Dari HYPERLINK
"http://www.padangekspres.co.id/"http://www.padangekspres.co.id, Senin 21
Januari 2008

Parintang-rintang patang, panambah-nambah pengetahun.


 


Oleh :  Wulan Andayani Putri, Mahasiswi Jurusan Sejarah Indonesia Fakultas
Sastra Unand

Masyarakat Minangkabau menyebut masyarakatnya dengan Alam Minangkabau dan
menyebut kebudayaannya dengan Adat Minangkabau. Penyebutan yang demikian
menunjukkan bahwa orang Minangkabau melihat diri mereka sebagai bagian dari
alam maka hukum-hukum alam yang ada juga berlaku bagi masyarakat (alam)
Minangkabau. Dasar filosofis alam takambang jadi guru yang dianut
masyarakatpun juga menunjukkan hal itu. Menurut sifat dasarnya, adat
Minangkabau terdiri dari dua jenis. Pertama, adat yang berbuhul mati, adat
ini tidak dapat dan tidak akan berubah, biasa digambarkan ndak lakang dek
paneh, ndak lapuak dek hujan bahwa ia tak akan pernah berubah oleh situasi
dan kondisi yang bagaimanapun. Adat berbu_hul mati ini, terbagi lagi atas
yang dinamakan adat yang sebenarnya adat dan adat yang diadatkan.
Penerapannya dalam kehidupan sesuai dengan ajaran bahwa raso dibao naiak,
pareso dibao turun.

Kedua, adat yang berbuhul sentak, ia merupakan penjabaran dari adat yang
berbuhul mati. Rumusan dari penjabaran itu dilakukan melalui musyawarah,
musyawarah inilah yang menghasilkan norma-norma atau aturan-aturan dan
lembaga-lembaga. Adat yang berbuhul mati berlaku bagi swluruh alam
Minangkabau, adat yang berbuhul sentak memiliki variasi di berbagai nagari
yang kemudian disebut dengan adat salingka nagari. Pada saat Islam masuk dan
dianut oleh masyarakat Minangkabau, terjadi penyesuaian dalam sendi adat
Minangkabau. Yang tadinya sendi itu berbunyi adat basandi alua jo patuik,
alua jo patuik basandi nan bana, bana tagak sandirinyo, kemudian berubah
menjadi Adat basandi syarak, Syarak basandi adat. Sesudah Perang Padri,
ketika ajaran Islam semakin kukuh dan eksplisif, sendi adat itu kemudian
berubah lagi menjadi Adat basandi syarak, Syarak basandi kitabullah.
Falsafah ini kemudian dirasakan sebagai pembentuk identitas masyarakat
Minangkabau, ia menjadi rujukan dari setiap tingkah laku orang Minangkabau.
Permasalahannya, bagaimana relevansi ungkapan falsafah ini dalam kehidupan
mayarakat Minangkabau baik dulu dan sekarang, dan apakah falsafah ini masih
mencerminkan identitas masyarakat Minangkabau dalam realitasnya hari ini.
Arus modernisasi sebenarnya sudah dialami masyarakat Minangkabau semenjak
Belanda meluncurkan sekularisasi sebagai bentuk Islamicphobia. Dari sini
sebenarnya sudah dimulai tantangan kultural dan intelektual bagi masyarakat
Minang.

Hari ini, masyarakat Minangkabau dihadapkan pada gelombang modernisasi dan
globalisasi yang kembali menciptakan tantangan kultural dan intelektual bagi
masyarakat Minangkabau. Arus modernisasi dan globalisasi ini bukan hal yang
dapat ditolak dalam dunia modern yang serba instan dan canggih tidak
terkecuali bagi masyarakat Minangkabau. Namun sesungguhnya sendi-sendi adat
seperti adat yang berbuhul mati, hukum-hukumnya tidak mengalami perubahan
karena ia berdasarkan kepada hukum-hukum dan sifat alam, perubahan itu
sendiri adalah bagian dari hukum dan sifat alam. Sehingga sebenarnya
gelombang modernisasi terhadap adat berbuhul senta yaitu adat yang
teradatkan bisa saling menyesuaikan, buhulnya adalah buhul sentak yang bisa
dirangkai dan diperbaharui. Permasalahan untuk tetap konsisten dengan
berbagai adat yang berlaku sementara arus modernisasi dan globalosasi
semakin deras adalah hal yang sulit, sudah saatnya, modernitas tidak menjadi
masalah dalam kultur masyarakat Minangkabau dengan merujuk kembali pada
pertanyaan diatas bahwa adat yang teradatkan adalah adat yang berbuhul
sentak, yang dapat diungkai dan diperbaharui.

Namun, yang perlu diingat adalah Minangkabau juga mempunyai adat yang
berbuhul mati yang ndak lakang dek paneh, ndak lapuak dek hujan. Sehingga
derasnya arus globalisasi tadi tidak mengubah jati diri masyarakat
Minangkabau meskipun budaya modern menjadi pilihan gaya hidup. Karena sistem
dan pola hidup masyarakat yang sesuai dengan adatpun tidak menjamin akan
mencerminkan identitasnya sebagai orang Minang. Misalnya, walaupun seorang
tetap konsisten mengaku sebagai mamak yang seharusnya menjaga harta pusaka
tinggi namun ketika ia menjual harta itu maka ia telah kehilangan jati diri
dan identitasnya sebagai orang Minangkabau. Akan lebih bijak rasanya ketika
kita mau menerima perbedaan dan perubahan yang terjadi, tanpa harus memaksa
diri untuk tetap teguh pada hal yang sebenarnya amat fleksibel namun dengan
tidak melupakan bahwa kita dengan segala gaya hidup modern adalah tetap
masyarakat Minang yang berbudaya. (***)

 


No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.9/1238 - Release Date: 22/01/2008
20:12
 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: 
[EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke