Sbg tulisan ttg kaitannya dgn karakter kita  Minang. ? Semoga jadi
renungkan, dan tidak "ber Minung"Wass. Muzirman



From: Muzirman -- <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sat, Nov 1, 2008 at 6:04 AM
Subject:
To: [EMAIL PROTECTED]


Satu Nomor Contoh Produk Tradisi Merantau, Prof Dr H Ahmad Syafii Ma'arif
Sabtu, 01 November 2008

Oleh : Gamawan Fauzi, Gubernur Sumatera Barat
Penghargaan Ramon Magsaysay yang diperoleh tokoh nasional dan putra
Minang Prof Dr Ahmad Syafii Ma'arif adalah suatu hal yang sangat
membanggakan bagi daerah dan rakyat Sumatera Barat, dan tentu saja
patut kita syukuri.
Banyak putra Minang yang sukses berkiprah di luar Sumatera Barat,
mengukir nama harum di tingkat nasional bahkan internasional. Buya
Ahmad Syafii Ma'arif adalah salah satunya. Sudah saatnya pula, kita
memberikan penghargaan yang tinggi pula bagi putra-putra terbaik
kelahiran atau yang berasal dari Minang tersebut. Katakanlah, ini
semacam usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan "budaya"
besar-membesarkan di kalangan orang Minang sendiri–yakni menghargai
prestasi dan amal perbuatan secara proporsional. Itulah salah satu
makna dari acara syukuran yang kita gelar hari ini.


***


Buya Ahmad Syafii Ma'arif adalah salah satu prototipe orang Minang
perantau yang sukses berkiprah di tingkat nasional bahkan
internasional. Lebih setengah abad dari usianya yang telah 73 tahun
lebih dewasa ini dihabiskan di rantau –paling lama di Yogyakarta.


Ada tiga tujuan merantau orang Minang. Pertama, mencari harta
(berdagang); kedua mencari ilmu; dan ketiga, mencari pekerjaan atau
jabatan. Ketiganya menghasilkan orang-orang yang hebat di bidangnya:
para saudagar dan pengusaha kaya; ilmuwan, cendekiawan dan ulama
terkemuka dan tinggi ilmunya; serta, para pejabat atau professional
yang menonjol di bidangnya.


Karena itu ketika pembukaan acara SSM ke dua selepas Lebaran tahun ini
saya melontarkan gagasan agar tahun depan jangan hanya Saudagar Minang
yang bersilaturahmi, tapi juga intelektual Minang dan cendikiawan
Minang. Hal ini ternyata mulai mendapat respons positif dari perantau
kita yang pergi menuntut ilmu di luar Sumatera Barat.


Ahmad Syafii Ma'arif termasuk kategori perantau pencari ilmu yang
sukses di bidangnya. Ia mewakili kalangan cendekiawan –ilmuwan
sekaligus ulama— sebagai produk tradisi merantau orang Minang.


Menurut Rudolf Mrazek, penulis Biografi Sutan Sjahrir, ada dua
tipologi budaya Minang, yakni "dinamisme" dan "anti-parokialisme".
Keduanya ditandai dengan tradisi merantau, melahirkan jiwa merdeka,
kosmopolitan, egaliter dan berpandangan luas. Kedua topologi itu, yang
berjalin-berkelindan pada orang-orang besar dari Minangkabau seperti
Bung Hatta, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Sutan Sjahrir, Mohammad
Natsir, Haji Agus Salim, Buya Hamka, dan lain-lain,  menurut hemat
saya, juga ditemukan dalam diri seorang Ahmad Syafii Ma'arif.


Beliau adalah seorang cendekiawan asal Minang yang besar dan berkiprah
di rantau. Dan tradisi merantau sendiri terbangun dari budaya yang
dinamis, egaliter, mandiri dan berjiwa merdeka. Ditambah kemampuan
bersilat lidah (berkomunikasi) yang baik sebagai salah satu ciri khas
mereka, membuat orang Minang mudah beradaptasi dengan suku bangsa mana
saja.


Dalam alam pikiran orang Minangkabau —analog dengan dunia agraris—
kampung halaman atau tanah kelahiran ibaratnya hanya persemaian yang
berfungsi untuk menumbuhkan bibit. Setelah bibit tumbuh, mereka harus
keluar dari persemaian untuk mencari lahan yang lebih luas agar
menjadi pohon yang besar dan berbuah. Proses seperti ini juga dialami
oleh Ahmad Syafii Ma'arif  –lahir, tumbuh, mengalami masa kecil dan
remaja di kampung, lalu pergi merantau dan "menjadi orang".


Merantau sejak usia 18 tahun, hingga saat ini sudah lebih setengah
abad ia hidup di negeri orang. Sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta, dan bertahun-tahun pula Buya Syafii hidup di Amerika,
salah satu negara paling majemuk dan mengaku paling demokratis di
dunia.


Saya menduga, meskipun lama merantau di Amerika, rantau Yogyakarta
paling besar pengaruhnya dalam kehidupan Buya Syafii. Yogyakarta
secara sosial-budaya adalah kawasan yang unik –pusat budaya Jawa
sekaligus kota pendidikan tempat berkiprahnya para ilmuwan dan
intelektual dari berbagai suku bangsa.. Di sini hidup budaya Keraton
yang  puritan, tapi juga tempat tumbuh dan berkembangnya budaya
kosmopolitan yang plural. Alam Yogya yang khas ini tentu ikut memupuk
jiwa dan membentuk sosok seorang Ahmad Syafii Ma'arif yang datang dari
sebuah suku bangsa yang dinamis, egaliter dan berjiwa merdeka.


Jiwa merdeka dan sikap egaliter itu pulalah yang saya saksikan pada
diri Buya Syafii Ma'arif. Saya turut hadir dalam acara syukuran 70
Tahun Buya Syafii yang diadakan di Wisma Antara, tiga tahun yang lalu.
Banyak tokoh penting nasional dan kalangan diplomatik asing yang
hadir. Turut memberi sambutan dalam acara itu adalah Taufik Kiemas,
Ketua Dewan Penasihat PDI Perjuangan yang juga suami mantan Presiden
Megawati.


Dalam sambutannya Taufik Kiemas menceritakan sosok Buya Syafii Ma'arif
yang egaliter dan berwibawa. Satu kali Buya berkunjung ke kediaman
Presiden Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta. Taufik Kiemas
menyambut kedatangannya. Setelah bersalaman, melihat kiri-kanan, lalu
dengan 'seenaknya' Buya bertanya; "Fik, mana Mega?"


Cara Buya Syafii bertanya itu seperti menanyakan istri kemenakannya
saja. "Padahal, waktu itu istri saya adalah Presiden Republik
Indonesia," kata Taufik Kiemas mengisahkan kejadian itu.


***


Rantau Jawa mungkin telah ikut membentuk kepribadian Buya Syafii
Ma'arif yang penuh toleransi, terbuka atas berbagai faham dan aliran
pemikiran, namun tetap menjadi pemeluk Islam yang taat sebagai salah
satu ciri anak Minangkabau. Sikap terbuka dan adaptatif terhadap
kemajemukan boleh pula dikatakan sebagai salah satu sikap dasar orang
Minang.


Ke mana pun mereka merantau, di mana pun mereka berada, orang Minang
mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Ini sesuai dengan ungkapan
yang merupakan pedoman hidup mereka: di mana bumi di pijak, di situ
langit dijunjung. Atau, di kandang kambing mengembek, di kandang
kerbau mengo'ek.


Sepanjang sejarahnya, orang Minang di perantauan tidak pernah terlibat
konflik dengan masyarakat di manapun mereka berada. Ini karena budaya
dan perilaku hidup mereka yang yang terbuka, tidak eksklusif, dan
hidup membaur dengan masyarakat setempat. Di mana pun rantaunya, orang
Minang tidak pernah membuat "kampung".

Tidak ditemukan ada Kampung Minang di kota-kota di mana perantau
Minang jumlahnya cukup banyak. Sebaliknya, di kampung halamannya
sendiri mereka memberikan "kampung" kepada para pendatang, termasuk
kepada orang Cina. Di Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh ada Kampung
Cino (Cina), di Padang dan Solok ada Kampung Jao (Jawa), atau Kampung
Keling di Padang dan Pariaman.


Karena daya adaptasi, kemampuan menyesuaikan diri, yang tinggi itu,
mereka pun diterima oleh masyarakat di mana mereka berada. Mereka
diterima menjadi pemimpin formal maupun informal di rantaunya
masing-masing. Sebutlah, misalnya, Mr Datuk Djamin yang menjadi
Gubernur Jawa Barat yang kedua (1946); Gubernur Maluku yang kedua dan
ketiga, yakni Muhammad Djosan (1955-1960), dan Muhammad Padang
(1960-1965); Gubernur Sulawesi Tengah yang pertama, Datuk Madjo Basa
Nan Kuniang (1964-1968); Residen/Gubernur Sumatera Selatan yang
pertama dr Adnan Kapau Gani; atau Djamin Dt Bagindo yang menjadi
gubernur pertama Provinsi Jambi (1956-1957).


Hal yang sama juga terjadi pada diri Buya Ahmad Syafii Ma'arif. Selain
sebagai intelektual yang produktif menulis dan berbicara di berbagai
forum nasional dan internasional, beliau juga aktif dalam Muhammadiyah
–persyarikatan yang lahir di Yogyakarta dan besar di Minangkabau. Buya
Syafii adalah orang Minang kedua yang sampai ke pucuk pimpinan
Muhammadiyah setelah Buya AR Sutan Mansyur.


***


Sebagai tokoh dan intelektual terkemuka Indonesia, kiprah Prof Dr
Syafii Ma'arif sudah diakui di tingkat nasional maupun internasional.
Penghargaan Ramon Magsaysay di bidang Peace and International
Understanding (Perdamaian dan Pemahaman Internasional) yang beliau
terima di Manila, Filipina, tanggal 31 Agustus 2008 yang baru lalu,
adalah bukti dari reputasi dan kiprahnya.


Meskipun sudah menjadi tokoh nasional dan internasional, namun sebagai
orang Minang, Buya Ahmad Syafii Ma'arif tetaplah tak bisa lepas dari
kepedulian dan kecintaan kepada kampung halamannya. Kecintaan dan
kepedulian kepada kampung halaman, mungkin sesuatu yang umum saja,
seperti ucapan ilmuwan besar dunia Albert Einstein yang dikutip oleh
Mr Sutan Muhammad Rasjid dalam bukunya Rasjid - 70:  "On two things in
life you cannot be objective: first, the love to your mother;
secondly, the love to your country where you have been born" (Dalam
dua hal Anda tak bisa objektif:  pertama, cinta kepada ibumu; kedua,
cinta kepada tanah kelahiranmu).


Namun bagi orang Minang, demikian pula pada diri Ahmad Syafii Ma'arif,
kepedulian dan kecintaan kepada kampung halaman boleh dikatakan cukup
menonjol. Selain diperlihatkan dalam karya-karya intelektualnya, hal
itu juga dapat dilihat dalam perbuatan nyata, baik kepada Sumatera
Barat maupun terhadap tanah kelahirannya, Nagari Sumpur Kudus di
pelosok Kabupaten Sijunjung nun jauh di sana.


Awal tahun 2005 silam, Buya Ahmad Syafii Ma'arif mampir ke kantor saya
di Arosuka (ketika itu saya masih menjabat Bupati Solok). Dalam
kesempatan itu, beliau sempat menanyakan apakah saya akan maju dalam
pemilihan Gubernur Sumatera Barat yang tak lama lagi akan digelar
melalui Pilkada langsung.

Beliau bahkan sempat menyarankan saya berpasangan dengan salah seorang
tokoh dari rantau yang sukses berkarir sebagai professional di sebuah
BUMN besar. Waktu itu saya jawab, saya masih pikir-pikir mengingat
Pilkada langsung tersebut juga besar konsekuensinya. Selain harus
dicalonkan partai politik, biayanya juga besar.


Kepulangan Buya Syafii Ma'arif ke Sumatera Barat waktu itu sebenarnya
bukanlah untuk 'mengurus' Pilkada. Beliau pulang adalah untuk
menghadiri peresmian Listrik Masuk Desa (LMD) ke Nagari Sumpur Kudus,
kampung kelahirannya. Karena itu, beliau pulang bersama rombongan
Direksi dan pejabat PLN.

Listrik masuk desa ke Sumpur Kudus itu merupakan hal yang sudah beliau
perjuangkan sejak lama. Di situlah saya lihat keminangan sorang Ahmad
Syafii Ma'arif. Setinggi-tinggi terbang bangau, kembalinya ke kubangan
jua. Sejauh-jauh merantau, kampung halaman diperjuangkan juga.


***


Prof Dr H Ahmad Syafii Ma'arif salah salah satu sosok tokoh
intelektual asal Minangkabau yang patut dicontoh dan diteladani oleh
generasi muda Sumatera Barat masa kini. Kiprahnya di tingkat nasional
maupun internasional tak diragukan lagi. Penghargaan Ramon Magsaysay
yang diperolehnya dari Pemerintah Philipina, adalah bukti dari peranan
dan kiprahnya sebagai intelektual, tokoh pergerakan dan organisasi
sosial.


Apa yang telah dicapai oleh Profesor Syafii Ma'arif ini, tentu saja
membanggakan bagi daerah dan rakyat Sumatera Barat. Karena itu, kita
tentu mengharapkan, apa yang telah beliau perbuat dan lakukan, patut
menjadi motivasi dan memberikan inspirasi bagi masyarakat Sumatera
Barat dan perantau Minang di manapun berada.


Dalam perkembangan dunia global maupun keadaan nasional kita dewasa
ini, kita memerlukan kehadiran tokoh-tokoh dan pemimpin seperti Prof.
Ahmad Syafii Ma'arif. Yakni sosok yang mempunyai watak demokratis,
berjiwa pendidik, penuh toleransi, taat beragama, mempunyai integritas
dan moral yang tinggi.


Satu hal lagi yang patut kita teladani dari pribadi Buya Syafii
Ma'arif adalah, sekalipun telah mencapai puncak prestasi
kecendikiawannya yang tinggi, beliau adalah sosok yang istiqamah,
rendah hati dan hidup sederhana. Mengutip Karen Amstrong, yang menulis
riwayat hidup Nabi Muhammad, kekuatan utama kepemimpinan Rasulullah
sehingga ia menjadi panutan dan ajarannya diikuti umat, adalah karena
beliau hidup bersahaja dan memiliki sifat yang rendah hati. Tidak
pernah boros dan hidup berlebih-lebihan.


Dewasa ini, banyak orang hebat, yang berpangkat, yang kuat dan
berkuasa sebagai pemimpin di dunia, khususnya di negara kita. Tapi
pemimpin yang istiqamah dan rendah hati, sekarang sudah menjadi barang
langka. Buya Syafii Ma'arif menurut hemat saya, adalah salah satu dari
'barang langka' itu. Mudah-mudahan saja sosok, ide, pemikiran, karya
dan kiprahnya bisa menginspirasi kita semua untuk kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang lebih baik di masa-masa
yang akan datang. ***

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke