Kelapa Gading 12 Maret 2008
  Assalamualaikum w.w.
   
  Angku2 Bapak2 Ibu2 Dunsanak Sapalanta Nan Ambo Hormati
   
              Ambo tertarik untuak sato saketek tentang persoalan nan sadang 
agek di bicarokan di Milis Nangko. Yaitu tentang Harto pusako tinggi dalam 
sestim adat Minangkabau. Dari satu sisi harus kito akui bahwa adat Minangkabau 
ko ruponyo sangat manarik untuak dibicaraokan. Kalau kito perhatikan mungkin 
labiah dari 70 % pembicaroan di milis ko adolah tentang adat Minangkabau. Malah 
ado nan tampaknyo benci tapi rindu, dia telah melepaskan hal-hal nan barubung 
dengan adat, tapi sangat bersemangat untuk mambicarokan tentang adat itu, malah 
ado nanlah basumpah bagai.
   
  Tentang harato Pusakao Tinggi.
  Perbedaan pandapek tentang harato pusako ko sabananyo telah terjadi sejak 
dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawy, malah beliau mengarang sebuah kitab 
berjudul : Ad Doi' al Masmu' fil Raddi 'ala Tawarisi al 'ikwati wa Awadi al 
Akawati ma'a Wujud al usuli  wa al Furu'i, yang artinya : Dakwah yang didengar 
Tentang Penolakan Atas Pewarisan Pewarisan Saudara dan anak Saudara Disamping 
Ada Orang Tua dan Anak. Kitab itu di Tulis di Mekah pada akhir abat  ke XIX. ( 
DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam  Dalam Adat Minangkabau  
275 ) Namun, beliau beda pandapek dengan murid beliau seperti  Syekh 
Dr.H.Abd.Karim Amrullah. 
   
  Murid beliau Syekh Rasul ( H.Abdul Karim Amrullah ) ulama yang belakan ini 
melihat harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian. 
Beliau berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf 
atau harta musabalah yang pernah diperlkukan oleh  Umar ibn Kattab atas harta 
yang didapatnya di Khaybar yang telah dibekukan tasarrufnya dan hasilnya 
dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Penyamaan harta pusaka dengan harta  wakaf 
tersebut walaupun ada  masih ada perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa 
harta tersebut tidak dapat diwariskan. Karena tidak dapat diwariskan, maka  
terindarlah harta tersebut dari kelompok hata yang harus diwarisklan menurut 
hukum Faraid; artinya tidak salah kalau padanya tidak berlaku hukum Faraid. 
Pendapat beliau ini di ikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar 
Rasuli. ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam  Dalam Adat 
Minangkabau  278)
   
            Kemudian  Buya Hamka berpendapat tentang harta pusaka  sebagai 
berikut : 
            Yang pertama "Bahwa Islam masuk ke Minangkabau tidak mengganggu 
susunan adat Minangkabau dengan pusaka tinggi. Begitu hebat perperangan Paderi, 
hendak merubah daki-daki adat jahiliyah di Minangkabau, namun Haji Miskin, Haji 
A.Rachman Piobang, Tuanku Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin  merombak 
susunan harta pusaka tinggi itu. Bahkan pahlawan Paderi radikal, Tuanku nan 
Renceh yang sampai membunuh uncu-nya (adek perempuan ibunya) karena tidak mau 
mengerjakan sembahyang, tidaklah tersebut, bahwa beliau menyinggung-nyinggung 
susunan adat Itu, Kuburan Tuanku Nan Renceh di Kamang  terdapat di dalam Tanah 
Pusako Tinggi". (IDAM hlm 102 )
            Yang kedua : "Tetapi  Ayah saya DR. Syekh Abdulkarim Amrullah 
Berfatwa bahwa  harta pusaka tinggi adalah sebagai waqaf juga, atau sebagai 
harta musaballah yang pernah dilakukan Umar bin Khatab pada hartanya sendiri di 
Khaibar, boleh diambil isinya tetapi tidak boleh di Tasharruf kan tanahnya. 
Beliau mengemukan kaidah usul yang terkenal yaitu; Al Adatu Muhak Kamatu, wal 
'Urfu  Qa-Dhin Artinya Adat adalah diperkokok, dan Uruf ( tradisi) adalah 
berlaku". (IDAM hlm 103
             Yang ke tiga : Satu hal yang tidak disinggung-singgung, sebab 
telah  begitu keadaan yang telah  didapati sejak semula, yaitu harta pusaka 
yang turun menurut jalan keibuan. Adat dan Syarak di  Minangkabau bukanlah 
seperti air dengan minyak, melainkan berpadu satu, sebagai air dengan minyak 
dalam susu. Sebab Islam bukanlah tempel-tempelan dalam  adat Minangkabau, 
tetapi  satu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan hidup orang 
Minangkabau. (Hamka, Ayahku hlm. 9)
              Yang ke empat : "Pusaka Tinggi" inilah dijual tidak dimakan bali 
di gadai  tidak dimakan sando (sandra). "Inilah Tiang  Agung Minangkabau" 
selama ini. Jarang kejadian pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau 
adat tidak berdiri lagi pada suku yang menguasainya (Hamka, dalam Naim, 1968:29)
        
  Keputusan Seminar 
  I.  Keputusan pada Seminar atau Musyawaratan Alim Ulama, Niniak mamak dan    
cadiak pandai Minangkabau pada tanggal 4 s/d 5 Mei 1952 di Bukittinggi maka 
Seminanr menetapkan :
   
    
   Terhadap "Harta Pencarian" berlaku hukum Faraidh, sedangkan terhadap "Harta 
Pusaka" berlaku hukum adat.  
   Berhubung I.K.A.H.I. Sumbar ikut  serta mengambil keputusan dalam seminar 
ini, maka Seminar menyerukan kepada seluruh Hakim-hakim di Sumbar dan Riau 
supaya memperhatikan ketetapan Seminar ini ( Naim 1968 : 241)
   II. Kemudian pada Seminar Hukum Adat Minangkabau tahun 1968 di Padang, yang 
di hadiri oleh para cendikiawan dan para ulama Minagkabau,  ditetapkan  bahwa 
terhadap harta pencaharian berlaku hukum faraidh, dan terhadap harta pusaka  
tinggi berlaku hukum adat. Selanjutnya, tentang hukum waris diputuskan sebagai 
berikut :
   
                              a.      Harta pusaka di Minangkabau merupakan 
harta badan hukum yang      diurus    dan diwakili oleh Mamak Kepala Waris di 
luar dan di dalam peradilan.
                  b.      Anak kemenakan dan mamak kepala waris yang termasuk 
ke dalam  badan  hukum itu masing-masingnya bukanlah pemilik dari harta badan 
hukum tersebut. (Naim, 1968:243)          
   Kemudian Dr.Amir Syarifuddin berpendapat, bahwa pewarisan menurut adat 
bukanlah berarti peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi 
peralihan peranan atas pengurusan harta pusaka itu. Dengan demikian terlihat 
adanya perbedaan dalam system. Perbedaan tersebut akan lebih nyata dalam 
keterangan di bawah ini.
              Pertama: harta pusaka melekat pada rumah tempat keluarga itu 
tinggal dan merupakan dana tetap bagi kehidupan keluarga yang tinggal di rumah 
itu. Harta itu dikuasai oleh perempuan tertua di rumah itu dan hasilnya 
dipergunakan untuk manfaat seisi rumah. Pengawasan penggunaan harta itu berada 
di tangan mamak rumah. Bila mamak rumah mati, maka peranan pengawasan beralih 
kepada kemenakan yang laki-laki. Bila perempuan tertua dirumah itu mati, maka 
peranan penguasaan dan pengurusan beralih kepada perempuan yang lebih muda. 
Dalam hal ini tidak ada peralihan harta.
              Penerusan peranan dalam system kewarisan adat, adalah ibarat 
silih bergantinya kepengurusan suatu badan atau yayasan yang mengelola suatu 
bentuk harta. Kematian pengurus itu tidak membawa pengaruh apa - apa terhadap 
status harta, karena yang mati hanya sekedar pengurus.
              Hal tersebut di atas berbeda sama sekali dengan bentuk pewarisan 
dalam hukum Islam. Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak milik dari 
yang mati kepada yang masih hidup. Yang beralih adalah harta. Dalam bentuk 
harta yang bergerak, harta itu berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. 
Sedangkan dalam bentuk harta yang tidak bergerak, yang beralih dalam status 
pemilikan atas harta tersebut.
              Kedua dan yang merupakan ciri khas dari harta pusaka ialah bahwa 
harta itu bukan milik perorangan dan bukan milik siapa -siapa secara pasti. 
Yang memiliki harta itu ialah nenek moyang yang mula-mula memperoleh harta itu 
secara mencancang melatah. Harta itu ditujukan untuk dana bersama bagi anak 
cucunya dalam bentuk  yang tidak terbagi-bagi. Setiap anggota dalam kaum dapat 
memanfaatkannya tetapi tidak dapat memilikinya. ( DR Amir Syarifuddin 
Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam  Dalam Adat Minangkabau  269-270)
             Maka dengan demikianlah, jelaslah bahwa telah ada kesepakatan para 
alim ulama, niniak mamak, dan cadiak pandai tentang status harta pusaka itu 
sebagai warih bajawek, pusako batolong dari niniak turun kemamak dari mamak 
turun kekemanakan. Dan kemudian diturunkan pula kebawah  menurut jalur Ibu 
dalam kaum atau suku yang bersangkutan. Indak buliah dihilang dilanyokkan, kok 
dibubuik layua dianjak mati, dijua indak dimakan bali di gadai indak dimakan 
sando. 

        Kemudian seperti sering saya kemukakan, bahawa harta pusaka itu adalah 
sebagai bukti, "asal usul" bahwa seseorang  itu dapat dikatakan keturunan 
Minang ( Etnis Minangkabau) apabila mempunyai harta pusaka tiunggi. Dalam adat 
dikatokan, "nan ba pandam ba  pakuburan nan ba sasok bajarami, kok dakek dapek 
di kakok,  kok jauah dapek di antakan". Seseorang nan indak punyo atau indak 
lai mempunyai harta pusaka, berarti indak lai basasok bajarami, tidak ba pandam 
ba pukuburan, maka orang atau keluarga yang telah habis harta pusakanya 
tidakalah lagi  langkap  Minangnyo. Indak lai baurek tunggang, indak bapucuak 
bulek, atau dengan kato lain kateh indak bapucuak kabawah indak baurek  orang 
tersebut dapat juga dikatakan "punah"  punah dalam hal harta pusaka menurut 
aturan adat, jika dia meninggal dia dikatakan mati ayam mati tunggau.  Malah 
ada pendapat para ahli adat, mangatokan bahwa apabila satu kaum sudah abih 
harato pusakonya, mako indak paralu lai ma angkek
 seorang panghulu, karena adat itu berdiri di ates  pusako, cancang balandasan 
lompek basitumpu.

          Harta pusaka itu adalah sebagai alat permersatu dalam jurai, kaum, 
dan bagi masyarakat Minang pada umum, sekaligus untuk mengetahui, nan sa asa 
sakaturunan menurut jalur adat.  

         Harta tersebut juga sebagai harta cadangan, jika ada dunsanak 
kemanakan  yang kehidupannya agak susah di perantauan boleh  babaliak kakampung 
uruihlah harata itu. Oleh karenanya dapat kita bayangkan jika harta pusaka di 
Minangkabau di perjual belikan, maka masyarakat Minangkabau akan sama  nasibnya 
dengan masyarakat daerah-daerah lain, akan tersingkir dari  nagari asalnya 
sendiri

        Harta itu adalah amanah, yang boleh hanyo diambil asilnya dan tidah 
untuak dimiliki, maka harta itu jangan sampai ilang atau lenyap ditangan kita. 
Karena harta itu bukanlah milik pribadi, tetapi adalah milik bersama, maka 
bersama-sama pula memeliharanya. 
  Namun, demikian jika ada yang berpendapat dengan mengatakan bahwa harta 
pusaka itu haram, itu adalah haknya. Tetapi bagaimana dengan pendapat para 
ulama Minangkabau diatas, apa itu tidak boleh di katakan sebagai "IJMAK"  para 
ulama Minangkabau?
  Dan selanjutnya, jika pendapat tersebut sudah sangat di yakini bahwa harta 
pusaka tersebut adalah haram menurut Agama. Mulailah terlabih dahulu dari diri 
sendiri, atas harta pusako nan saparuik, nan sakaum atau sapayung sapasukuan 
dan nan sanagari. Adat kan salingka nagari, pusako salingka kaum, tidak ada 
yang akan melarang, jika nan berhak telah sepakat untuk membuat apa saja atas 
harta pusaka tersebut. Dan kepada yang masih meyakini atas pendapat para uluma 
Minangkabau tersebut diatas, tentu juga itu merupakan hak, tidak ada pulah yang 
boleh memeksa kan ke endak. Ini tentu bukan berarti Taklid buta, kerana kita 
yakin para ulama Minang tersebut tentu telah melalui penelitian atau ITIHAT 
pula. 
  Demikianlah nan dapek ambo sampaikan, ambo mohon maaf  jikok ado nan kurang 
pado tampeknyo.
   
  Wasalam,
   
  Azmi Dt.Bagindo
  
  
  
  
    AWW bapak saaf. Sekali lagi ifah tekankan ke bapak. Yang ifah tidak setuju 
adalah tentang pernyataan bapak bahwa ABSSBK hanya wacana di ranahminang 
kecuali bpk bisa tunjukkan kajian ilmiah untuk rentang waktu 170 tahun. Ota 
dilapau apa menurut bpk bisa dijadikan referensi untuk kajian ilmiah? Sekali 
lagi ifah jelaskan ifah tidak keberatan bpk mengupas ABSSBK. bukankah sebagian 
DIM bpk tsbt ifah yang pikirkan ? Apa salah tuntutan ifah sbg warga ranah yg jg 
warga kampus? Bpk prof suheimi dan bpk serta ibu prof yang lain. Tolong bantu 
hanifah, apa hanifah keliru? Terimakasih atas perhatian bapak2 dan ibu. 
  Wass. Hanifah





       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Daftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke