Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta,
 
Gus Dur telah wafat dan sebagai seorang tokoh nasional, beliau telah 
mengguratkan peranannya dalam sejarah. Orang sudah melupakan kekurangannya dan 
hanya mengenang kebaikannya, dan kebaikannya itu lumayan banyak, salah satu di 
antaranya tentang kegigihannya memperjuangkan pluralisme dan multikulturalisme, 
yang intinya adalah kesediaan untuk mengakui bahwa masih ada orang lain di 
samping kita, yang harus dihargai dan dihormati. [Saya kok terkenang dengan 
'Piagam Madinah' yang esensinya juga sama]. Di bawah ini ada artikel 'Kompas' 
Satu tanggal 2 Januari 2009 ini tentang perjuangan Gus Dur mengenai dua tema 
ini.
 
Ada satu satu lagi. Dalam tahun 1980-an Gus Dur pernah menyentil kita orang 
Minangkabau, dengan mengatakan bahwa Minangkabau itu 'tak ada apa-apanya lagi'. 
Sudah barang tentu banyak orang jadi marah.[Saya juga]. Namun rasanya perlu 
kita renungkan, masihkah Minangkabau sekarang ini termasuk dalam  'apa-apa' 
yang [dahulu pernah] diperhitungkan orang ? Wallahualambissawab. 
 
Masih ada waktu untuk merenung ulang sentilan kiyai jenaka ini, dan untuk 
berbuat sesuatu agar kita bisa jadi 'apa-apa'.
 
Selamat jalan Gus Dur. Semoga Allah swt memberimu tempat yang lapang di 
sisi-Nya. Amin.


Wassalam,
Saafroedin Bahar
(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 


 

PLURALISME
Pemikiran Gus Dur Harus Dilanjutkan


Sabtu, 2 Januari 2010 | 02:56 WIB
 
Jakarta, Kompas - Keberlangsungan ide dan pemikiran yang ditinggalkan KH 
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yaitu gigih memperjuangkan demokrasi dan 
pluralisme, menjadi tanggung jawab para pengikutnya.
”Sekarang bergantung kepada yang mengaku sebagai pengikutnya,” kata anggota 
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, 
seusai mengikuti pemakaman Gus Dur di Maqbarah (Pemakaman) Tebuireng, Jombang, 
Jawa Timur, Kamis (31/12).
Gus Mus menilai pemikiran Gus Dur yang tajam dan cemerlang soal kebangsaan, 
khususnya tentang Bhinneka Tunggal Ika, telah memberikan peranan besar bagi 
perjalanan bangsa.
Praktik yang dilakukan Gus Dur mengenai sikap saling menghormati segala bentuk 
perbedaan demi tercapainya tatanan masyarakat yang demokratis harus diteladani. 
”Konsep kebangsaan Gus Dur itu kini menghadapi banyak tantangan dan hambatan,” 
ujarnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Syalafiah As-Syafiiyah, Asembagus, Situbondo, KH 
Fawaid As’ad Samsul Arifin, mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan 
sepeninggal Gus Dur adalah melawan bibit-bibit perpecahan bangsa. Munculnya 
gerakan fundamentalisme dan radikalisme agama yang membahayakan persatuan perlu 
terus diwaspadai. ”Generasi muda harus dibentengi dengan pemahaman tentang 
pemikiran Gus Dur agar terhindar dari aliran keagamaan yang merusak,” ujarnya.
Pimpinan pesantren di sejumlah daerah juga menilai sosok Gus Dur sebagai 
inspirasi bagi ulama dan santri. Cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, itu 
dinilai telah mengajarkan pentingnya penghormatan atas perbedaan agama, suku, 
bangsa, dan nilai-nilai demokrasi.
Pengasuh Pondok Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam Tegalrejo, Magelang, M 
Yusuf Chudlori, menilai Gus Dur adalah sumber motivasi dan inspirasi bagi 
pesantren. Gus Dur yang pernah menjadi santri di pesantren Tegalrejo itu telah 
menebarkan nilai-nilai demokrasi kepada ulama dan santri. Gus Dur mampu membuka 
mata hati mereka tentang keterkaitan antara Islam, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Pengajar Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin, Rembang, Bisri Adib Hatani, 
menganggap Gus Dur sebagai sosok ideal negarawan produk pendidikan pesantren. 
Pemikiran Gus Dur mengajarkan sekaligus mencontohkan bagaimana ber-Islam dalam 
konteks keindonesiaan. ”Gus Dur memandang dan meyakini perbedaan adalah rahmat, 
sunnatullah (telah digariskan Allah). Perbedaan itulah yang membentuk warga 
Indonesia menjadi bangsa yang terhormat, mandiri, dan merdeka lahir batin,” 
katanya.
Wakil Ketua Yayasan Buntet Pesantren, Cirebon, KH Wawan Arwani, mengungkapkan, 
salah satu nilai yang ditularkan Gus Dur adalah keterbukaan terhadap penganut 
agama atau kepercayaan lain. Cara hidup bersama di negara multikultural itulah 
yang juga disebarkan kepada santri Buntet Pesantren. Santri diajarkan untuk 
tidak menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan menegaskan terorisme yang 
mengatasnamakan jihad adalah haram.
Juru bicara Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Abdul Chobir, menilai 
pemikiran dan terobosan Gus Dur yang bisa menerima nilai-nilai baru dari sebuah 
perubahan akan tetap hidup dan dilanjutkan oleh warga NU. Gus Dur menekankan 
perbedaan bukan menjadi sumber perpecahan, tetapi justru menjadi modal 
persatuan.
Bapak pluralisme
Mengantarkan kepergian Gus Dur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, 
mendiang sebagai bapak pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia. Gus Dur 
merupakan pejuang reformasi yang melembagakan penghormatan pada kemajemukan ide 
dan identitas.
Presiden menyampaikan hal itu pada sambutannya dalam upacara kenegaraan apel 
persada pemakaman Gus Dur, Kamis. ”Gus Dur menyadarkan sekaligus melembagakan 
penghormatan kita pada kemajemukan ide dan identitas yang bersumber dari 
perbedaan agama, kepercayaan, etnik, dan kedaerahan. Disadari atau tidak oleh 
kita, sesungguhnya beliau adalah bapak pluralisme dan multikulturalisme di 
Indonesia,” ujar Presiden.
Almarhum Gus Dur, lanjutnya, adalah salah satu pemimpin dan pemikir Islam yang 
sangat dihormati, baik di Indonesia maupun di dunia. Gus Dur meyakini Islam 
sebagai sumber universal bagi kemanusiaan, keselamatan, perdamaian, keadilan, 
dan toleransi.
Gus Dur menetapkan berbagai kebijakan untuk mengakhiri diskriminasi dan untuk 
menegaskan bahwa negara memuliakan berbagai bentuk kemajemukan. ”Selamat jalan 
bapak pluralisme kita, semoga berada tenang di sisi Allah SWT,” ujar Presiden.
Doa bersama
Doa terus berkumandang di Masjid Agung Al-Barkah, Kota Bekasi, selama kegiatan 
istigasah dan tablig akbar yang diselenggarakan Pengurus Cabang NU Kota Bekasi, 
Kamis malam.
Selain mendoakan Gus Dur, istigasah dan tablig akbar itu digelar serangkaian 
dengan momentum Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1431.
Di Kota Semarang, Kelenteng Besar Tay Kak Sie menggelar doa bersama untuk Gus 
Dur, dipimpin tokoh setempat, Thio Tiong Gie. Ketua Komunitas Pecinan Semarang 
untuk Wisata itu menilai keislaman Gus Dur yang sangat kuat bukan hal 
menakutkan bagi minoritas, tetapi meneduhkan mereka. Jasa besar Gus Dur bagi 
masyarakat Tionghoa adalah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 
tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Warga berdatangan memenuhi lokasi di sekitar Pondok Pesantren Tebuireng. 
Muhammad Syuaib, misalnya, merasa perlu berziarah ke makam Gus Dur dengan 
keluarganya. ”Ini untuk tarbiah (pendidikan) bagi anak-anak untuk mengetahui 
dan meneladani kiai-kiai sebelumnya, termasuk Gus Dur yang jasanya besar,” 
katanya.
(INK/HEN/NIT/ADH/APO/TIF/COK/ILO/UTI/WHO/MZW/NTA/NAL/DAY)


      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke