Sambil berminang-minang mungkin ada manfaatnya untuk memikirkan Indonesia, 
perahu besar yang ikut kita bangun.

Wassalam,
SB.

Sent from my iPad

Begin forwarded message:

> From: Fritz Elliker Simandjuntak <fritzi...@yahoo.com>
> Date: 22 April 2013 12:37:51 WIB
> Subject: [alumnas-OOT] Kanker Ganas Itu Telah Menyebar ke Segala Penjuru
> Reply-To: alumnas-...@yahoogroups.com
> 
> Opini menarik.  
> 
> Fritz Elliker Simandjuntak.                        
> "Sepenuh Hati Mencintai Negeriku"          
> 
> 
> Kanker Ganas Itu Telah Menyebar ke Segala Penjuru
> 
> ANALISIS EKONOMI
> 
> Oleh FAISAL BASRI
> 
>  
> 
> Minyak bumi merupakan sumber daya alam tak terbarukan. Generasi sekarang tak 
> berhak mengurasnya untuk dikonsumsi sekarang dengan sesuka hati. ”Kejahatan” 
> generasi sekarang kian menjadi-jadi karena tiga hal.
> 
> Pertama, tingkat eksploitasi telah melebihi penemuan cadangan baru sehingga 
> secara tak sadar kita telah ”memerkosa” bumi karena cadangan marjinal pun 
> terus disedot.
> 
> Kedua, dana yang diperoleh dari bagi hasil minyak dan pajak keuntungan 
> perusahaan minyak sudah tak cukup untuk menutup pengeluaran bagi subsidi 
> bahan bakar minyak (BBM). Pada tahun 2012, Anggaran Pendapatan dan Belanja 
> Negara (APBN) tekor sebesar Rp 34 triliun dan pada APBN 2013 naik menjadi Rp 
> 49 triliun.
> 
> Ketiga, jika tak ada langkah nyata segera untuk mengendalikan keborosan ini, 
> pemerintah harus menambah utang baru sebesar Rp 180 triliun dari yang telah 
> direncanakan sebesar Rp 120 triliun. Dengan demikian, keseluruhan utang baru 
> tahun ini menjadi Rp 300 triliun (Kompas, 19/4).
> 
> Tambahan beban utang itu sudah barang tentu harus dipikul generasi mendatang. 
> Ketidakadilan antargenerasi kian menjadi-jadi. Pemerintah ”malas” memikirkan 
> cara agar beban tak ditumpahkan seluruhnya kepada generasi mendatang.
> 
> Betapa defisit APBN sangat terkait erat dengan subsidi BBM terlihat dari 
> kenyataan bahwa selama sembilan tahun terakhir subsidi BBM selalu lebih besar 
> daripada nilai defisit APBN, kecuali tahun 2009.
> 
> Apakah dengan membiarkan kanker ganas terus bersemayam hingga ke generasi 
> mendatang akan membuat generasi sekarang terbebas dari petaka? Sangat tidak. 
> Generasi sekarang pun sudah merasakan deritanya. Rasa sakit belum begitu 
> terasa karena pemerintah menyuntikkan obat penawar rasa sakit yang bernama 
> subsidi BBM. Namun, akar dari kanker terus menjalar ke sekujur tubuh 
> perekonomian dewasa ini.
> 
> Mari kita tengok beberapa saja yang paling mencolok.
> 
> Pertama, konsumsi BBM melaju kian deras, sementara produksi minyak turun 
> terus sehingga impor minyak (minyak mentah dan BBM) membubung. Dalam waktu 
> hanya sembilan tahun, impor minyak meningkat lima kali lipat lebih, dari 7,5 
> miliar dollar AS pada 2003 menjadi 39,5 miliar dollar AS pada 2012. Akibat 
> selanjutnya, kita memasuki era defisit perdagangan minyak sejak 2004. Defisit 
> ini meroket dari 3,8 miliar dollar AS pada 2004 menjadi 23 miliar dollar AS 
> pada 2012 atau melonjak enam kali lipat dalam waktu hanya delapan tahun. 
> Lebih parah lagi, sejak 2013 transaksi perdagangan minyak mentah sekalipun 
> sudah mengalami defisit, suatu goresan sejarah baru.
> 
> Adalah defisit minyak tersebut yang lambat laun menggerogoti transaksi 
> perdagangan Indonesia sehingga akhirnya melahirkan lagi sejarah baru, yaitu 
> defisit transaksi perdagangan (ekspor barang dikurangi impor barang) sejak 
> 2012.
> 
> Defisit transaksi perdagangan mengakibatkan akun semasa (ekspor barang dan 
> jasa dikurangi impor barang dan jasa) ikut tertekan. Tidak tanggung-tanggung, 
> akun semasa memburuk dengan cepat, dari surplus 10,6 miliar dollar AS pada 
> 2009 turun menjadi 5,1 miliar dollar AS pada 2010 dan 1,7 miliar dollar AS 
> tahun 2011, lalu berbalik menjadi defisit menganga lebar sebesar 24,2 miliar 
> dollar AS pada 2012. Faktor inilah yang membuat nilai tukar rupiah sudah 
> lebih dari setahun melemah, kenyal di atas Rp 9.000 per dollar AS.
> 
> Kedua, APBN semakin tidak sehat. Subsidi BBM tidak sekadar membengkakkan 
> defisit APBN, tetapi juga telah membuat primary balance (penerimaan 
> pemerintah dikurangi pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga utang 
> pemerintah) sejak 2012. Sejarah baru lagi di era pemerintahan Susilo Bambang 
> Yudhoyono.
> 
> Pada APBN 2012 defisit keseimbangan primer mencapai Rp 45,5 triliun, 
> sedangkan pada APBN 2013 Rp 40,1 triliun. Defisit keseimbangan primer tahun 
> 2013 berpotensi membengkak 65 persen menjadi Rp 66,4 triliun (Bank Dunia, 
> Indonesia Economic Quarterly, Maret 2013). Defisit keseimbangan primer 
> (primary balance) berpotensi besar menurunkan harga dan menaikkan imbal hasil 
> dari surat utang pemerintah sehingga bakal menambah beban utang.
> 
> Ketiga, produksi BBM mengalami penurunan karena selama puluhan tahun tak ada 
> pembangunan kilang baru. Selain memperparah defisit minyak, kita pun 
> kehilangan kesempatan menghasilkan tambahan naphta yang, bersama kondensat, 
> merupakan bahan baku utama industri petrokimia yang boleh dikatakan merupakan 
> ”ibu” industri manufaktur.
> 
> Tak heran, daya saing Indonesia terus terpuruk. Pada tahun 2012, daya saing 
> kita menurut World Competitiveness Yearbook 2012 yang diterbitkan IMD turun 
> lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan skor hanya 59,5 dari skor 
> tertinggi 100. Adapun menurut Global Competitiveness Report 2012-2013 yang 
> diterbitkan Forum Ekonomi Dunia, peringkat Indonesia juga turun dari urutan 
> ke-46 pada 2011 menjadi urutan ke-50 pada 2012.
> 
> Kemerosotan daya saing tampak mencolok dari data transaksi perdagangan produk 
> manufaktur. Defisit manufaktur terjadi sejak 2008 sebesar 24,4 miliar dollar 
> AS dan terus memburuk hingga mencapai 51,4 miliar dollar AS tahun lalu.
> 
> Sempurna sudah nestapa perdagangan luar negeri kita yang telah mengalami 
> triple deficits: manufaktur, energi, dan pangan. Ketiga defisit ini terjadi 
> pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Satu-satunya yang surplus 
> tinggal produk berbasis sumber daya alam, seperti tambang dan perkebunan.
> 
> Tatkala kanker ganas sudah menyebar ke sekujur perekonomian, pemerintah masih 
> saja mengutik-utik pilihan-pilihan kebijakan yang sejauh ini tampaknya justru 
> tak menohok ke akar masalah. Bahkan, justru sebaliknya, berpotensi 
> menimbulkan makin banyak komplikasi dan ketidakpastian.
> 
> Kemoterapi adalah satu-satunya terapi bagi kanker yang sudah menjalar ke 
> sekujur perekonomian. Sangat pahit, memang, tetapi jika tidak ditempuh bakal 
> menimbulkan dampak mematikan. Teramat mahal ongkos yang bakal harus dibayar. 
> Itulah risiko yang harus diambil oleh seorang pemimpin negara, bukan pemimpin 
> partai. FAISAL BASRI Ekonom
> 
> 
> __._,_.___
> Reply via web post                             Reply to sender                
>                  Reply to group                         Start a New Topic     
>           Messages in this topic (1)                       
> RECENT ACTIVITY: New Members 4
> Visit Your Group
> MARKETPLACE
> 
> 
> 
> Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use • Send us 
> Feedback 
> .
>  
> __,_._,___

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke