Dek partamo kapatang kito post di RN, mako kito lanjuikan tanggapan lain
dari Judul diatas.
Tarimo kasih Sanak Israr, atas tanggapannyo di Palanta RN.
 
Salam.
 
Menakar Harga Pemuda?   

 
Jumat, 31 Oktober 2008
http://www.padangekspres.co.id/content/view/21819/114/

Oleh : Muhammad Taufik, Sosiolog, Pengajar di IAIN Imam Bonjol dan Direktur
Riset dan Publikasi Revolt Institute

Marzul Veri (MV) dalam sebuah tulisan di Teras Utama Harian Padang Ekspres
tanggal 29/10/2008, dengan judul Minangkabau: Republik Kaum Muda?, mencacah
berbagai optimisme atas kebangkitan pemuda yang dilihat dalam perspektif
kebudayaan Minangkabau. Tulisan ini menarik karena ada kesan optimisme, yang
mungkin sedikit berlebihan, atas posisi dan peran pemuda yang mengembalikan
kejayaan Minangkabau. 

Ada beberapa hal gagasan realistis yang dimunculkan, tapi di sisi lain
banyak hal yang berserakan yang membuat gagasan ini seperti gigauan orang
tidur. Apalagi posisi MV sebagai ketua DPD KNPI Sumatera Barat akan lebih
memperumit gagasan ini menjadi kenyataan. Tulisan ini beranjak dari fakta
yang bertolak belakang dari apa yang ditulis dan bagaimana posisi yang
menulis gagasan ini; saudara MV. 

Mengharapkan KNPI sebagai penarik gerbong transformasi atau perubahan
sebagaimana yang ditulis MV, menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar yang
merujuk pada fakta KNPI itu sendiri. Pertama, KNPI hanya berorientasi
sebagai wadah depolitisasi, deliberalisasi, pengkebirian kaum muda saat itu
dan itulah shadow politic-nya Orde Baru yang mekronstruksi politik
penyeragaman (uniformitas) sebagai bagian dari stabilisasi. 

Suasana itu sampai saat ini masih sangat terasa bagaimana KNPI masih
berkutat di bawah ketiak atau, agak halusnya, berada di bawah bayang-bayang
kuasa politik dan kuasa modal. Artinya, kuasa politik dan modal mengikuti
alur pikiran Billah yang dikutipnya dari Jenskin, masih memainkan peran rule
type praetorian yang merancang dan mendesak dua kebijakan. 

Yaitu, kebijakan ekslusioner (memakzulkan) kelompok pemuda garis keras yang
dianggap sebagai ancaman potensial dengan menggunakan kekuatan termasuk
operasi intelejen. Kemudian, inkorporasi inklusioner yakni merangkul dan
menghegemoni kelompok pemuda yang moderat dengan maksud memecah-belah pemuda
sebagai kekuatan politik dengan, salah satunya mendirikan dan tetap
memelihara KNPI sampai hari ini. Dan KNPI hanyalah State Backed client
sehingga kritisisme, bisa diredam. 

Hal ini sangat jelas sekali dari tulisan MV yang masih malu-malu untuk
mengambil jarak tegas dengan kelompok status quo. Keberanian yang muncul
hanya sekadar dibungkus ulang dengan terminologi kaum tua. Kedua, KNPI
adalah sebuah entitas, entitas tersebut tidak lagi berada pada ruang
keoriginalitasan, kemurniaan tetapi ia bersinggungan/tercemari/dicemari oleh
entitas lain. 

Artinya perbincangan KNPI tidak dimungkinkan lagi tanpa membicarakan
entitas-entitas yang merupakan makrokosmonya KNPI: idealisme, radikal,
intelektual, berani, berpihak dan lain-lain. 

Kondisi ini menciptakan semacam garis lintas (trans) KNPI, berupa pembauran
KNPI dengan politik, KNPI yang bersekutu dengan ekonomi, KNPI yang
bermesraan dengan pemilik modal, KNPI yang hand by hand dengan penguasa
korup (politik), atau KNPI yang bercampur dengan mistik, seksual, premanisme
dan lain-lain. Itulah barangkali Trans-KNPI (interconnectedness) 

Di telikungan lain, gagasan ini terlambat dan tidak menemukan
kontektualisasi dengan situasi hari ini. Meskipun MV memproklamirkannya di
saat peringatan Sumpah Pemuda, tapi malangnya MV dan generasi muda sekarang
telah dinetralisir oleh kekuatan koruptif kelompok status quo. Hal ini
diakibatkan konsolidasi kekuatan reformasi yang tidak pernah terwujud
khususnya di Sumatera Barat. 

Dan ini juga menjadi salah satu dosa MV yang saat Reformasi juga kasak-kusuk
melakukan demonstrasi. Meskipun ada sebagian yang mencoba konsisten dengan
perjuangan dan transformasi social, tapi itu dikalahkan, sekali lagi oleh
pemuda yang sudah dinetralisir oleh kekuatan status quo, bahkan banyak
banyak dari kawan-kawan MV menjadi pemain utama dalam lingkaran status quo
tersebut seperti menjadi mesin-mesin partai yang waktu reformasi dulu
berhasrat sekali ingin membubarkannya atau sekadar servants of power. 

Apakah ini, maaf, tidak onani intelektual namanya? Seharusnya MV dan KNPI
terlebih dahulu mematahkan tradisi pengekor terhadap kuasa politik dan kuasa
ekonomi. Jadi MV dan KPNI sebelum jauh-jauh memikir arah perjuangan kaum
muda, sebaiknya perjuangannya adalah perjuangan melawan lupa, karena kuasa
politik dan kuasa ekonomi cenderung membuat rakyat lupa akan apa yang
menguntungkan penguasa. Sangat mudah bagi penguasa menghapus ingatan yang
dikira akan membahayakan dirinya. 

Sejujurnya ini sepantasnya yang menjadi titik sembur perjuangan MV dan KNPI
dan ini memang berat dan susah. 

Mengenai intelektualitas, sekali lagi MV belum memposisikan pada konteks
yang tepat. Intelektualitas bukan hanya mampun memproduksi gagasan di atas
singgasana organisasi-organisasi mapan seperti KNPI yang sekarang
dipimpinnya. Intelektualitas  berarti " ... perhatikan sungguh-sungguh
ide-ide yang datang dari rakyat, yang masih terpenggal dan belum sistematis,
dan coba perhatikan lagi ide-ide tersebut, pelajari bersama rakyat sehingga
menjadi ide-ide yang lebih sistematis, kemudian menyatulah dengan rakyat,
ajak dan jelaskan ide-ide yang datang dari mereka itu, sehingga rakyat
benar-benar paham bahwa ide-ide itu adalah milik mereka, terjemahkan ide-ide
tersebut menjadi aksi, dan uji kebenaran ide-ide tadi melalui aksi. 

Kemudian sekali lagi perhatikan ide-ide yang datang dari rakyat, dan sekali
lagi menyatulah dengan mereka, begitu seterusnya diulang-ulang secara ajeg,
agar ide-ide tersebut menjadi lebih benar, lebih penting dan lebih bernilai
sepanjang masa". 

Paling tidak penggalan Mao Tsetung, memberikan ilham bagaimana seorang
intelektual berperan, bukan berbondong-bondong meninggalkan rakyat dengan
kesendirian demi jabatan struktural nan prestisius di mata publik. 

Kenapa hal ini perlu diungkap, kalau boleh berteori seperti MV, pemuda atau
intelektual seharusnya menjatuhkan dirinya pada kelompok proletariat, karena
polarisasi kelas memaksa mereka berada pada posisi tersebut. Jadi kaum muda
dan intelektual yang tertimpa menjadi proletariat dengan sendirinya akan
memunculkan sebuah kelas yang revolusioner karena proletarian adalah produk
yang special dan esensial, paling tidak itu yang ditasrihkan oleh Eva dan
Amita yang dikutipnya dari Marx dan Engel. 

Oleh karena itu tidak mungkin dan sulit tentunya bagi MV dan KNPI untuk
melakukan perubahan mendasar kalau strateginya hanya memproduksi wacana
apalagi MV mengaitkannya dengan penggalan-penggalan sejarah kebesaran
tokoh-tokoh Minang yang sudah menjadi artefak dan fosil kehidupan sekarang. 

Karena intelektual pada dasarnya, terilhami dari Edwar W. Said,  faham yang
berdiri pada aras pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang benar kepada
yang berkuasa, yang jarang (untuk mengatakan tidak) dilakukan KNPI sekarang
ini, bahkan cenderung mengamini penguasa. Tepatnya, intelektualitas
cenderung kepada oposisi daripada akomodasi dan mampu menyuarakan pandangan
alternatif dan sekali lagi ini sulit ditemukan dalam tubuh KNPI. 

Bahkan alih-alih menjadi oposisi kekuasaan, di tengah semangat Sumpah Pemuda
yang mengusung semangat kesatuan, persaudaraan dan kesejajaran, malahan
mereka hari ini secara bersama-sama melakukan self destruction dengan
terjadinya perpecahan dalam tubuh KNPI. Kupaknya KNPI seperti sekarang ini,
sekali lagi, menjatuhkan kurs-wacana Republik Kaum Mudanya MV, apalagi
menjadikan KPNI rule model menjadi sesuatu yang tidak teraba. 

Terakhir, mengaitkan kebangikitan pemuda dengan mimpi membangun Republik
Kaum Muda di Mingkabau seolah-olah memunculkan kesan bahwa generasi muda
Minangkabau hari ini benar-benar siap dengan segala infrastrukturnya.
Padahal, generasi MV adalah termasuk generasi amnesia dalam jagad
keminangkabauan. Hal ini disebabkan pada saat proses pembentukan jati diri
MV dan generasi muda sekarang yang berumur antara 25 sampai 35 tahun berada
pada posisi masa kelam Minangkabau. 

Jadi situasi seperti ini menyulitkan bagi MV dan kaum muda menemukan makna
dan suasa batin ber-Minangkabau dan tentu saja mengeksternalisasikannya pada
masa sekarang, karena saat itu Orde Baru berada pada puncak cengkramannya
dengan membumihanguskan Nagari sebagai bentuk identitas dan harga diri
masyarakat Minang dan menjadikannya Desa serta membangun Jakarta menjadi
sentral segala aktivitas sosial, politik dan ekonomi. 

Berdasarkan hal di atas perlu ditanyakan, karena ini tidak dijelaskan dengan
rinci oleh MV, metode dan strategi membangun kesadaran ber-Minangkabau kalau
MV dan generasi muda sekarang hanya menjadikan buku dan cerita banyak orang
sebagai rujukan dalam mewujudkan mimpi tersebut. Apakah cukup hanya sekadar
mengkaji secara dangkal orisinalitas kaum muda Minangkabau untuk menjawab
itu? Apalagi ada kesan ketidakberanian dari MV dengan hanya menggunakan kata
meminta/kerelaan kaum tua untuk memberi jalan atau ruang untuk berekspresi. 

Padahal meminta bukanlah mentalitas dalam pertarungan generasi, tapi
mentalitas petarung adalah merebut. Sehingga ada kesan beban mental MV.
Terakhir dari nukilan di atas, kalau dilihat wacana yang diteriakkan MV
seolah-olah seperti orang yang sedang mengigau dan kemudian berwacana karena
wacana yang diusung tidak menumbuh dalam realitas yang terbentang sekarang
ini. Wallahu a'lam bishawab. (***) 

  
  _____  

From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of israr iskandar
Sent: 31 Oktober 2008 10:02

Ass WW. Sanak palanta adonyo YTH..

Ado tigo jebakan dalam ide2 di tulisan Veri  tu:
 1. Dikotomi "kaum mudo" dan "kaum tuo" indak dicaliak dari perspektif visi
kemajuan. Karena banyak juo urang mudo nan lembeknyo. 
2. Hari ko masih curiga jo  dikotomi "nasionalis" jo "primordialis".
 2. Romantisme historis  tentang "kejayaan" Minangkabau masa lalu, dan abai
jo faktor realitas perkembangan Minangrantau kini .
 3.  Abai jo faktor 'excessive  individualism' urang Minang, tamasuak dari
kalangan mudo,
sehinggo mereka indak pernah bisa membangun komunitas dan kerjasama nan
solid  dan berkelanjutan. 

Wasalam.
 
Israr Iskandar (Padang, 35)








--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke