> --- [EMAIL PROTECTED] wrote: > > > > Wa'alaikumsalamwarahmatullahiwabarakaatuh. > > > Is > Kalau dipahami bana pertanyaan ambo Ilustrasi > kaduo pertanyaan ambo > babeda,
Itu sebabnya pada kalimat saya memakai kata "Apa Mungkin", karena tidak pasti bagi saya, saya hanya menduga kemungkinan harta pusaka tinggi asal muasalnya semacam kisah kedua? > nan pertamo harato nan didapek hasil manaruko > sekelompok urang (Di > minangkabau biasonyo sakaum) dan mereka tu ndak > pernah mambagi sabagai hak > milik, hanyo mambagi sabagai hak menggarap. dan iko > taruih balanjuik dari > generasi ka generasi. Bahkan mulainyo haratoko > didapek sabalun islam > masuak ka minangkabau. Iko nan dimukasuik mak darul > harato publik atau > dikampuang awak labiah dikenal pusako tinggi. > Manuruik ambo sacaro pribadi > pusako tinggi ndak samo jo warisan. Pusako tinggi > harato publik. Hmmm...kalau dikatakan pusaka tinggi, harta publik, kenapa ada pembagiannya setelah yang menggarap itu wafat. Padahal dalam Islam, setiap harta yang dijatuhkan oleh generasi selanjutnya dengan pembagian, itu dikatakan warisan.Dan kenapa kalau itu bukan harta warisan, tetapi dalam pembagiannya diatur dalam adat, dan kenapa harus jatuh pada garis keturunan padusi? darimana landasan hukum Syara'nya(bukankah ABSSBK).Kalaulah karena tidak ABSSBK ini, saya tidak akan mempertanyakan landasan hukum syara'ini.Karena saya tidak menemukan ada harta, apa saja, harta warisan kek, harta publik kek, harta apa saja.Kalau hanya menurutkan pendapat dari seorang ulama, atau beberapa ulama, sayapun harus melihat landasan hukum syara' dari ulama tersebut apa? Sebagaimana yang pernah saya postingkan, kita dilarang untuk taqlid buta. Apakah ini hanya karena masalah keduaniawiyaan? Tidak...kalau hanya masalah keduniawiyaan, kenapa Allah menurunkan ayat-ayat mengenai warisan, ayat-ayat mengenai harta.Begitupun hadits-hadist rasulullah. Justru masalah harta ini sangat penting, sampai-sampai kita ditanya kelak, darimana, kemana harta yang kita dapatkan itu? itu pertanda, ini bukan masalah dunia saja, tetapi menyangkut kehidupan akhirat kelaknya. Karena adatnya matrilineal? Kalau adat Matrilineal yang katanya berlandaskan ABSSBK boleh-boleh saja, asal jangan sampai hukumnya bertentangan dengan hukum Islam, karena slogan kita memakai kata Syara' Kitabullah, maka haruslah sesuai dengan Kitabullah. Karena hukum Islam, sistem pembagian hartanya adalah berazaskan keadilan berimbang. Kaum garis keturunan Bapak dan kaum garis keturunan kaum Ibu, apakah itu sebagai hak milik, ataupun hak pakai(garap) Ba'a mako > padusi nan dapek pusako tinggi? karano adaik awak > matrilinial, nan laki2 > kalau babini, inyo akan bagabuang di kaum padusi > sabagai urang sumando. > Untuak biaya hiduik keluarganyo dek mamak2 nan > padusi di agiah hak garap > tanah. Katiko keluargako alah mampunyoi keturunan > pulo dan indak ado nan > padusi dan keluargako alah maningga, hak garap nyo > hilang, tanah nan > dipakai dibaliakkan ka kaum. > Iko pertanyaan pertamo ambo, ba'a kedudukan tanahko > dalam Islam? sanada jo > pertanyaan mak darul indak buliah di Islam punyo > harato publik? Saya dah jawab pada pertanyaan Mak Darul mengenai kedudukan harta publik Siapa bilang ngak boleh dalam islam, punya harta publik. Toh haditsnya saja ada"Air Tanah, Udara/Gas, merupakan harta publik. Tetapi harus dipakai untuk kepentingan publik, bukan person, dan boleh saja dijual, tetapi syarat untuk kepentingan publik juga, bukan perorangan. dan untuk menetukan bagian mana dari harta publik ini, ditinjau dari sisi bagaimana kondisi mendapatkan harta tersebut, karena setiap kondisi punya hukum tersendiri. Dalam