*AyoGitaBisa.com - *Kebesaran Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah
atau lebih dikenal dengan julukan Hamka tak hanya diakui di Indonesia,
sebagai seorang ulama namanya juga dikenal di berbagai negara sahabat.
Bahkan, ulama yang mempunyai nama lengkap Abdul Malik bin Abdul Karim
Amrullah ini berhasil menyandang gelar doktor honoris causa dari
Universitas Al Azhar, Kairo dan Universitas Kebangsaan Malaysia.

Lebih dikenal dengan panggilan Buya Hamka, dia adalah salah satu sosok
pendakwah yang meneruskan perjuangan ayahnya yang bernama Syekh Abdul Karim
bin Amrullah atau dikenal sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah
(tajdid) di Minangkabau.

Hamka yang lahir pada 17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatera Barat ini
dikenal sebagai ulama yang kritis. Dimasa orde baru, Hamka sering kali
menentang kebijakan pemerintah yang pada waktu itu didominasi oleh partai
Golkar. Kritik yang ia lontarkan sering kali dalam bentuk tulisan yang
dimuat di majalah Panjimas.

Salah satu kritikan Hamka terkait isu tentang monoloyalitas yang
dilontarkan Golkar pada Pemilu 1971. Walaupun dalam kondisi sakit pada
waktu itu, Hamka menjawab imbauan agar pegawai negeri mencoblos Golkar
dengan kalimat yang kritis.

"Saya adalah seorang rakyat Indonesia yang pertama berlindung kepada Allah,
di bawah kibaran Merah Putih dan presidennya adalah Soeharto. Dari segi
keahlian saya dan bidang saya, telah saya bantu presiden ini dan tetap akan
saya bantu. Selama tenaga masih ada dan kalau presiden memerlukan! Kalau
presiden tidak memerlukan tidak pula saya akan kasak kusuk minta
diperhatikan. Inilah yang bernama loyalitas. Dengan pernyataan loyalitas
ini bukan berarti bahwa saya mesti masuk salah satu partai politik.
Bukanlah berarti saya mesti membantu kampanye Golkar!...Saya akan tusuk 3
Juli nanti tanda gambar yang tetap rahasia dalam hati saya." tulis Hamka
dengan pendirian yang kuat bahwa dia senantiasa kritis terhadap
pemerintahan.

Tidak hanya itu, Hamka juga pernah mengkritisi awal pembentukan Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang dilakukan pemerintah pada masa orde baru.
Menurut Hamka, keberadaan majelis ini baik untuk membantu pemerintah, untuk
memberi nasihat diminta atau tidak diminta. Namun, Hamka menegaskan bahwa
pemnbentukan MUI jangan sampai bertujuan untuk membeli ulama.

"Kalau saya diminta menjadi anggota Majelis Ulama saya terima, akan tetapi
ketahuilah saya sebagai Ulama tidak dapat dibeli," demikian tegas Hamka
seperti dikutip M Roem dalam bukunya Bunga Rampai dari Sejarah.

Hamka pun kemudian terpilih sebagai ketua Majelis Ulama. Dan dalam
mengemban jabatan ini, Hamka yang menjabat sebagai ketua Majelis Ulama
Indonesia selama dua periode, 1975-1980 dan periode 1980-1985 menolak
menerima gaji sebagai ketua MUI. Sikap Hamka ini menjadi bukti
konsistensinya untuk menjaga prinsip pengabdiannya terhadap agama, bangsa
dan negara.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke