UU Agraria Harus Diubah 

 

Jumat, 29 Agustus 2008 

Solok, Padek-- Persoalan pertanahan sangat krusial di Sumbar. Hal ini
juga terasa di Kota Solok. Untuk itu, tak ada jalan lain selain perlunya
perubahan UU No 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Keagrarian. Hal inilah
yang disampaikan Wali Kota Solok Syamsu Rahim dalam acara Focused Group
Discussion (FGD) tentang Masalah Pertanahan di Indonesia di Balitbang
Depdagri Jakarta, Rabu (27/8). 

Menurut Syamsu, persoalan itu muncul karena regulasi nasional tentang
masalah pertanahan yaitu UU No 5 tahun 1960 belum mengadopsi dan
mengakomodasi hukum adat  yang ada di tiap-tiap daerah. Walaupun telah
ada beberapa aturan teknis seperti peraturan daerah, tetapi tetap belum
mampu secara signifikan mengatasi problematika pertanahan di Kota Solok.


"Uniformalitas regulasi nasional tentang pertanahan menimbulkan masalah
yang sampai sekarang belum menemukan titik temunya. Untuk itu diharapkan
kepada BPN RI harus bisa merekomendasikan perubahan UU 5 tahun 1960
tentang Pokok-pokok Keagrarian, sehingga mampu menjawab tantangan zaman
yang semakin komplek di bidang pertanahan," ujarnya. 

Diharapkan ke depan jika telah ada perubahan tentang UU Pokok-pokok
Keagrarian di tanah air, akan membuat nyaman investor menanamkan
investasinya di Kota Solok, Sumatera khususnya dan Indonesia umumnya,
sehingga law enforcement di bidang pertanahan akan kondusif. Kota Solok
siap sebagai contoh model dalam melakukan perubahan dimaksud. (mg16) 

 

http://www.padangekspres.co.id/content/view/16587/104/

 

________________________________

From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Datuk Endang
Sent: Thursday, August 28, 2008 10:01 AM
To: RantauNet@googlegroups.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [EMAIL PROTECTED] Tanah Ulayat Hanya Dapat Diselesaikan Secara
Mufakat Adat

 

Sanak yth.

Pertemuan kemarin sore di Litbang Depdagri dengan pembicara Walikota
Solok, sebenarnya memperjelas permasalahan tanah ulayat sebagaimana
diuraikan di bawah. Yang dibicarakan adalah aspek pendaftaran tanah
(Pasal 19.1 UUPA), pengakuan hak ulayat, pemanfaatan tanah untuk
investasi, dst. Hingga saat ini diakui bila Pemerintah belum
mengembangkan lebih lanjut ketentuan Pasal 5 UUPA, sehingga perlakuan
terhadap tanah ulayat masih disamakan dengan tanah-tanah partikelir
lainnya. Dan hal ini terbukti menimbulkan banyak permasalahan di ranah;
begitupun penyelesaiannya masih menggunakan sistem peradilan umum.

Dari kasus Koto Kaciak di bawah dapat dilihat pada akhirnya penyelesaian
masalah tanah kaum tersebut diselesaikan secara musyawarah, walaupun
telah ada keputusan Pengadilan. Mungkin ini kasus pertama bila suatu
keputusan peradilan umum dapat diabaikan oleh kuatnya kehendak untuk
mufakat adat. Mudah-mudahan Dt. Bagindo dapat meneruskan.

 

Wassalam,

-datuk endang

 

 





--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke