Jeje,
gimana cerita mengumpulkan dana beasiswa? Kelihatannya terputusa yaaa?
 
wassalam,
DAN



Pada Kamis, 23 Januari 2014 22:10, Maturidi Donsan <maturid...@gmail.com> 
menulis:
  
Nakan Aryandi
Ilyas dan sanak
dipalanta n.a.h
 
Kita salut kepada
generasi muda seperti Desi Priharyana (17), mungkin yang terpendam banyak lagi.
 
Yang mmenjadi kendala pendidikan sekarang ini diantaranya
ialah:
1.    Letak tempat pendidikan yang jauh
dari asal anak didik
  Menyebabkan adanya biaya kos, transportasi
2.    Biaya yang dibebebankan institusi
pendidikan sendiri
3.    Buku-buku tambahan yang harus dibeli
peserta didik yang tiap tahun berubah.
4.    Perubahan kurikulum
Keadaan ini melanda anak
didik dari PAUD-TK sampai keperguruan tinggi.
 
Diantaranya kesemuanya ini
menyebabkan biaya tinggi pendidikan. Akibatnya yang bisa keatas anak PNS sama
aparat dan yang terima gaji dengan Sk pemerintah dan buruh menengah keatas
serta anak orang berpunya (pedagang dan orang kaya), anak-anak yang tak mampu
tetap berada dilapisan bawah,
 
Keadaan ini tak akan berubah  berapapun biaya dikucurkan untuk biaya
pendidikan,  kalau sistim ini tidak dirobah.
 
Merobah sistim ini ialah
mungkin  dengan menghadirkan ruang
pendidikan itu di Desa. Kalau untuk di Sumbar di Jorong maksimal di nagari
dengan memanfaat kan surau dan mesjid.
 
Pemerintah hanya membantu
menyediakan tempat prakltek dan tenaga pengajar.
 
Tenaga pengajar sekarang
sudah banyak tersedia, mereka yang mencari kerja ditiap daerah bisa tersalur
kesana.
 
Tentu saja harus meninjau ulang
mata pelajaran dan mengurangi buku-buku yang mungkin kurang bermanfaat. 
 
Pendidikan harus dititik
beratkan kepada keterampilan tidak hanya sekedar memperkenalkan pengetahuan
kepada mereka seperti yang banyak berlangsung sekarang ini kepada anak didik
mulai dari PAUD-TK sampai ke perguruan tinggi, sehingga banyak menghasilkan
anak didik  yang tidak siap pakai.
 
Pendidikan di jorong/nagari ini, untuk Sumbar banyak
manfaatnya.
Bila anak didik sudah di Jorong, mereka bisa dekat dengan
orang tua , dekat juga dengan ABS SBK nya. Biaya kos-kosan, transportasi
mungkin bisa hilang. Semua anak negeri yang mau ikut bisa tertampung.
 
Banyak lagi generasi muda desa yang punya kemampuan tinggi
hanya mungkin terkendala letak sekolah dan mahalnya biaya sekolah.
 
Sekarang ini selain SD, sekolah lanjutan SLTP/ SLTA (SMK/SMKN)
apalagi untuk  strata  S1 dan selanjutnya semuanya jauh dari nagari
atau desa,
 
Semuanya akan berbiaya tinggi, baik transportasi bagi yang
bisa pp dan biaya kos-kosan bagi yang lain ditambah lagi permintaan dan   
sumbangan ini itu dari sekolah semua menjadi
gangguan bagi anak yang kurang mampu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
berguna bagi masa depan mereka sekaligus untuk bangsa dan Negara. 
 
Selain itu unuk tingkat SLTA mungkin juga  perguruan tinggi, masih terdapatnya 
perbedaan
pemikiran para intelektual kita dalam menyusun mata pelajaran yang akan
disajikan kepada peserta didik.
 
Ada yang ingin agar produksi SLTA itu bisa siap pakai karena
tenaga ini diperlukan sebagai pelaksana , untuk itu mata pelajaran harus
dibatasi.
 
Yang lain berpendapat SLTA kecuali SMKN, memang tidak
dipersiapkan untuk kerja tapi untuk melanjutkan ke PT/UN. (Dialog kubu Fuad
Hasan Mendikbud  vs kubu BJ Habibi
Menristek di TV).
Kubu ini masih berlanngsung sampai sekarang.
 
Ada lagi pendapat pak Sudomo sebagai mantan  Menaker, beliau berpikir praktis 
saja (secara
tempur  barangkali), pada saat tak ada
penampungan untuk sekolah kejuruan, stop saja sekolahnya (STM/ SGA dan
sebangsanya stop saja, bagaimana kelanjutannya tak tahu).
 
Agar pendidikan itu merata keseluruh pelosok, baiknya kita
pikirkan dari sekarang, rakyat bersama pemerintah harus jemput bola, hantarkan
SLTA/SMKN danUN itu ke desa/jorong/nagari.
Jadikan surau dan mesjid untuk  tempat pendidikan.
Semua rakyat desa/jorong/nagari, setidaknya pernah
mengenal /  bisa ikut pendidikan sampai kestrata
S1.
 
Anak didik jangan lagi diarahkan untuk mencari kerja tapi
untuk bisa berwiraswata. Dengan perbekalan ilmu yang didapat mereka akan bisa
terampil menghadapi masa depan dengan lahan pertanian dan tidak perlu bergerak 
jauh
dari Desa/jorong/ nagari mereka. 
 
Sekedar wacana.
 
Wass, 
Maturdi (L/75) Talang, Solok, Kutianyia, Duri Riau 



Pada 23 Januari 2014 14.31, Aryandi Ilyas <aryandi...@gmail.com> menulis:

Bapak/Ibu, sahabat semuanya...
>
>
>Subhanallah, ternyata masih banyak "mutiara2" yang bertebaran di
>Nusantara ini, yang perlu diasah dalam bentuk kepedulian bersama....
>Sama halnya dengan coach Indra Syafri yang menemukan para mutiara
>dalam team sepakbola U-19, yang saat ini dipersiapkan tuk PIALA ASIA
>2014.
>
>Insya ALLAH kalo korupsi bisa diminimalisir secara sistematis,
>kebangkitan Indonesia semakin cepat. Kita butuh juga "Indra Syafri"
>dalam bidang pendidikan ini. Smoga banyak instansi/perusahaan ataupun
>pribadi2 yang mau menjadi ortu angkat dalam mencapai cita cita
>mereka..
>
>Laskar pelangi, bangkit lah..............
>
>
>
>====
>
>Demi Biaya Sekolah, Desi Berjualan Slondok hingga Jadi Kuli Bangunan
>
>YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Desi Priharyana (17), siswa kelas 1 SMKN 2
>Jetis, terbilang pekerja keras. Di tengah keterbatasan ekonomi
>keluarga, dia ikut bekerja demi membantu biaya sekolah dan kehidupan
>keluarga. Desi melakukan pekerjaan apa saja yang penting halal, mulai
>berjualan slondok hingga menjadi buruh bangunan.
>
>Rabu (22/1/2014) pagi, warga Dusun Taino, Desa Pendowoharjo, Kecamatan
>Sleman, ini berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda dengan krombong
>hijau di jok belakang. Krombong itu berisi bungkusan-bungkusan
>slondok. Derasnya air hujan pagi itu tidak pernah menyurutkan niat
>pelajar kelas 1 SMKN 2 Jetis jurusan Teknik Konstruksi Batu dan Beton
>ini untuk terus mengayuh sepedanya sejauh 12 kilometer menuju
>sekolahnya di SMKN 2 Jetis, Kota Yogyakarta.
>
>Desi harus berjualan slondok di sepanjang jalan yang dilewatinya
>ketika berangkat dan pulang sekolah. Tak pernah sekalipun mulutnya
>mengucapkan kata mengeluh atau malu demi memenuhi biaya sekolah dan
>kebutuhan hidup keluarganya.
>
>"Kenapa harus malu, toh apa yang saya lakukan ini tidak melanggar
>hukum," terang Desi saat ditemui di sekolahnya, SMKN 2 Jetis, Kota
>Yogyakarta, Rabu (22/1/2014) siang.
>
>Desi mengaku sudah berjualan slondok sejak di bangku kelas 3 SMP.
>Sebelumnya, ia pernah beternak bebek, berjualan telor, tahu, dan
>tempe. Bahkan, dia juga pernah menjadi buruh bangunan.
>
>"Asal halal dan tidak merugikan orang lain, pekerjaan apa pun saya
>lakukan untuk bertahan hidup dan biayai sekolah," ucapnya.
>
>Desi tidak bisa bertahan lama menjadi peternak bebek dan buruh
>bangunan karena terbentur dengan jadwal sekolah. Akhirnya, dia
>memutuskan untuk menekuni bisnis makanan slondok. Selain modalnya
>kecil, dia juga memiliki saudara yang siap memasok slondok.
>
>"Modalnya dari ternak bebek. Awal beli slondok dengan uang 50.000.
>Sekarang modal saya sudah lumayan, ya sekitar 1 jutaan," katanya.
>
>Setiap hari Desi bisa membawa sekitar 25 bungkus slondok di dalam
>krombong-nya. Per hari rata-rata Desi mampu menjual 10-25 bungkus
>slondok. Untuk satu bungkus slondok dijual Rp 7.000.
>
>"Pembelinya ya orang-orang yang ada di pinggir jalan. Selain itu,
>guru-guru serta teman-teman sekolah. Satu bulan keuntungan bersih dari
>jualan slondok bisa sekitar Rp 200.000," kata Desi.
>
>Uang hasil penjualan slondok tersebut, menurutnya, digunakan untuk
>biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolah ia dan adik perempuannya.
>Sisanya ditabung untuk biaya rencana kuliah.
>
>"Setiap hari, adik selalu saya kasih uang saku Rp 10.000. Ya, untuk
>uang transpor dan sekadar jajan," katanya.
>
>Sejak ibunya meninggal pada tahun 2000, kini Desi hidup bersama ayah
>dan seorang adiknya, Rini Dwi Lestari (15). Dulu, kata Desi, kehidupan
>keluarga bergantung kepada ayahnya yang bekerja sebagai buruh
>bangunan. Namun, setelah ibunya meninggal dan tawaran kerja untuk
>ayahnya berkurang, mau tidak mau sebagai anak pertama Desi harus ikut
>membantu perekonomian keluarga.
>
>"Selama hidup, saya tidak pernah meminta apa pun kepada orangtua,
>kecuali doa restu mereka," katanya.
>http://regional.kompas.com/read/2014/01/22/1641414/Demi.Biaya.Sekolah.Desi.Berjualan.Slondok.hingga.Jadi.Kuli.Bangunan
>
>====================
>
>Meski Berjualan Slondok, Desi Tak Pernah Telat ke Sekolah
>
>YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Meski harus menjual "slondok" berkeliling dan
>menjaga toko sembako setiap malam, tak pernah sekalipun Desi
>Priharyana (17) terlambat masuk sekolah. Bahkan setiap harinya Desi
>sampai ke sekolah lebih pagi dibandingkan siswa-siswa lain yang
>mengendarai sepeda motor.
>
>Hal itu diungkapkan Dasiman, satpam SMKN 2 Jetis. Menurut Dasiman,
>meski mengendarai sepeda dari rumah menuju sekolah ditambah harus
>berjualan di sepanjang jalan, sejak masa orientasi siswa (MOS) sampai
>saat ini, Desi tidak pernah terlambat masuk sekolah.
>
>"Setiap jam 7 tepat, gerbang sekolah pasti langsung digembok. Tapi
>meski naik sepeda dan jarak rumahnya jauh, dia (Desi) tidak pernah
>terlambat," katanya.
>
>Dasiman menceritakan, sejak awal mendaftar masuk ke SMKN 2 Jetis, Desi
>sudah terlihat berbeda dengan siswa-siswa baru lainnya. Niat untuk
>bisa diterima di SMKN 2 Jetis sungguh besar, bahkan dalam sehari, Desi
>harus bolak-balik naik sepeda dari sekolah ke warnet untuk mengisi
>pendaftaran online sebab ada kesalahan pengisian yang harus segera
>diperbaiki.
>
>"Beberapa kali dia (Desi) bolak-balik naik sepeda karena salah mengisi
>pendaftaran, mungkin belum paham soal online. Sifatnya juga baik,
>setelah paham, langsung membantu siswa baru lainnya yang tidak paham,
>ya diantar sampai warnet, padahal belum kenal," katanya.
>
>Baru masuk SMK sudah berjualan
>
>Rekan Dasiman, Wahyudi, yang juga satpam SMKN 2 Jetis, menambahkan,
>saat menjalani MOS, Desi sudah pergi ke sekolah mengendarai sepeda
>lengkap dengan krombong berisi slondok. Bahkan Desi sempat menjual
>keresek berwarna kepada teman-temanya yang saat itu menjadi salah satu
>barang yang harus dibawa oleh setiap siswa baru.
>
>"Memang beda, semangatnya luar biasa untuk membantu keluarga. Dia itu
>selalu tersenyum dan tidak pernah mengeluh," ucapnya.
>
>Wahyudi mengungkapkan, di sekolah Desi menjual makanan slondok ke
>teman-teman dan guru-guru. Bahkan Desi sempat menaruh slondoknya di
>ruang guru lengkap dengan stoples uang. Jadi siapa yang mengambil,
>langsung memasukkan uangnya ke stoples. Namun, karena ada kebijakan
>tidak boleh berjualan di ruang guru, akhirnya Desi berjualan di depan
>sekolah.
>
>"Saya sebenarnya tidak enak menegur Desi, tapi itu peraturannya. Sebab
>saat pedagang jajanan boleh masuk ruang guru, banyak barang yang
>hilang," paparnya.
>
>Menurutnya, sampai saat ini slondok yang dijual Desi banyak diminati
>oleh siswa, karyawan, maupun guru-guru. Bahkan kalau Desi tidak
>berjualan, ada beberapa guru dan karyawan yang menanyakan.
>http://regional.kompas.com/read/2014/01/22/2321054/Meski.Berjualan.Slondok.Desi.Tak.Pernah.Telat.ke.Sekolah
>
>--
>Wassalammu'alaikum wr. wb
>Aryandi, 40th+, ciledug, tangerang
>*Tingkatkan Integritas Diri, Jalin Silahturrahim, Mari Bersinergi, Ayo
>Jemput Rezeki, Bantu Anak Negeri**  *
>
>--
>.
>* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
>wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>===========================================================
>UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>* DILARANG:
>  1. Email besar dari 200KB;
>  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>  3. Email One Liner.
>* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
>mengirimkan biodata!
>* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
>subjeknya.
>===========================================================
>Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
>http://groups.google.com/group/RantauNet/
>---
>Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
>Google.
>Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
>email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
>Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke