 
sempurna seperti bahasa Al Quran yang memberi hak suara kepada setiap huruf, 
sehingga menimbulkan efek relaksasi. Langgam bicara seperti itu besar 
pengaruhnya dalam berdakwah, karena menimbulkan rasa damai dan saling sayang 
menyayangi (holong mangalap holong).

Menanggapi penjelasan saya itu, H. Kosky Zakaria mengatakan, langgam bicara 
orang Minang seperti orang yang tercekik. Saya kaget, karena baru pertama kali 
saya mendengar hal itu, apalagi diucapkan seorang cendekiawan Minang sendiri, 
seorang ahli komunikasi, dosen Program Pasca Sarjana, IAIN-SU Bidang Studi 
Komunikasi Islam. H. Kosky Zakaria juga menyebutkan pada kesempatan seminar 
itu, orang Minang banyak akal. Selanjutnya H. Kosky Zakaria meminta klarifikasi 
tentang rekayasa penyerahan diri Tuanku Imam Bonjol seperti yang saya ungkapkan 
di dalam buku Greget Tuanku Rao.  Berangkat dari kesan-kesannya dari seminar 
itu, H. Kosky Zakaria menulis artikel dalam rubrik opini Harian Waspada edisi 
27 November 2007 di bawah judul Kepahlawanan Imam Bonjol dan Tambusai Digugat. 
Beberapa hal yang dikemukakan H. Kosky Zakaria di dalam artikel itu ingin saya 
tanggapi, agar masalahnya menjadi jernih. 

Maklumlah, karena waktu yang terbatas tidak semua pertanyaan dapat dijawab 
seluas-luasnya dalam acara tanya jawab pada seminar tersebut. Saya jelaskan, 
informasi tentang rekayasa penyerahan diri Tuanku Imam Bonjol bersumber pada 
Naskah Tuanku Imam Bonjol. Bahan primer ini berbahasa Minangkabau dan Melayu 
yang dialihaksarakan oleh Drs. H. Sjafnir Aboe Nain dari aksara Jawi (Arab 
Gundul) ke dalam aksara Latin. Tuanku Imam Bonjol sendiri menulis catatan 
harian itu setebal 191 halaman, kemudian dilanjutkan putranya, Sutan Chaniago, 
dari halaman 192 s.d. 318. Terungkap di dalam buku itu sejauh mana Tuanku Imam 
Bonjol ikut merekayasa penyerahan dirinya kepada kompeni. Buku yang memuat kata 
Sambutan Gubernur Sumatera Barat, Zainal Bakar, ini diterbitkan pada tahun 2004 
oleh Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM), Jl. Veteran No. 93, Padang, 
Telefon/Fax 31356-7877344. 

Sulit sekali mendapatkan buku sumber dari tangan pertama pemimpin Paderi ini, 
apalagi ternyata PPIM sudah bubar. Saya melacak keberadaan publikasi sumber ini 
ke berbagai lembaga, toko buku dan tokoh-tokoh di Padang, Medan dan Jakarta. 
Saya gagal. Akhirnya melalui bantuan teman saya Ammar Haryono di Bandung, saya 
berhasil memperolehnya dari Bapak Armahedi Mahzar, dosen ITB, seorang kelahiran 
Malang berdarah Kota Gadang, Bukit Tinggi, yang keluarga istrinya diincar-incar 
kaum Paderi. Buku inilah yang membeberkan berbagai peristiwa yang dialami 
Tuanku Imam Bonjol, termasuk pernyataanya mengundurkan diri dari gerakan 
Paderi, karena menyadari kekeliruannya melakukan peperangan. 

Pada suatu hari Jumat Tuanku Imam Bonjol memerintahkan kepada pengikutnya untuk 
mengembalikan barang-barang rampasan pasukan Paderi. Para pengikut Tuanku Imam 
Bonjol menolak pengunduran dirinya dari gerakan Paderi. Tetapi pendirian Tuanku 
Imam Bonjol tetap teguh, kemudian menyatakan, jika ada masalah adat supaya 
diselesaikan oleh para petinggi adat, sedangkan masalah agama diselesaikan oleh 
malin nan barampek. Sejak itulah pertama kali didengar istilah adat basandi 
syarak. Ini semua ada di dalam Naskah Tuanku Imam Bonjol.

Saya sudah memberikan fotokopi dari Naskah Tuanku Imam Bonjol kepada Dr. Ichwan 
Azhari, Direktur Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (PUSSIS) Unimed, 
sekaligus pemilik Pustaka Humaniora yang beralamat di Jln. Tuasan 69, Medan. 
Saya persilahkan kepada H. Kosky Zakaria membuat fotokopi naskah itu. 
Seterusnya, saya mengharapkan kesediaan H. Kosky Zakaria membaca buku Greget 
Tuanku Rao dengan sabar dan tekun. Pada kesempatan ini saya meminta kesediaan 
H. Kosky Zakaria untuk mencatat dua kesalahan ketik yang mengganggu, ialah pada 
halaman 87 tercetak Leonardo da Vinci, seharusnya Dante Alighieri, dan pada 
baris terakhir halaman 202 tercetak 1969 seharusnya 1869.

H. Pandapotan Nasution, SH tanpa dia sadari sudah terjebak di dalam lingkaran 
subyektivitas dalam bentuk 'asal menyatakan tidak' terhadap apa-apa yang saya 
kemukakan di dalam buku Greget Tuanku Rao dan makalah saya pada seminar Holong 
Mangalap Holong: Prinsip Dakwah Masyarakat Mandailing itu. H. Pandapotan 
Nasution, SH. antara lain menyatakan, buku Greget Tuanku Rao subyektif. 
Alasannya, karena saya menceritakan pengalaman leluhur saya yang menjadi korban 
kaum Paderi. Saya bertanya, 'Apakah kalau kita menulis tentang fakta yang 
dialami leluhur kita tidak bisa obyektif?' H. Pandapotan Nasution, SH juga 
menyatakan dengan tegas, sumber-sumber Belanda yang saya pakai, dia ragukan 
kebenarannya. 

Pasalnya, bahan-bahan itu sukar didapat oleh orang lain untuk membuktikan 
kebenaran tulisan saya. Bukankah pernyataan itu justru subyektif? Bertolak 
belakang dengan pernyataan itu, pada bagian lain H. Pandapotan Nasution, SH 
menyatakan, selaku sarjana hukum dia mengakui, penerbitan Belanda 
Adatrechtbundel adalah bacaan wajib dalam studi hukum. Agaknya Pandapotan 
Nasution tidak melihat dengan seksama, ada sumber saya yang diambil dari 
Adatrechtbundel. Serial Adatrechtbundel itu diterbitkan oleh Koninklijk 
Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV). KITLV adalah lembaga ilmiah 
yang didirikan tahun 1851, memiliki reputasi internasional dan menyimpan 
koleksi yang sangat kaya tentang Indonesia. 

Sebagai orang yang bekerja selama 26 tahun di KITLV (1969-1995), saya 
terheran-heran mendengar penilaian orang sekaliber Pandapotan Nasution yang 
memasang ukuran keabsahan literatur pada sukarnya orang lain memperoleh bahan 
yang saya gunakan. Maka, saya anjurkan kepada Pandapotan Nasution agar pergi ke 
pusat-pusat arsip, dokumentasi dan perpustakaan di Negeri Belanda seperti yang 
saya lakukan berkali-kali sejak tahun 1975. Seorang kawan saya, Ammar Haryono, 
telah mensponsori perjalanan saya ke Negeri Belanda pada bulan Juli-Agustus 
2006, hanya untuk membaca dan mencari bahan penelitian di KITLV, Leiden. Insya 
Allah, sponsor yang sama akan memberangkatkan saya lagi ke Leiden pada bulan 
Juni-Agustus 2008. Pandapotan Nasution perlu mengetahui, KITLV dan semua 
lembaga arsip dan dokumentasi di Belanda terbuka untuk kepentingan riset.

Saya setuju sekali anjuran H. Kosky Zakaria agar para ahli sejarah menggali 
kebenaran tentang apa yang saya kemukakan di dalam buku Greget Tuanku Rao. Buku 
yang ditulis dan diterbitkan secara komersial yang beredar di dalam masyarakat 
itu sendiri, adalah sosialisasi temuan-temuan. Perlu saya sebutkan, saya sudah 
berbicara di forum terbuka dalam acara bedah buku Greget Tuanku Rao yang 
dihadiri banyak pihak termasuk wartawan, antara lain tanggal 8 November 2007 
yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya UI, Studi Klub Sejarah, dan Komunitas 
Bambu di Pusat Studi Jepang UI. Kemudian 10 November 2007 di Unimed yang 
diselenggarakan PUSSIS Unimed, dilanjutkan 17 November 2007 di IAIN-SU, yang 
dihadiri H. Kosky Zakaria sendiri. 

Menurut rencana, acara yang sama akan digelar di Jakarta pada bulan Desember 
2007. Ini bukti kesediaan saya berbicara di muka forum terhormat, seperti di 
beberapa perguruan tinggi bergengsi itu. Tak terbersit seberapa pun kecilnya 
niat di dalam hati saya untuk meruntuhkan harkat dan martabat orang Minang 
melalui buku Greget Tuanku Rao, seperti yang dituduhkan Kosky Zakaria di dalam 
artikelnya. Prasangka seperti itu harus dibuang jauh-jauh dari pikiran siapa 
pun. Lagipula, manalah mungkin harkat dan martabat orang Minang runtuh hanya 
karena buku ini. Lebih tak terbersit lagi apa yang diejekkan Kosky Zakaria, 
'Siapa tahu Bung Basyral akan diangkat pula sebagai 'Pahlawan Pelurusan Sejarah 
Bangsa Indonesia'. Jan baitu angku. 

Sebagai penutup baiklah saya kutip di sini alinea terakhir makalah saya pada 
seminar Holong Mangalap Holong di Pasca Sarjana IAIN-SU tanggal 17 November 
itu, untuk direnungkan dalam-dalam, sbb.:

'Pergaulan orang Mandailing dengan orang Minangkabau sangatlah eratnya, 
barangkali paling erat dibandingkan dengan pergaulan orang Minangkabau dengan 
etnis lain. Jika orang Mandailing memperkenalkan dirinya sebagai orang 
Mandailing apalagi dilafalkan dengan logat Minangkabau, Urang Mandailiang, 
niscaya terasa ada getaran gaib yang mengeratkan hubungan batin keduanya. Saya 
mempunyai banyak pengalaman seperti itu'. Terakhir, mohon Angku H. Kosky 
Zakaria menulis nama saya yang sebenarnya, Basyral Hamidy Harahap, bukan 
Basyral Hadi Harahap. Nama saya diambil dari ayat di dalam Al Quran, Basyr Al 
Hamid yang artinya pasti angku H. Kosky Zakaria ketahui. 

Penulis adalah pemerhati masalah-masalah sosial budaya masyarakat Tabagsel. 
    
---------------------------------
  Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. 
  



  
---------------------------------
  Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers





       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke