Saya agak ragu dengan pernyataan Sanak bahwa ada sikap saling menghargai di 
kalangan kita orang Minang, walau ada rasa saling kurang percaya. Bagaimana 
mungkin akan saling menghargai kalau percaya saja tidak ? 
Wassalam, 
Saafroedin Bahar(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 

Assalammualaikum w.w.

Saya ingin menjawab pernyataan pak saaf yang saya kutipkan di atas!. 

Hal tersebut memang unik namun keunikan itulah yang saya lihat sebagai kearifan 
nenek moyang kita dalam membangun ranah minang. Bukanya tidak mungkin namun 
itulah fakta yang ada. Saya hanya menggunakan cara pandang sederhana. Untuk 
memberikan penghargaan pada siapapun adalah hal yg mudah. Kita dapat menghargai 
orang lain berdasarkan fisiknya, imbalannya kita juga akan dihargai namun tidak 
semudah itu kita percaya pada orang tersebut. Inilah yang menurut saya konsep 
yang dikedepankan oleh nenek moyang kita. Yang agak berat, Abu thalib sangat 
menghargai keponakannya Rasulullah Muhammad s.a.w dan ajaran yang dibawanya 
bahkan melindunginya namun beliau tidak mempercayai ajaran Rasulullah Muhammad 
s.a.w dan sampai akhir hayatnya dia tidak mengucapkan pengakuan bahwa Tidak ada 
yang disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.

Dalam kehidupan mayarakat adat Minangkabau ada keselarasan bodi caniago dan ada 
keselarasan koto piliang. keduanya kan tata kehidupan adat yang berbeda, mana 
yang kita percayai dan kita ikuti. Faktanya kita kan tidak menggunakan keduanya 
namun apa ada yang menyatakan bahwa salah satunya bukan adat Minang?. Dan 
kenapa adat salingka nagari?...,  jelas karena yang kita anggap benar dan 
percayai adalah adat yang berlaku di nagari kita masing2. Namun lagi2 kita 
tidak pernah mengklaim bahwa adat minang yang benar itu adalah yang ada di 
nagari kita. Disini berlaku ungkapan " Iyokan kecek urang" sebagai bentuk 
penghargaan "lakukan apo kecek awak" karena itulah nan awak picayo.  Tidak ada 
yang mengatakan bahwa adat di nagari a, b, c ... adalah salah. namun yang kita 
pakai adalah adat yang berlaku di nagari kita.

Uniknya dalam kemajemukan itu, nenek moyang kita masih mampu membangun ranah 
minang dan secara aklamasi mengakui Rumah Gadang sebagai rumah adat Minang 
namun masih ada saja ciri khas masing2 wilayah. Yang muncul kepermukaan adalah 
adat Minang buka keselarasan Bodi caniago atau keselarasan koto pilian. Ini 
adalah fakta bahwa ada saling menghargai namun didalamnya tetap tersimpan 
saling tidak percaya. Bila tidak saling menghargai maka akan ada saling 
pertentangan rumah gadang minang itu yang mana?. Kalau disebutkan Rumah Gadang 
9 ruang tentu tentunya yang 5 ruang tidak akan diakui sebagai Rumah adat 
Minang, Yang benar itu keselarasan Bodi caniago atau koto piliang dst sangat 
banyak yang akan diperdebatkan. Banyak sekali yang uniq dalam kehidupan 
masyarakat Minang.

Saya banyak mendengar ada orang Padang yang malu mengaku orang Padang namun 
tidak ada orang Minang malu dan terpaksa mengaku orang Minang bahkan orang yang 
hanya tahu bahwa dia adalah keturuan minang pasti bangga sebagai keturunan 
Minang. 

Apa beda orang Padang dengan orang Minang?... 

Jawaban sederhana saja karena saya bukan ahli budaya. Orang Minang pasti Islam 
sedangkan orang Padang tidak semua Islam. Orang Minang tidak ada yang bengkok, 
yang bengkok hanya orang Padang. Pusat kebudayaan Minang di Pagaruyung 
sedangkan pusat kebudayaan Padang di Padang. Ini sekedar jawaban cik-mancik 
yang perlu diolah oleh ahlinya. Secara pribadi saya tidak tahu alasannya pusat 
peperintahan Sumatera Barat di Padang selain dekat dekat pelabuhan Teluk Bayur. 
Kalau kita semua sepakat bicara dalam khsanah alam Minangkabau tentunya kita 
akan memilih Pagaruyung sebagai ibukota propinsi. Kenyataan ini dapat 
dihubungkan dengan adanya pertanyaan "adanya tambo adat Minangkabau yang dicuri 
belanda sehingga orang Minang kehilangan Jatidirinya". Salah satunya fakta ini. 
Yang perlu di garis bawahi bahwa Minag dengan padang itu memang beda. Dan bukan 
hal yang mustahi generasi yang akan datang berfikir tentang ini.

Dari apa yang saya sampaikan, saya berkesimpulan saling percaya dalam 
masyarakat minang tidak ada dari dulu tapi mereka bilang "saiyo", "sakato", 
"Sepakat", Bulek ayia di pambuluah Bulek kato di mufakat"  pokoknya semua Ok 
namun semua bertentangan dengan fakta adat salingka nagari. Disinilah saya 
melihat kearifan nenek moyang kita dalam menyikapi dan mengatakan nenek moyang 
kita membangun ranah minang mengedepankan rasa saling menghargai dan saya 
percaya ini pula yang menjadi dasar Bhineka tunggal Ika yang digunakan dalam 
membentuk NKRI. namun saya merasa semua semu.

Nenek moyang kita ternyata tidak mewariskan rasa saling percaya dan tidak 
pragmatis. Kini generasi muda Minang cenderung pragmatis bagaimana tokoh 
masyarakat minang saat ini menyikapi. Membangun rasa saling percaya sudah 
merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Bila selalu product lama yang 
dikemukakan maka akan dia bilang itu klasik. Jadi harus ada konsep Minang 
Modern biar bisa diterima untuk membangun mastarakat Minang ke depan.

Wassalam,
Zulidamel st.malin marajo lk 46 Jkt

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke