MBM TEMPO
Edisi. 25/XXXVII/11 - 17 Agustus 2008

Laporan Utama

Republik dalam Mimpi Tan Malaka

Hasan Nasbi A.
[Program Manager Indonesian Research and Development Institute,
penulis buku Filosofi Negara Menurut Tan Malaka (LPPM Tan Malaka,
2004)]

Dr Alfian menyebut Tan Malaka sebagai revolusioner kesepian. Mungkin
tidak berlebihan. Tan Malaka memang pejuang kesepian dalam arti
sesungguhnya. Sekitar 20 tahun (1922-1942) Tan Malaka hidup dalam
pembuangan, tanpa didampingi teman seperjuangan.

Beberapa kali dia harus meringkuk di penjara negara imperialis saat
berada di Filipina dan Hong Kong, serta selama dua setengah tahun
dipenjarakan tanpa pengadilan oleh pemerintah republik yang ia cita-
citakan.

Sebagai pelarian dan tahanan, Tan tak pernah berhenti memikirkan
nasib Negeri Hindia Belanda. Banyak gagasan yang lahir selama masa
pelarian itu. Namun Tan Malaka tak punya cukup kesempatan untuk
mendialektikakan gagasannya dengan tokoh-tokoh pejuang lain.

Ada perbedaan waktu dan pengalaman sejarah yang membuat Tan Malaka
berjarak dengan pengikut-pengikutnya yang kemudian berada dalam
barisan Partai Murba. Meski tetap dijadikan idola hingga saat ini,
perangai dan prinsip perjuangan Tan sungguh tak bisa diikuti oleh
siapa pun.

Hatinya terlalu teguh untuk diajak berkompromi dan punggungnya
terlalu lurus untuk diajak sedikit membungkuk.

Kita bisa melihat beberapa contoh bahwa memang sulit mencari manusia
yang bisa mengikuti kekerasan hatinya. Adam Malik, misalnya, adalah
kader Partai Republik Indonesia yang sangat memuja Tan Malaka.
Namun, di tangan Adam Malik, segala persoalan bisa menjadi
superfleksibel. M. Yamin adalah pengikut Tan Malaka yang juga
mendirikan Persatuan Perjuangan pada 1946. Persatuan Perjuangan
adalah ikon diplomasi bambu runcing.

Organisasi ini didirikan sebagai antitesis politik berunding yang
dirintis oleh Kabinet Sjahrir I. Tapi, belakangan, Yamin juga
menjadi anggota tim dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949, sesuatu
yang secara prinsip ditentang dalam "Program Minimum" Persatuan
Perjuangan Tan Malaka.

Di tengah kesepian dan kesulitan memperoleh pengikut yang kukuh
itulah ia melahirkan gagasan-gagasan yang jernih, asli, bahkan
mengagetkan. Mungkin gagasan itu tak sepenuhnya bisa diikuti, tapi
jelas penuh inspirasi. Soal pelaksanaannya bisa dicocokkan dengan
keadaan yang berkembang.

Gagasan Tan Malaka tentang Republik Indonesia tersebar di banyak
buku. Ia tak punya kesempatan untuk menuliskannya secara tuntas.
Gejolak revolusi mengharuskan revolusioner seperti Tan berada dalam
kancah perjuangan fisik ketimbang di belakang meja.

Namun, lewat antara lain buku Menuju Republik Indonesia (1926),
Soviet atau Parlemen (1922), serta Madilog (1942), kita bisa
menyatukan mozaik gagasan republik yang tercerai-berai itu. Tak
sulit untuk menyatukan mozaik ini, karena Tan selalu menunjukkan
pola pemikirannya.

Tan memberikan perumpamaan tentang burung gelatik untuk menjelaskan
republik yang ia angankan. Burung ini terlihat seperti makhluk yang
lemah. Banyak yang mengancamnya. Di dahan yang rendah, dia harus
waspada terhadap kucing yang siap menerkam.

Tapi dahan yang lebih tinggi juga bukan merupakan tempat yang aman
baginya. Ada elang yang siap menyambar sang gelatik sehingga
hidupnya tak merdeka. Ia hidup penuh ketakutan dan dengan perasaan
terancam. Serba tak bebas. Bagi Tan Malaka, Indonesia harus bebas
dari ketakutan seperti ini. Bebas dari belenggu dan teror pemangsa.

Tapi, jika burung gelatik berada dalam satu rombongan besar, ia akan
bebas menjarah padi di saat sawah sedang menguning. Burung gelatik,
yang sesaat lalu terlihat seperti makhluk yang lemah, bisa berubah
drastis menjadi pasukan penjarah yang rakus tiada ampun. Keringat
petani selama empat bulan terbuang sia-sia. Padinya habis disantap
sekawanan gelatik.

Selain bebas dari penjajahan, merdeka bagi Tan Malaka bukan berarti
bebas menjarah dan menghancurkan bangsa lain. Merdeka itu dua arah:
bebas dari ketakutan dan tidak menebar teror terhadap bangsa lain.
Inilah prinsip Indonesia merdeka.

Setelah merdeka, bangunan Indonesia harus punya bentuk. Ketika para
pejuang lain baru berpikir tentang persatuan, atau paling jauh
berpikir tentang Indonesia Merdeka, Tan Malaka sudah maju beberapa
langkah memikirkan Republik Indonesia. Brosur Naar de Republiek
Indonesia (Menuju Republik Indonesia) sudah ditulis di Kanton, Cina,
pada 1925, tiga tahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda.

Tan Malaka tegas bahwa eks Hindia Belanda harus menjadi Republik
Indonesia. Namun republik dalam gagasan Tan Malaka tak menganut
trias politika ala Montesquieu. Republik versi Tan Malaka adalah
sebuah negara efisien. Republik yang dikelola oleh sebuah organisasi.

Tan Malaka sejatinya tak percaya terhadap parlemen. Bagi Tan Malaka,
pembagian kekuasaan yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan
parlemen hanya menghasilkan kerusakan. Pemisahan antara orang yang
membuat undang-undang dan yang menjalankan aturan menimbulkan
kesenjangan antara aturan dan realitas.

Pelaksana di lapangan (eksekutif) adalah pihak yang langsung
berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif selalu
dibuat repot menjalankan tugas ketika aturan dibuat oleh orang-orang
yang hanya melihat persoalan dari jauh (parlemen).

Demokrasi dengan sistem parlemen melakukan ritual pemilihan sekali
dalam 4, 5, atau 6 tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka
sudah menjelma menjadi kelompok sendiri yang sudah berpisah dari
masyarakat. Sedangkan kebutuhan dan pikiran rakyat berubah-ubah.

Karena para anggota parlemen itu tak bercampur-baur lagi dengan
rakyat, seharusnya mereka tak berhak lagi disebut sebagai wakil
rakyat.

Konsekuensinya adalah parlemen memiliki kemungkinan sangat besar
menghasilkan kebijakan yang hanya menguntungkan golongan yang
memiliki modal, jauh dari kepentingan masyarakat yang mereka wakili.
Menurut Tan, parlemen dengan sendirinya akan tergoda untuk
berselingkuh dengan eksekutif, perusahaan, dan perbankan.

Kalau kita tarik ke zaman sekarang, mungkin Tan Malaka bisa menepuk
dada. Dia akan menyuruh kita menyaksikan sebuah negara yang
parlemennya dikuasai oleh wakil buruh, seperti Inggris, kemudian
menyetujui penggunaan pajak hasil keringat buruh untuk berperang
menginvasi negara lain.

Akhirnya, parlemen di mata Tan Malaka tak lebih dari sekadar warung
tempat orang-orang adu kuat ngobrol. Mereka adalah para jago
berbicara dan berbual, bahkan kalau perlu sampai urat leher menonjol
keluar. Tan Malaka menyebut anggota parlemen sebagai golongan tak
berguna yang harus diongkosi negara dengan biaya tinggi.

Singkatnya, keberadaan parlemen dalam republik yang diimpikan Tan
Malaka tak boleh ada. Buku Soviet atau Parlemen dengan tegas
memperlihatkan pendirian Tan Malaka. Sampai usia kematangan
berpikirnya, Tan tak banyak berubah, kecuali dalam soal ketundukan
kepada Komintern Moskow.

Karena pendirian ini pula Tan Malaka sangat keras menentang Maklumat
Wakil Presiden Nomor X pada 1945 tentang pendirian partai-partai.
Sebab, partai-partai pasti bermuara di parlemen.

Lalu seperti apa wujud negara tanpa parlemen itu? Penjelasannya
memang bisa memakan halaman yang sangat banyak. Sederhananya, negara
dalam mimpi Tan Malaka dikelola oleh sebuah organisasi tunggal.
Dalam tubuh organisasi itulah dibagi kewenangan sebagai pelaksana,
sebagai pemeriksa atau pengawas, dan sebagai badan peradilan.

Anda bisa membayangkan organisasi yang berskala nasional seperti
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bangunan organisasinya dari
tingkat terendah sampai tingkat nasional bisa diandaikan seperti
itu. Tidak ada pemisahan antara si pembuat aturan dan si pelaksana
aturan.

Di dalam organisasi yang sama pasti ada semacam dewan pelaksana
harian, dan ada sejenis badan kehormatan atau komisi pemeriksa.
Begitulah kewenangan dibagi, tapi tidak dalam badan yang terpisah.

Bagaimana mengontrol organisasi agar tak menjadi tirani kekuasaan?
Di sinilah desain organisasi harus dimainkan. Ritual pemilihan
pejabat organisasi tak boleh dalam selang waktu yang terlalu lama,
agar kepercayaan tak berubah menjadi kekuasaan, agar amanah tidak
berubah menjadi serakah.

Kongres organisasi, dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi,
harus dilakukan dalam jarak yang tak terlalu lama. Waktu dua tahun
mungkin ideal untuk mengevaluasi kerja para pejabat organisasi. Jika
kerja mereka tak memuaskan, kongres organisasi akan menjatuhkan
mereka.

Barangkali banyak pembaca yang mengatakan bangunan kenegaraan
seperti di atas jauh dari demokratis. Hal itu sangat wajar. Sebab,
sudah demikian lama otak kita dicekoki oleh trias politika ala
Montesquieu.

Jika bangunan organisasi tanpa badan legislatif dianggap tak
demokratis, boleh juga kita mengatakan bahwa partai politik,
organisasi kemasyarakatan, ASEAN, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
merupakan lembaga yang tak demokratis.

Di luar itu, bisa jadi pula ada yang mengatakan gagasan Tan Malaka
naif dan tak bisa diikuti. Pendapat itu pun wajar. Seperti
pernyataan penulis di awal tulisan ini, tak ada yang bisa dengan
total mengikuti Tan Malaka.

Selain terlalu lurus, Tan Malaka pasti tak bisa lepas dari belenggu
zamannya. Namun tak ada salahnya kita menulis ulang semangat dalam
gagasan kenegaraan Tan Malaka.

Dalam Thesis, Tan meminta rakyat Indonesia tak menghafalkan hasil
berpikir seorang guru. Yang penting adalah cara dan semangat
berpikirnya.

Ibarat seorang guru matematika, Tan tak ingin menuntut muridnya
menghafal hasil sebuah perhitungan, tapi menguasai cara berpikir
untuk bisa memperoleh hasil hitungan yang benar.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke