Kalau dek ambo masakan Minangkabau yang merupakan warisan leluhur ini tidak tandingannya jika dibandingkan dengan masakan daerah manapun juga. Pernah ambo cubo Gudeg Yogya, rasonyo indak talulua do, dek manih rasonyo sarupo jo Kolak Cubadak, baitu juo jo masakan lain Sunda yang bertebaran di kota-kota Jawa barat spt di Bandung, Bogor TAPI indak cocok jo LIDAH MINANG ambo. Kenyataan lain menunjukan bahwa banyak putra-putra terbaik bangsa ini seperti Muh. Yamin, M. Natsir, Hatta dan ambo yakin dunsanak di palanta ko dan sederetan tokoh-tokoh terkenal lainnya paling dibesarkan oleh Masakan Minang.
Menurut penuturan kawan-kawan nan dari suku lain pada dasarnya mereka menyukai masakan Minang, karena rasanya bisa diterima di lidah mereka, satuhal yang penting adalah "HALAL". Jika pergi ke daerah-daerah yang mayoritas beragama Non Muslim spt di Sulawesi Utara, Bali ataupun Sekitar Toba,,,,Masakan Minang lah solusi terbaik menyangkut HALAL dan HARAM makanan untuk seorang Muslim. Ambo cubo telusuri di media ,,beberapa warung Waralaba yg bertebaran di Indonesia banyak yg belum bersertifikat HALAL, misalnya di link bawah : http://http://news.fimadani.com/read/2013/08/27/waralaba-solaria-diwajibkan-menggunakan-angciu-dan-minyak-babi/#.UiLvaHuIyB0.facebook Di kota rantau ambo kiniko,, paling tidak ado 15 Rumah makan masakan Minang. Sakitu dulu. Wassalam, Ramadhanil Pitopang 49 thn- Palu Sulawesi Tengah ________________________________ Dari: ajo duta <ajod...@gmail.com> Kepada: "rantaunet@googlegroups.com" <rantaunet@googlegroups.com> Dikirim: Selasa, 3 September 2013 19:01 Judul: Re: [R@ntau-Net] Warung Minang "Tambuah Ciek" Namun orang yang peduli kesehatan sekarang mulai meninggalkan masakan Minang yang penuh dengan minyak dan santan. RM Dapur Sunda sudah merebak dimana-mana. Malah di Padang sekalipun. Tapi walaupun mancubo mangelak-ngelak masakan awak. Paling kurang sakali-dua saminggu kangen juo basalero Minang. Hari tadi mangawani "induak bareh" ka Pasar Tanah Abang. Tantu pai malapeh salero di lantai 8. Bakulilang mancari RMP, basuo jo RMP Simpang Raya. Namonyo seperti terkenal. Tapi dicigok di etalase, kok kurang tabik salero. Nampak juo SMS (sate mak Syukur). Tapi ambo kurang berminat. Akhirnya mampir di RM Sunda ala pransmanan. ----------------------------------------------------------------------------------------------- Selamat 'Idulfitri 1434 H Mohon Maaf Lahir Bathin Atas Kesalahan dan Kekeliruan. Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Allah SWT. Amin Wassalaamu'alaikum Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta), 17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli - Jakarta - Sterling, Virginia USA ------------------------------------------------------------ 2013/9/3 St. eF Al Zain Sikumbang <efmuhan...@gmail.com> >DARI pelosok kampung di Sumatera Barat, warung minang menyebar bagai organisme makhluk hidup. Warung-warung itu berbiak di mana saja, mulai dari Jakarta sampai mancanegara. Setiap saat, "tambuah ciek lai" alias tambah satu lagi. > >Tanah Minang seolah pindah ke jalur pantura, Jawa Barat. Begitulah kesan yang kami tangkap ketika menyusuri jalur itu awal Agustus lalu. Betapa tidak, mulai dari perempatan Tol Cikampek-Cikopo hingga Indramayu, lebih dari seratus warung minang berdiri di sisi kiri dan kanan jalur tersebut. > >Warung-warung itu sebagian tampil amat dominan. Papan-papan namanya besar-besar seolah hendak menenggelamkan warung jawa, sunda, atau cirebon yang jumlahnya dari tahun ke tahun kian sedikit. Ukuran warungnya pun tergolong raksasa. Tengoklah RM Taman Selera di Losarang, Indramayu, milik Rusdi Safry (48) yang luasnya 4 hektar. > >Empat hektar? Ya, 4 hektar! Rusdi bahkan berencana membuat satu lagi warung padang di dekat Pintu Tol Palimanan seluas 7 hektar. Alamak! Warung minang tambuah ciek. > >Dengan luas 4 hektar, Taman Selera mirip Terminal Bus Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kamis malam pukul 23.00, awal musim mudik Lebaran, puluhan bus Sinar Jaya masuk-keluar area parkir rumah makan itu. Setiap mampir, bus-bus memuntahkan puluhan penumpang. > >Rusdi mengatakan, setiap malam ada 400-an bus Sinar Jaya yang singgah di warungnya. Pada musim mudik Lebaran, Agustus lalu, setiap bus terisi penuh 60 penumpang. Dengan begitu, Rusdi melayani sekitar 24.000 penumpang sehari semalam. Setengah dari mereka atau 12.000 orang hampir pasti makan besar. > > >KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sajian warung khas Kapau di Pasar Pabukoan, >Nagari Kapau, Agam, Sumatera Barat, Rabu (10/7/2013). Nagari Kapau menjadi asal muasal warga pengusaha Warung Kapau yang tersebar luas di pelosok Indonesia. Satu porsi nasi dan lauk di Taman Selera dibanderol rata-rata Rp 20.000. Jadi, uang yang masuk dari penjualan nasi sebanyak 12.000 porsi setidaknya Rp 240 juta sehari. Belum lagi pemasukan dari penjualan minuman, mi instan, makanan ringan, rokok, hingga pemakaian toilet yang dibanderol Rp 2.000 untuk sekali buang air kecil. > >Rusdi adalah generasi kedua pengusaha warung minang asal Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, yang menggarap jalur pantura. Pelopornya bernama almarhum Edy Johniwar yang membuka RM Citra Rasa di Indramayu awal tahun 1980-an ketika warung minang di kawasan itu masih bisa dihitung jari. Ketika sukses, Edy membawa sejumlah warga Sumpur untuk bergabung. Salah seorang di antaranya adalah Rusdi yang masih terhitung keponakan Edy. > >Rusdi bekerja sekitar tiga tahun di Citra Rasa. Setelah itu, ia memberanikan diri membuka warung minang sendiri tahun 1988. Ketika warung itu sukses, ia membuka pintu lebar-lebar bagi warga sekampung yang ingin bekerja di warungnya. ”Asal mau kerja silakan datang,” katanya. > >Saat ini ada 15-20 orang Sumpur yang bekerja di rumah makannya. Sisanya sebanyak 180-an orang berasal dari Indramayu. Dulu, kata Rusdi, ada banyak anak muda Sumpur yang bekerja di RM miliknya. Beberapa di antara mereka memisahkan diri dan menjelma jadi juragan warung minang baru. Salah seorang di antaranya adalah Nedy (42), yang kini berkibar di pantura dengan Singgalang Jaya dan Alam Wisata. > >Rusdi mengatakan, sekarang ada 12 warung minang di jalur pantura yang pemiliknya dari Nagari Sumpur, antara lain Rancak Minang, Minang Permai, Sabana Minang, Sinar Minang A dan B, Pesona Minang, dan Permata Minang. ”Kami tak bersaing, justru saling menguatkan. Saya percaya setiap orang punya rezeki sendiri,” ujar Rusdi. > >Begitulah, satu warung menetaskan sekian warung atau cabang baru. Jangan kaget jika di pantura ada RM Mitra 1, 2, 3, 4; Siang Malam 1, 2; dan Bagadang 1, 2, 3. > >Warung-warung nasi kapau di kawasan Pasar Senen, Jakarta, berbiak dengan cara serupa. Andau, warga Nagari Kapau, Kota Bukittinggi, menceritakan, pada tahun 1977, adiknya, Erni, membuka warung kapau di pasar itu. Setelah usaha itu maju, Andau diajak bergabung. Tahun 1981, satu petak warung Erni berbiak menjadi 14 petak. Beberapa di antaranya dikelola Andau. > > >KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sajian warung khas Kapau di Pasar Pabukoan, >Nagari Kapau, Agam, Sumatera Barat, Rabu (10/7). Nagari Kapau menjadi asal muasal warga pengusaha Warung Kapau yang tersebar luas di pelosok Indonesia. Beberapa tahun belakangan, muncul belasan warung nasi kapau lain di Pasar Senen dan Kramat Raya. ”Tapi, warung kapau Kramat Raya yang dimiliki orang asli Kapau cuma dua. Sisanya milik orang Jawa atau orang Minang dari nagari lain yang pernah bekerja di warung nasi kapau,” kata Andau, yang turun-temurun berdagang nasi mulai dari ayah, mertua, istri, ipar, kakak, adik, anak, hingga menantunya. > >Sistem bagi hasil > >Sistem kekerabatan memang jadi penopang perkembangbiakan warung minang. Namun, itu tidak berlaku lagi di jaringan Restoran Sederhana milik Haji Bustaman asal Lintau, Kabupaten Tanah Datar. Ia memilih sistem kemitraan untuk membiakkan restorannya. Asal punya uang beberapa miliar rupiah, Anda bisa memiliki cabang baru Restoran Sederhana. > >Hasilnya, jaringan restoran yang bermula dari sebuah kedai kecil di Bendungan Hilir tahun 1970-an itu kini berbiak menjadi 100-an cabang di sejumlah daerah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. ”Investornya bukan hanya orang Minang, melainkan juga orang Batak, Jawa, Sunda. Sistemnya bagi hasil, bukan waralaba,” tutur Bustaman yang ”hanya” memiliki secara penuh enam dari sekitar 100 cabang Restoran Sederhana. > >Migrasi > >Sejak kapan warung minang menyebar begitu rupa? Sejumlah catatan menyebutkan, diaspora warung minang terjadi seiring migrasi besar-besaran orang Minang ke tanah rantau pada abad ke-20. Data sensus 1930 menyebutkan, penduduk Sumatera Barat yang tinggal di luar kampung halamannya ketika itu mencapai 211.000 orang yang tersebar di Jambi, Riau, Sumatera Timur, dan Malaysia. Migrasi meluas pasca-kemerdekaan Indonesia hingga ke kota-kota di Jawa. > >Mereka berbondong-bondong datang ke Jakarta menumpang kapal-kapal dari Teluk Bayur, Padang. Banyak di antara mereka mengincar kedudukan di kementerian dan departemen pemerintah yang baru terbentuk, berdagang, atau menuntut ilmu (Mochtar Naim, 1984). > >Lance Castle memperkirakan, tahun 1962, ada 60.000 orang Minang di Jakarta. Jumlah itu melonjak menjadi 154.000 orang berdasarkan sensus tahun 1990. Itu baru di Jakarta, belum di Botabek dan kota-kota lain. > >Karena komunitas orang Minang bertambah banyak, muncul kebutuhan membuka warung minang. ”Awalnya, pelanggan warung minang itu orang Minang saja. Pemiliknya sudah pasti orang Minang sebab warung sekaligus jadi tempat menampung sesama perantau. Lama-kelamaan, warung minang berkembang seperti sekarang,” ujar sejarawan Muhammad Nur dari Universitas Andalas. > > >KOMPAS/RIZA FATHONI Suasana RM Padang Sederhana di kawasan Sunan Giri, >Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (29/8/2013). Sebagian rumah makan minang di luar negeri juga berkembang seiring membesarnya jumlah perantau Indonesia. Tengoklah Restoran Minang Indonesia milik Arfianto Wismar Bachtiar di Doha, Qatar. Awalnya, laki-laki asal Lintau itu datang ke Qatar untuk bekerja di perusahaan minyak tahun 2000. Selama di Qatar, istrinya sering memasak masakan minang. Tak disangka, mereka mendapat banyak order masakan dari keluarga Indonesia di Qatar dan KBRI. > >Akhirnya, September 2006, ia memberanikan diri membuka restoran minang. Restoran itu terus berkembang dan tahun 2011, Arfianto membuka restoran kedua. Pelanggan restorannya 85 persen orang Indonesia dan sisanya orang asing. > >Begitulah, bagai organisme makhluk hidup, warung minang bisa berbiak di mana saja. Sampai-sampai ada seloroh, ”Kalau di bulan ada orang Minang, mereka akan buka warung nasi di sana.” (Budi Suwarna dan Indira Permanasari) > >sumber : >http://travel.kompas.com/read/2013/09/03/1605015/Warung.Minang.Tambuah.Ciek.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp > > >Wassalam, > > >St. eF Al Zain Sikumbang >Kuala Lumpur > -- >. >* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain >wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ >* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. >=========================================================== >UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: >* DILARANG: >1. Email besar dari 200KB; >2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; >3. Email One Liner. >* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta >mengirimkan biodata! >* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting >* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply >* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti >subjeknya. >=========================================================== >Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: >http://groups.google.com/group/RantauNet/ >--- >Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup >Google. >Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim >email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . >Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.