Islam, ada harta yang didapat secara syarikat(perkongsian), ada yang didapat harta itu secara luqthah(dapatan saja, ngak jelas, siapa pemiliknya), ada harta yang didapat secara "iyaarah(pinjaman), ada juga harta yang didapat secara AlWadii'ah(peninggalan). Mana diantara harta diatas bagian dari harta pusaka tinggi didalam adat Minangkabau?. Apakah Allah dan rasulNya tidak meninggalkan solusi dari macam-macam kondisi harta diatas? Rasanya jelas ngak mungkin, karena Allah ta'ala sendiri berfirman:"Hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu agama kamu...". Apakah kita harus membuat hukum baru selain hukum yang telah di buat oleh Allah dan rasulNya?. Kalau kita berpatokan pada kaedah ushul Fiqh,:" Al 'Aadah, Al Hukmu"(Kebiasaan, atau adat istiadat itu menjadi suatu hukum), perlu diketahui, bahwa kaedah ushul Fiqh dalam Islam hanyalah sebagai alat pembantu saja. Dan akan dipakai kalau ia memang diperlukan sebab tidak ada alat utamanya. Contoh, alat bantu telinga bagi orang yang sakit telinga. Ia akan memakai alat bantu tersebut, disaat beliau memerlukannya, dan ngak setiap saat ada ditelinganya, ngak disaat tidur atau mandi. Untuk diketahui, kaedah diatas timbul karena permasalahan haid. Ketika itu Siti 'Aisyah ditanya, akan haid seseorang perempuan yang biasanya dia haidnya seminggu, ngak taunya kali ini lain, haidnya sampai 10 hari. Bagaimana dengan hukum shalatnya. Ibunda Siti 'Aisyah menjawab, silahkan kamu shalat, batas haid perempuan itu sesuai dengan kebiasaannya yaitu seminggu. Kalau saja kaedah ushul Fiqh itu dipakai sesuka hati, asal ada hukum pakai itu, yah ngak tepatlah. Kaedah itu dipakai kalau jelas ngak ada hukumnya dalam AlQuran atau hadits, atau Ijma'(ijma'pun tetap pakai dalil, ngak sembarang Ijma' saja). Kalau kaedah itu dipakai, bisa-bisa saja orang berdalih karena kebiasaannya adalah merayakan hari kematian Husain, maka adat atau kebiasaan itu dijadikan hukum, bukankah kaedah "Al 'aadah al hukm", tetapi apakah sesuai dengan ajaran islam, atau apakah tidak ada hukum Islam dalam hal ini? Atau kaedah ushul Fiqh:" Darurat itu membolehkan yang dilarang", karena darurat ngak bisa nahan nafsu saat melihat perempuan...maka terpaksalah memperkosanya, atau nikah Mut'ah. Atau karena darurat harus bantu ibu, terpaksa mencuri.Padahal kaedah ushul fiqh itu dipakai kalau daruratnya sampai taruhannya mati orang tersebut. Atau kaedah ushul Fiqh"Maalaayatimmulwaajib illa bihi fahuwa waajibun"(Apa-apa yang tidak mungkin sempurnanya kewajiban selain memakai itu, maka alat itupun dipakai), Apakah harus dengan memakai hukum harta pusaka tinggi jatuh ketangan garis keturunan padusi saja, maka kewajiban makan sanak kemenakan ngak bisa dicapai? Apa mati kemenakan kalau ngak harus makan harta pusaka tinggi dari garis keturunan ibu? Bukankah masih ada dalam Islam pembagian harta dengan cara Hibah, Wasiat, yang sesuai dengan ketentuan Islam.Kalau kaedah diatas dipakai untuk orang yang menuntut ilmu wajib, sementara ia harus pakai kaca mata, kalau ngak pakai kaca mata, maka ia ngak bisa baca, maka pakai kaca mata, wajiblah baginya. itupun ia pakai kaca mata sebagai alat bantu, tidak sedang lagi tidur, mandi, atau berlari2 kencang. Nantik akan menyusul tulisan saya mengenai harta warisan dalam Islam, juga tulisan saya saat seminar kemaren, kalau memang diperlukan, kalau tidak, yah ngak usah. Untuk pertanyaan dibawah yang lainnya, saya kira dah terjawab dunsanak nan lain. Wassalamu'alaikum. Rahima. ____________________________________________________________________________________ Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Peraturan yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---