Alaikumsalam Wa Rahmatullahi wa Barakatuh,

Ananda Iffah di Bengkulen,
Moga sehat selalu dan senantiasa dalam lindungan rahmat Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Buya awali dengan permintaan maaf, karena terlambat membalas email
ananda.

Ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan di dalam tata perilaku
beradat itu.
*
Pertama, *bahwa adat itu bukan teori.
Adat sememangnya adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dari pemilik atau
pelaku beradat itu sendiri. Maknanya adalah, bahwa orang beradat itu tidak
akan melepaskan kaidah-kaidah adat di dalam kesehariannya, atau perilaku
dalam tata hubungan beradat di tengah masyarakatnya akan berlangsung *ibarat
kuku dengan daging*, erat sekali, dan susah untuk ditanggalkan, apalagi
untuk ditinggalkan.
*
Kedua, *adat itu adalah *sibghah* atau identitas dari pelakunya yang
positif. Lebih jauh, *tindakan yang negatif tidak ada dalam adat*, baik
dalam ungkapan atau perbuatan.
Karena adat menjadi perekat hubungan sesama insan (boleh dikata *hablum min
an-naas*), yang di dalam adat di Minangkabau terkait erat dengan *keikhlasan
* atau *kebersihan* hubungan karena semata melaksanakan perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala, atau menurut *syarak* (syariat agama Islam)  juga lazim
dikenal dengan *hablum min Allah* itu.

Tindakan atau ungkapan yang negatif adalah ibadat *pameo *atau *cemo
*umpamanya
istilah * ta impik nak di ateh* yang mesti dihindari, yang kadangkala
diartikan dengan *menang sendiri* adalah sebuah cemo yang mesti dijauhi
Seharusnya ungkapan itu mesti berarti secara alami adalah, *ta impik dek nan
di ateh* adalah menjadi sunnatullah (natuurwet), sehinga melahirkan sikap ke
hati-hatian, yaitu bahwa yang akan diletakkan di atas sesuatu itu jangan
terlalu berat, atau sesuatu yang sedang ada di atas itu tidak memberati yang
di bawahnya, sehingga yang di bawah tidak menjadi *linyak* atau
*penyok*karenanya.
Begitu pula dengan istilah *galie *atau *galir, *mestinya diartikan *banyak
akal, tidak cepat putus asa, pandai mencari jalan keluar *dari satu masalah,
* teguh *dalam mencapai sesuatu,* licin, lancar, tidak tersendat *seperti
baut dan mur yang diberi *gemuk *atau pelicin*.
*Artinya harus positif. Tidak boleh negatif thinking, bahwa galir hanya
dipakai untuk senang sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain.
Tindakan dan cara berfikir negatif adalah diluar perilaku beradat.
*   *
*Ketiga,* perilaku beradat itu di dalam syarak disebut tatanan akhlak mulia
(*akhlak karimah*). Akhlak adalah pertanda satu kaum yang maju, yang
membedakan dari kebodohan (*jahiliyah*). Maka adalah satu kenyataan hidup
bahwa orang Minangkabau yang beradat itu akan menjadi kelompok etnis yang
maju, mudah bergaul, disenangi oleh etnis manapun, dan akan menjadi tempat
orang meletakkan *petaruh *atau *amanah *(bukan petaruh yang diartikan
negatif seperti *pe - taruh *atau orang yang suka *bertaruh *atau* berjudi).

*Ananda Iffah* *dapat melihat di masa lalu, ke sejarah para *founding father
* dari negeri ini, bila buya ingin sebutkan satu persatu seperti
umpamanya *Hatta,
Assa'at, Agus Salim, Syahrir, Natsir, Tan Malaka, Muhamad Yamin, Abdullah
Kamil, Hamka, engku Syafe'i, AR Sutan Mansur, Rahmah el Yunusiyah, Rohana
Kudus, Rasuna Said, Duski Samad, Rasyid Manggis, Abdul Latif, Abdul Manan,
Djohan Djohor, Rahman Tamin,* dan banyak lagi yang lainnya, sebenarnya
adalah tempat bangsa ini berpetaruh melingkupi bidang-bidang *pemerintahan,
diplomasi, politik, pergerakan, pendidikan, perdagangan, keperempuanan,
agama, legislatif.*
Maka tidak salah, jika pada satu ketika di awal Indonesia bangkit itu,
Hamengkubuwono IX berkata, bahwa pertama kali pemerintahan Indonesia di
Yogya seakan adalah pemerintahan Minangkabau, sejak Wakil Presiden, sampai
ke Menteri, Sekjen, Dirjen, Pengusaha, Pendidik, Politisi, Pemimpin Partai,
Pemuka Pergerakan, banyak ditempati oleh anak-anak bangsa beretnis
Minangkabau. Dan bukan kebetulan rasanya, jika Bukittinggi pernah ditunjuk
menjadi ibu kota Republik Indonesia setelah Yogyakarta, walaupun kini tidak
lagi disebut-sebut orang.
Kuncinya adalah, karena tidak lain orang Minangkabau itu beradat dan
beragama. Bukan dalam teori, tetapi dalam praktik perilaku, *di ma bumi di
pijak, di sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakaikan,* artinya
komunikatif, sinerjis, silaturahim dan bertanggung jawab, sebagai modal
utama tempat orang lain berpetaruh amanah.

*Keempat, *ada keistimewaan perilaku beradat di Minangkabau adalah *cinta
negeri*. Dalam lingkungan kecil dimulai dari rumah gadang, balai, suku,
kaum, taratak, dusun jo nagari, dan dalam ruang lebih luas ranah dan rantau,
kemudian melebar ke lingkup lebih jauh tanah air, negara dan bangsa. *
Sa jauh jauh tabang bangau, hinggoknyo ka kubangan juo, sa tinggi-tinggi
malantiang jatuahnyo ka bawah juo, hujan ameh di rantau urang hujan batu di
nagari awak, kampuang halaman di kana juo, barek sa pikue ringan sa
jinjiang, singkek uleh ma uleh, kurang tukuak manukuak, usah mangguntieng
dalam lipatan, jangan manuhuak kawan sa irieng, ta tungkuik samo makan
tanah, ta tilantang samo ma hiruik ambun.*
Artinya nasionalisme, solidaritas, saling menghargai, cooperative dan cinta
negeri sangat mengakar di dalam adat atau perilaku orang Minangkabau.
Maka tidak salah kalau mereka menjadi penggerak pergerakan seperti *Haji
Misklin, Haji Abdul Latif Sumanik, Haji Abdurrahman Piobang, Siti Manggopoh,
Imam Bonjol, Tuanku nan Tuo, Faqih Shaghir, Mochtar Luthfi, Saudagar Moeda,
Tuanku Gamuak, Harimau nan Salapan, *sampai kepada pejuang kemerdekaan,
anggota konstituante dan selanjutnya hingga ke *Harun Zain, Azwar Anas,
Awaluddin Djamin, Hasan Basri Durin,* dan puluhan pula pengiringnya sampai
kini, dalam berbagai bidang dan profesi, mereka sukses dan disegani, karena
*berilmu, beragama Islam, pandai bergaul, santun, saling menghargai* dalam *
beradat* Minangkabau.

Banyak lagi ananda Iffah.
Hingga di sini dahulu buya coba menjawabnya, baru seperti selapis kulit
bawang, makin di kupas makin jelas, bahwa perilaku beradat bukan sebatas
teoritik tetapi lebih utama dalam praktiknya.
Maafkan buya ananda, karena ruangan kita juga terbatas, nanti kalau buya
teruskan, hilang pula kesempatan orang lain untuk berkontribusi, dan bisa
jadi buya akan di diskualifikasi dari raungan dan ruangan rantau net ini,
karena melanggar tatatertib melebihi space yang tersedia.

Wassalam,
Buya HMA, di subarang Ngarai Sianok,
di ateh 73 saketek.


Pada 5 Oktober 2008 09:31, hanifah daman <[EMAIL PROTECTED]> menulis:

>
> Assalammualaikum WR WB buya HMA dan Datuk Endang yth. Terimakasih banyak
> atas penjelasan buya dan datuk yang luar biasa. Selama ini adat bagi hanifah
> tidak di dapat dari teori tapi menjadi bahagian dari kehidupan se hari2
> terutama ketika di kampung. Kalau di tanya buku apa yang di baca ?? Hanifah
> tidak bisa jawab. Kalau tidak keberatan satu lagi pertanyaan penting yang
> akan hanifah ajukan, yaitu TIDAK BISAKAH ORANG MINANG BERFIKIR MELEBIHI
> NAGARI? Hanifah ingin buya bercerita bgm cara buya tetap ber adat walau buya
> sudah menjadi bagian dari propinsi bahkan negara. Dari pengamatan dengan
> mata telanjang ketika di kampung, orang rantau yang sukses sering kesulitan
> beradaptasi sehingga sering ada jarak antara rantau dan ranah. Apa mungkin
> krn pengaruh budaya rantau yang umumnya membedakan orang dari sudut pandang
> harta dan kekuasaan, sementara di ranah menganggap semua orang sama.
> Entahlah. Hanifah tunggu jawaban buya dan datuk. Terimakasih banyak atas
>  perhatian buya dan datuk. Wass. Hanifah
>
> Datuk Endang wrote:
> > Buya HMA dan Bunda Hanifah yth.
> >
> >  Penjelasan Buya sebenarnya telah terang menjelaskan tentang adat dan
> korelasinya dengan budaya pertanian. Kalau boleh saya menambahkan pendapat
> karena topik ini cukup menarik.
> >------------------------- dikarek sen di siko
> -----------------------------------------------------------------------------
> >  Demikian terlebih terkurang Buya dan Bunda mohon dimaafkan, apalagi di
> hari baik dan bulan baik ini. Minal aidin wal faidzin.
> >
> >  Wassalam,
> >  -datuk endang --- On Sat, 10/4/08, H Masoed Abidin bin Zainal Abidin
> Abdul Jabbar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >  Alaikum salam Warahmatullahi wa barakatuh, Ananda Iffah Yth, Bahwa orang
> Minang dahulu adalah petani itu amat benar. Keadaannya sama dengan orang
> Jepang, Thailand, Melayu Malaysia, atau juga pada masyarakat emigran Amerika
> dari Belanda atau Perancis atau Inggris itu, pada mulanya adalah petani.
> Mereka-mereka juga adalah petani, dan petani dan petani dan mereka juga
> hidup dalam tatanan kebiasaan (adat) yang dibuat oleh leluhur mereka yang
> juga sebagai petani, sebagai satu "kesepakatan" yang dijaganya dengan baik.
>
------------------------- singkek sakadar nan paralu
> -------------------------------------------------------------
>
*--
Allahumma inna nas-aluka ridhaa-ka wa al-jannah, wa na'uudzu bika min
sakhati-ka wa an-naar
Allahumma ghfir-lana dzunubana, wa li ikhwanina, wa sabaquuna bil-imaan,wa
laa taj'al fii qulubinaa ghillan lil-ladzina aamanuu Rabbana innaka
ghafuurun rahiim.*

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke