Padang Ekspres, Minggu, 31 Agustus 2008

Azizah Etek, Mursyid A.M. dan Arfan B.R.
Kelah Sang Demang: Jahja Datoek Kajo,  Pidato Otokritik di Volksraad 1927-1939
Jakarta: LKiS (viii + 512 halaman) (Seri Satu Abad Kebangkitan Nasional)

Buku ini mempersembahkan kepada kita dokumen penting berupa sumber
pertama seputar kiprah seorang wakil Minangkabau yang paling vokal di
Volksraad (Dewan Rakyat) di zaman kolonial: Jahja Datoek Kajo (JDK).
Ia dua kali terpilih mewakili masyarakat Minangkabau di Volksraad
(Dewan Rakyat), yaitu pada periode 1927-1931 dan 1931-1935. Inilah
buku kedua dari ketiga penulis di atas; buku pertama mereka, Koto
Gadang Masa Kolonial (Yogykarta: LKiS, 2007), juga membicarakan aspek
historis Koto Gadang, sebuah nagari Minangkabau yang paling maju
berkat sikap kooperatif masyaraktnya dengan Belanda.
Tampaknya para penulis buku ini lebih sebagai peminat dan penikmat
sejarah ketimbang sejarawan. Mereka suka mengumpulkan dokumen-dokumen
lama walaupun tidak memiliki spesialisasi ilmu sejarah (seperti dapat
dikesan dari biodata mereka yang dicantumkan di akhir buku ini).
Buku ini menghimpun naskah-naskah pidato JDK yang disampaikannya dalam
sidang-sidang Volksraad. Naskah asli pidato-pidato tersebut kini
tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta.
Naskah pidato-pidato tersebut diketik ulang oleh ketiga penulis
menurut ejaan aslinya (Ejaan Van Ophuijsen). Naskah-naskah pidato JDK
itu terdapat dalam bagian kedua buku ini (hal. 151-503), sedangkan
bagian pertama (Bab1-12; hal. 3-147) berisi biografi singkat JDK dan
ekstrak dari pidato-pidatonya itu.
Usaha ketiga kompilator ini untuk mengumpulkan naskah-naskah pidato
JDK tersebut patut diacungi jempol. Para peneliti selanjutnya,
khususnya yang tertarik kepada sejarah politik kolonial di Indonesia,
tentu dapat menggunakan bahan-bahan tersebut tanpa harus susah payah
lagi mencari naskah aslinya di ANRI, PNRI atau
perpustakaan-perpustakaan di Belanda.
JDK adalah salah satu dari delapan wakil masyarakat Minangkabau yang
pernah duduk di Volksraad. Ia dilahirkan di Koto Gadang pada tanggal 1
Agustus 1874 dari pasangan Pinggir (ayah; suku Sikumbang) dan Bani
(ibu; suku Piliang). Masa remaja JDK dihabiskan dengan ikut mamaknya,
Lanjadin Khatib Besar gelar Datoek Kajo, yang pernah menjabat sebagai
kepala gudang kopi di Baso.
JDK belajar magang di kantor Residen Padang Darat di Fort de Kock
(Bukittinggi) pada 1888. Kemudian, pada 1892-1895 ia magang sebagai
leerlingschrijver (juru tulis magang) di Kantor Kontrolir Agam Tua.
Tanggal 11 Mei 1895, dalam usia 20 tahun 9 bulan, Jahja menerima gelar
"Datoek Kajo" dari kaumnya dan diangkat menjadi Tuanku Laras IV Koto
(hal. 3).  Jabatan itu jelas memberi peluang kepadanya untuk
meningkatkan karir politiknya dalam jaringan birokrasi Pemerintahan
Kolonial Belanda.
Beberapa jabatan penting yang pernah dipegang DJK sebelum menjadi
anggota Volksraad adalah: Kepala Laras Banuhampu (1913); Demang
Bukittinggi (1914); Demang Payakumbuh (1915-1918); dan Demang Padang
Panjang (1919-1928).
Selama menduduki jabatan-jabatan itu JDK sering berkonflik dengan
atasan Belandanya, antara lain dengan Asisten Residen James (1915) dan
Residen Sumatra's Weskust, Whitlauw (1923). JDK tidak suka dengan
beberapa kebijakan politik dan ekonomi Pemerintahan Kolonial Belanda
di Sumatera Barat yang menyusahkan rakyat Minangkabau (hal.5).
Seperti dapat dikesan dari teks-teks pidato JDK yang disalin ulang
dalam buku ini, kritisismenya terhadap Pemerintah Kolonial Belanda
tidak berkurang, meskipun ia sudah 'dipindahkan' ke Volksraad di
Batavia. Ia terus membela rakyat Minangkabau yang diwakilinya. JDK
menpertanyakan dan mendiskusikan berbagai aspek yang terkait dengan
kehidupan rakyat pribumi dengan Belanda, seperti penangkapan para
pemimpin Minangkabau oleh Belanda, gaji kepala nagari, reserse Belanda
yang over acting, dan penolakan orang Minang terhadap buku teks bahasa
Minangkabau karya M.G. Emeis. Banyak lagi aspek lain yang
diperjuangkan oleh JDK untuk rakyat Minangkabau selama dua periode
masa jabatannya di Volksraad.
Satu hal yang membuat nama JDK terkenal pada masanya adalah
keberaniannya berpiato dalam bahasa Indonesia (sering juga disebut
'bahasa Melajoe') di Volksraad, mengibarkan dan mengobarkan
nasionalisme bahasa Indonesia dalam sidang-sidang lembaga terhormat
yang didominasi orang Belanda itu. Ini bukan karena ia tidak pandai
berbahasa Belanda, tapi lebih karena keyakinannya bahwa bahasa
menunjukkan bangsa, seperti dapat dikesan dalam bagian pidatonya di
Volksraad pada 30 Juni 1928:
"Toean Voorzitter. Pembitjaraan saja didalam sidang madjelis Dewan
Ra'jat saja soeka  didalam bahasa Indonesia, karena saja sendiri
seorang Indonesier. Toean tentoe mema'lumi, bahwa sekalian bangsa
dalam doenia ini lebih soeka berbahasa didalam bahasanja sendiri.
Sebabnja perasaan Indonsier tinggal diorang Indonesier, perasaan
Belanda diBelanda, jaitoe seboleh-bolehnja orang-orang itoe
membitjarakan bahasanja sendiri. Sebab itoe saja lebih soeka
berbitjara dalam bahasa Melajoe dalam madjelis persidangan ini,
apalagi mana jang saja bitjarakan didalam madjelis ini boekannja
perkataan siapa sadja, melainkan jang sebenarnja terbit dihati
sanoebari saja, toean Vorzitter." (hal. 305).
Jadi, sebelum Kongres Pemuda, 28 Oktober 1928 diadakan, JDK sudah
mencetuskan nasionalisme bahasa Indonesia di Volksraad, suatu
penentangan terhadap suprioritas bahasa Belanda di Indonesia, yang
selama beratus tahun dijaga dengan kekuasaan dan senjata. Ketiga
Fraksi Nasional dibentuk di Volksraad pada Januari 1930 yang dipimpin
oleh M.H. Thamrin, JDK langsung bergabung ke dalamnya.
Pidato-pidato JDK  dalam sidang-sidang Volksraad sangat berapi-api dan
kaya dengan petatah-petitih Minangkabau yang dibahasamelayutinggikan
(lihat Bab 12, hal.129-47). Pers pribumi menjuluki JDK "Djago Bahasa
Indonesia di Volksraad" (lihat Pedoman Masjarakat, 23-2-1938:160).
Selepas menjabat anggota Volksraad, JDK, yang  berkumis melintang dan
kelihatan tegas dalam saluak kebesarannya –fotonya yang disajikan di
sini semula dimuat dalam  Volksalmanak Melajoe Serie no.770, tahoen
ke-10, 1928 (menghadap hal.191) –masih terpilih menjadi anggota
Minangkabau Raad pada 1939 (lihat Soeleiman 1939). Namun, tiga tahun
kemudian, JDK meninggal pada tanggal 9 November 1942 di kampung
halamanya di Koto Gadang. Keluarga yang ditinggalkannya tetap kritis
kepada Belanda. Saya pernah membaca laporan koran Sinar Sumatra –
sayang saya lupa mencatat tanggalnya – bahwa salah seorang anak lelaki
JDK diadili di Padang di tahun 1940-an karena terpijak ranjau pers
(pers delict) yang dipasang Belanda.
Buku ini penting dibaca oleh para mahasiswa, khususnya mahasiswa
sejarah, dan masyarakat Minangkabau dan Indonesia pada umumnya yang
ingin mengetahui kiprah seorang wakil golongan pribumi dalam sistem
pemerintahan Kolonial Belanda di zaman lampau.
Lebih dari itu, tentu tak ada salahnya jika buku ini juga dibaca oleh
anggota DPR(D) kita, yang pada hari ini citranya lebih identik dengan
kemewahan dan gelimang uang (korupsi) ketimbang kritisisme dengan
pikiran jernih untuk membela rakyat yang diwakilinya.
(Suryadi, dosen dan peneliti Dept. of Languages and Cultures of
Southeast Asia and Oceania, Leiden University, Belanda)

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke