Fahira Idris <https://www.facebook.com/fahiraidris> Innalilahi, telah berpulang ibu kandung saya, Kartini Fahmi Idris binti Hasan Basri di RS Medistra, 19.00 wib (status terbaru Fahira Idris di FB).
Wass, ANB * * * Pada 4 Februari 2014 10.20, Maturidi Donsan <maturid...@gmail.com> menulis: > Kalau pernilaian dari seorang yang bernama Mohammad Sobary, kalau tak > salah beliau ini kawannya Presiden Gus Dur, pernilaian ini dapat diyakini > ke absahanya. Bapak ini adalah budayawan,pernah juga pimpinana KB Antara, > menggantikan pak Parni Hadi. > > Pembawaannya yang terlihat, sangat sederhana, pernah juga terlambat datang > sebagai narasumber diruang seminar katanya karena naik Ojek, becak dan > bajai, sesampai diruang seminar terpaksa pilih duduk dibelakang karena > didepan sudah penuh. Kemudian setelah diketahui salah seorang pembimbing > seminar bahwa itu pak Sobary, dengan melalui mic pak Sobary dipersilakan > naik ke depan. > > Itulah Mohammad Sobary beda dengan tokoh-tokoh lainnya, merasa haknya > didepan biarpun melangkahi orang sekalipun, lewat saja tak ambil peduli, > seperti banyak juga yang diperbuat oleh oknum jamaah Jumat yang terlambat > masuk ke mesjid, meskipun khatib telah membacakan kutbah. tetap saja > melangkah menyenggol bahu orang kiri kanan, untuk mencari tempat di saf > depan. > > Kembali kepada ibu Fahira Idris, sebagai pengusaha yang akan terjun ke > dunia politik, DPD DKI dimana DKI ini adalah gelimangnya uang,mudah-mudahan > Bi Ira tidak akan tenggelam didalamnya. Kalau sampai tergelinir, padam > lampu buat selamanya. > > Kemungkinan situasi sullit yang akan beliau hadapi ialah bersentuhannya > dengan kader kader kabitan dan orang-orang jalalanan yang tiba-tiba duduk > di tempat tinggi itu seperti yang digambarkan pak Sobary diatas. > > Mudah-mudahanlah dengan jiwa muda dan gagasan yang dibawanya bisa > dipertahankan tidak luntur meskipun bercampur dengan segala macam warna > ditempat yang tinggi itu. Selamat bi Ira. > > Maturidi (L/75) Talang, Soplok, Kutianyia, Duri Riau > > > Pada 4 Februari 2014 08.57, Darwin Chalidi <dchal...@gmail.com> menulis: > > Idealisme Politisi Muda >> >> Oleh: Mohamad Sobary Hanya di dunia politik orang bisa mencapai karier >> serbacepat, jauh melampaui kecepatan suara. Keputusan mendadak yang >> bersifat rahasia dapat membuat seseorang meloncat secara tak masuk akal ke >> dalam posisi superistimewa. >> >> Orang yang ibaratnya "luntang-lantung" tiba-tiba bisa menjadi menteri. >> Pantas tak pantas dia menteri. Itulah dunia politik dan hak-hak >> istimewanya. Kita tahu loncatan karier di dalamnya tak mengenal aturan dan >> hukum-hukum biasa yang konvensional dan menjemukan sebagaimana di dalam >> birokrasi pemerintahan. Di sana orang bisa "mati berdiri" dalam antrean >> sangat panjang menanti kenaikan jabatan yang bisa saja tak pernah terjadi >> hingga tiba masa pensiun. >> >> Dunia politik memang lain. Kita tahu kemunculan Orde Baru juga >> menampilkan banyak fenomena baru. Kaum muda yang betul-betul masih muda >> belia bisa menjadi menteri hanya karena pernah memimpin mahasiswa yang >> turun ke jalan secara patriotik untuk merombak mentalitas para pemimpin >> yang telah menjadi beku. Idealisme anak muda ini tinggi menjulang hingga >> langit di atas sana merasa cemas bakal terdesak makin ke atas, di mana >> ruang kosong sudah tak tersedia lagi.Tapi, demi berlalunya waktu, apa yang >> tampak menggelembung itu kempes dengan sendirinya dalam waktu cepat di >> tengah kenyamanan hidup mapan yang tak terduga. Itu nasib baik generasi >> 1960- an. Generasi 1940-an beda lagi. Zaman itu kaum muda berpolitik dengan >> pertaruhan nyawa dan kebebasan pribadi demi perjuangan kemerdekaan dengan >> semangat patriotisme yang tak kalah membara. Mereka bekerja keras, >> dikejar-kejar pemerintah jajahan, ditangkap, dibuang, dan dipenjara untuk >> dilumpuhkan. Tapi, mereka tak pernah lumpuh.Corak kepemimpinan mereka >> memang lain: lebih matang, lebih mendalam, dan lebih penuh penghayatan akan >> makna hidup yang sering getir dan penuh tragedi. Ketika generasi ini >> berhasil memerdekakan bangsanya, mereka siap, terlatih, dan matang menjadi >> pemimpin. >> >> Tidak ada kejutan dadakan. Tak ada orang "pinggir jalan" yang digiring ke >> jabatan tinggi. Semua profesional. Semua terpelajar. Semua siap saling >> mengakomodasi. Semua berwatak inklusif. Wawasan mereka tertuju hanya pada >> satu titik: keindonesiaan. Citra Indonesia itu mereka bayangkan sebagai >> "rumah" bersama.Kalau dirumuskan dalam idiom politik-kebudayaan >> kontemporer, sebutan mereka itu "kaum pluralis" yang terbiasa hidup dalam >> tatanan "multikultural". Tidak ada seorang pun tokoh culas yang memainkan >> politik keagamaan dengan pikiran "kotor" hanya demi memanjakan keserakahan >> politiknya sendiri. Dalam dua dekade terakhir ini, ada pencarian kembali >> dengan sungguh-sungguh akan makna dan sikap "inklusif", "akomodatif", dan >> semangat bersaudara yang dulu menjadi cara hidup leluhur kita.Kini kita >> juga rindu pada hidup yang menghargai multikulturalisme dan akrab terhadap >> pluralitas budaya yang dicontohkan para leluhur kita sendiri. >> >> Kita gigih berjuang mengembalikan "zaman emas" itu dengan rasa penasaran, >> adakah itu mungkin untuk diwujudkan. "Kita?" Siapa "kita" di sini? Masih >> adakah orang yang memiliki kerinduan seperti itu?" Kehidupan pada hari-hari >> ini memang agak pengap. Politisi, juga yang muda-muda, memandang politik >> secara gersang; politik hanya jenjang meraih kekuasaan.Wawasan dan sikap >> sebagian tokoh bisnis dan militer sama kering kerontangnya. Orangorang itu >> pun menganggap politik sekadar sebagai jalan meraih kekuasaan dan selesai. >> Kalau ditanya, kekuasaan untuk apa? Untuk kekuasaan itu sendiri? Untuk >> menindas rakyat? Untuk memupuk kekayaan? Bukankah ada keluhuran lain: >> kekuasaan untuk memenuhi idealisme bahwa dengan kekuasaan di tangan kita >> bebaskan bangsa dari kebodohan, ketertindasan, kemiskinan, dan tindak >> kekerasan yang tak mengenal dialog dan kompromi? >> >> Dengan kata lain, politik untuk kekuasaan dan demi kekuasaan itu sendiri >> pendeknya haram jadah. Suara seperti ini, alhamdulillah, juga muncul di >> tengah kita, dari kalangan pebisnis, orang baru sama sekali di dunia >> politik, kaum muda, dan wanita. Dia punya idealisme sendiri mengenai cara >> mengoperasikan kekuasaan. Politisi muda, orang baru ini, namanya Fahira >> Idris. Orang boleh memanggilnya Ira. Dari dunia bisnis dia mencoba beralih >> ke politik. Ini menyiratkan suatu tanda: dia berpolitik bukan karena >> mencari pekerjaan. >> >> Beda betul bila dibandingkan dengan beribu-ribu orang lain, yang >> berduyun-duyun masuk politik tanpa gagasan, tanpa idealisme, selain >> pragmatisme kering dan dangkal: demi cepat kaya, cepat terkenal, dan >> mentereng. Kegembiraan berpolitik dan nuansa rohani di dalamnya hendak >> ditampilkan anak muda ini. Dia menepis anggapan bahwa politik itu kotor. >> Dia juga menolak penilaian bahwa politisi pun dengan sendirinya kotor. >> Tidak. Politik bisa dibikin punya rohani.Politisi bisa tampil dengan >> wawasan dan sikap sekaligus dengan tindakan- tindakan mulia yang didambakan >> para "empu kehidupan" yang memberi contoh kebajikan hidup dan segenap >> kemuliaan. "Bagi saya," katanya, "Politik bisa menjadi sarana memecahkan >> persoalan-persoalan penting yang sedang dihadapi masyarakat dan bangsa. >> Politik harus bisa menjadi sahabat kaum muda. Saya merasa mendapat >> tantangan untuk membuktikan bahwa dengan jalan politik itu masalah-masalah >> kaum muda kita pecahkan. >> >> Pendidikan kaum muda, langkah mencerdaskan kehidupan mereka, dimulai dari >> sikap politik, diteruskan dengan keputusan politik, dilaksanakan melalui >> birokrasi, yang dikontrol oleh kesadaran yang punya warga moral yang jelas. >> "Ini semua memang kelihatan sederhana, tapi pelaksanaannya ruwet dan >> kompleks. >> >> Bagi saya, yang penting di sini ialah bukti bahwa politik tidak harus >> kotor dan bahwa politisi tidak harus buruk. Politik itu mulia menurut >> saya," katanya lagi.Ira, kompletnya Fahira Idris, putri Dr Fahmi Idris, >> pengusaha sukses, politisi senior, yang tak tampak hiruk-pikuk di media, >> tapi jelas membawa 'wong bejo', orang beruntung, diberkati. "Wong bejo" tak >> bisa dikalahkan oleh siapa pun. Lebih-lebih beliau juga taktis, "skillfu"'. >> Bersih citra politik dan birokrasinya. Menjabat menteri di zaman Habibie, >> memperoleh lagi jabatan sama di zaman Gus Dur. >> >> Diteruskan lagi di zaman SBY. Dalam tiga periode itu beliau "clean". >> Fahira, dengan kapasitas yang berbeda, semangat dan pengalaman di zaman >> berbeda, muncul di dunia politik.Dia membuktikan kebenaran pepatah "buah >> tak jatuh terlalu jauh dari pohonnya". Tapi dia bukan bayangan sang ayah. >> Dengan kepribadian yang lain dan karakter khas "anak zamannya" dia >> buktikan, kalau bisa berbisnis dengan baik, mengapa berpolitik tidak? Dia >> mau maju menjadi DPD RI untuk DKI Jakarta. >> >> Gagasan dan strategi politik yang hendak ditempuhnya? Biasakan kaum muda >> untuk hidup tanpa kekerasan, siap menghadapi persoalan dengan berunding, >> buka kesempatan dialog, dan jangan dirangsang untuk mencari menang-menangan >> sendiri.Kebenaran lebih penting dari kemenangan. Apakah ini artinya? Watak >> inklusif, akomodatif, dan memberi orang lain ruang gerak yang fair, adil, >> jujur, untuk menunjukkan bahwa politik itu punya banyak sisi keagungan. >> >> Sekali lagi, ini bukti, politik bukankah politik tidak kotor? Apa lagi? >> Dia diam-diam juga merindukan apa yang mulia dalam politik akomodatif, >> respek pada pluralitas, yang dicontohkan para leluhur kita tadi. Pesan sang >> ayah? "Tak usah disebut." Katanya. Baik, saya, yang menulis pemikirannya, >> memberinya tantangan yang pasti tak mudah: politisi dengan idealisme, bukan >> segalanya.Jadi, jangan bikin idealismemu mati muda seperti banyak contoh >> mengecewakan dalam sejarah politik yang terus bergulir sejak dulu hingga >> hari ini. >> >> [] KORAN SINDO, 03 Februari 2014Mohamad Sobary ; Esais, Anggota Pengurus >> Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosil >> >> Darwin Chalidi >> >> -- >> . >> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat >> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ >> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. >> =========================================================== >> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: >> * DILARANG: >> 1. Email besar dari 200KB; >> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; >> 3. Email One Liner. >> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta >> mengirimkan biodata! >> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting >> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply >> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & >> mengganti subjeknya. >> =========================================================== >> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: >> http://groups.google.com/group/RantauNet/ >> --- >> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari >> Grup Google. >> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, >> kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . >> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out. >> > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari > Grup Google. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . > Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.