------Original Message------
To: RN - Palanta RantauNet
Subject: Singgalang | Menjaga Budaya Minang di Perantauan
Sent: Feb 6, 2014 19:04


Irma Garnesia (Mahasiswa Fikom Unpad) — 

Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, begitu petuah yang disampaikan 
orang tua pada kita, saat berada di rantau. Kita harus mampu menyesuaikan diri 
dengan adat dan budaya perantauan. Agar kita diterima dan mudah menyesuaikan 
diri dengan wilayah baru. Orang Minangkabau memang menganjurkan generasi 
mudanya untuk merantau. Anak-anak muda usia 20 sampai 30 tahun sudah bisa pergi 
merantau. Mereka dituntut untuk mencari peng hidupan sendiri, malu apabila 
masih bergantung pada orang tua.

Hingga saat ini, tradisi merantau orang Minangkabau masih terjaga. Setelah 
lulus SMA, anak-anak Minang berusaha agar bisa kuliah di luar. Ibarat pepatah, 
Karatau madang dihulu babuah babungo balun. Marantau bujang dahulu dirumah 
paguno balun. Anak-anak Minang di perantauan sangat dibekali oleh orang tuanya. 
Apalagi dalam hal agama dan adat istiadat. Adat Minang kabau dinamis, 
menampakkan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika). Kita 
belajar dari pepatah Alam takambang jadi guru. Ilmu tersebut dikuatkan dengan 
agama, sesuai Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

Orang Minang di perantauan diharapkan selalu menjaga raso dan pareso. 
Berpandai-pandai dalam segala hal. Tidak cukup hanya pandai saja, tapi 
pandai-pandai. Maksudnya, selain pintar, orang Minang juga harus tahu situasi 
dan kondisi. Ia harus terampil membawakan dirinya dalam segala kondisi. Namun 
tidak berlebihan. Sekarang banyak ditemukan urang awak yang lebih mencintai 
budaya rantau ketimbang budayanya sendiri. Mereka memang tetap bangga sebagai 
Orang Minang, tapi pembawaan dan penampilan mereka tidak seperti itu.

Misalnya urang awak yang merantau ke Jakarta dan Bandung. Mau tak mau ia harus 
beradaptasi dengan kota metropolitan tersebut. Kita tahu Jakarta dan Bandung 
merupakan tempat plesiran, sering dikunjungi. Kedua kota itu juga menjadi tren 
mode dan fashion. Anak muda mereka tentu menampilkan diri sesuai citra kotanya. 
Sebagai kota mode, penampilan ragawi menjadi penting bagi masyarakatnya. Saya 
harap Orang Minang tidak terjebak dengan situasi seperti ini. Beradaptasi tentu 
saja boleh, tapi jangan sampai melupakan adat dan budaya kita.
Jakarta dan Bandung bukanlah kota budaya, perdagangan, atau kota santri. Mereka 
adalah kota mode. Dulu, Belanda menjadikannya sebagai tempat plesiran. Hingga 
kini banyak turis yang datang untuk menikmati keindahan kedua kota ini.

Saya tidak ingin membandingkan antara budaya Minang dengan Jakarta atau 
Bandung. Jakarta dan Bandung tentu saja dilalui oleh beragam budaya yang dibawa 
oleh para pendatang. Saya hanya ingin mengingatkan kepada urang awak, bahwa 
ketika di rantau pun kita tetap Orang Minang.

Kato nan ampek dan adat istiadat tetap berlaku bagi kita. Adat basandi syarak, 
syarak basandi kitabullah tetap menjadi pegangan kita. Kita tidak boleh 
melupakan jati diri. Banyak saya lihat, orang-orang rantau bicara bahasa Minang 
tapi berperilaku dan berpenampilan tidak seperti Orang Minang. Berpakaian tidak 
menutup aurat atau menampakkan lekuk tubuh, berbicara tidak sopan pada teman 
sebaya atau orang yang lebih tua. Apakah itu yang kita dapatkan selama di 
perantauan? Janganlah meniru perbuatan yang akan mencoreng budaya kita. 
Berperilaku dan berpenampilan tidak pantas tentu tidak sesuai dengan adat kita. 
Niniak mamak dan tetua di kampung tentu malu jika mendapatkan generasi mudanya 
berubah.

Hal utama yang menjadi penyebab tergerusnya budaya kita di rantau adalah karena 
ingin beradaptasi. Memahami budaya rantau tentu perlu, tapi bukan mengadopsi 
seluruhnya. Kita tentu ingin diterima oleh teman-teman di sana. Manusia 
memerlukan penerimaan dan ingin dianggap. Tapi bukan menjadi orang lain dan 
berubah seutuhnya. Bagaimanapun, ketika sudah di rantau, kita tetap orang 
Minang. Masyarakat perantauan tentu tetap menerima kita sebagai pendatang 
dengan kondisi kita seperti ini. Tetap menjadi diri kita sendiri dan tidak 
mengubah diri untuk sekedar dianggap.

Begitu pula dengan anak muda yang ada di Padang. Tidak seluruh hal yang 
berkaitan dengan kata-kata gaul tersebut patut dicontoh. Kita ambil contohnya 
sinetron, bukan berarti membentak pembantu atau bicara kasar pada orang tua 
adalah hal yang patut ditiru. Gaya berpakaian artis sinetron, candaan mereka 
yang sarkastik, atau kegiatan mereka mem-bully orang lain. Apakah kita merasa 
keren ketika melakukan hal tersebut? Apakah itu hal yang diinginkan oleh orang 
tua atau guru-guru kita? Tentu saja tidak!

Perilaku seperti merendahkan orang lain, bicara tidak sopan pada yang lebih 
tua, dan (maaf) bersikap mantiak agar mendapat perhatian laki-laki, adalah 
realitas yang ditampilkan sinetron. Realitas tersebut mereka adaptasi dari 
kehidupan kota metropolitan, kota tren, dan kota fashion tadi. Lalu apakah anak 
muda kita, baik yang di Padang dan di perantauan, merasa patut untuk menirunya? 
Saya masih berharap jawabannya tidak.

Dimana pun kita berada, jagalah martabat kita sebagai Orang Minang. Jangan 
terbawa arus pergaulan di rantau. Tetaplah berperilaku seperti yang diajarkan 
orang tua. Menjunjung rasa malu, rajo jo pareso tentu tidak menjadikan kita 
ketinggalan zaman. Orang Minangkabau terkenal kuat agamanya dan kokoh adatnya. 
Seorang anak Minang di mana saja berada, tidak akan senang disebut tidak 
beragama dan tidak beradat. Orang yang tidak beradat dan tidak beragama Islam, 
sama kedudukannya dengan orang tidak berbudi pekerti atau indak tahu di nan 
ampek. Apa kita mau direndahkan derajatnya seperti itu?

Sekali lagi dan tidak bosan, tetaplah menjunjung raso jo pareso dan rasa malu. 
Karena jika malu telah hilang, wajah cantik pun tidak berarti. Ibarat kata 
pepatah, Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka pakan baso, malu jo sopan kalau 
lah hilang, habihlah raso jo pareso. (*)

Harian Singgalang | Tanggal 06 February 2014 

Wassalam

Nofend | 37+ | Cikasel-BKS
Powered by ALLAH SWT

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke