Pak Saafroedin Bahar manulih:

 

Terima kasih atas info Bung Andiko tentang adanya semacam /panglima laot' di
daerah pesisir Sumbar, khususnya di Pasaman. Ini sudah suatu permulaan yang
baik. Tinggal kita tingkatkan, kita organisasikan, kita latih untuk
tugas-tugas kesejahteraan, dan kalau perlu untuk tugas pertahanan. Sebagai
orang  yang pernah bertugas dalam bidang teritorial, saya melihat ada tempat
bagi para 'panglima laot' a la Minang ini, apalagi oleh karena garis pantai
kita demikian panjang. [Btw, bagaimana kalau masalah ini kita angkat dalam
Kongres Kebudayaan Minangkabau Pertama, bulan Juni mendatang ? Kalau perlu
kita angkat sekalian seorang 'panglima laot' Minang pertama, dari tokoh
Pasaman ? ]

 

Darul komen:


Pak Saaf, sebagai urang samudra, ambo mandukuang kalau masalah maritimko
diangkek juo dalam KKM pertama nantik. Dek luas lauik dan jadi ZEE Sumbar
labiah laweh dari daratan nan alah sampik. Lauik adolah maso depan bangsa.
Caliaklah bangsa nan manguasoi lauik adolah Negara nan besar. Mau tahu
perusahaan pelayaran nan bermarkas di Swiss mengusai ruang kapal lebih besar
dari yang berbendera merah putih, walau Indonesia dimana 70% wilayahnya
adalah lautan. 

 

Malaysia saja mengklaim Negara mereka adalah Negara maritime, sedang negara
pak Saaf eh Negara kita masih menganggap laut adalah penyambung darat.
Karena memang 32 tahun Negara kita dikuasai oleh AD, sehingga cara fikirnya
adalah land oriented, malah Mataramese. Maaf jika melihat komentar pak Saaf
diatas, juga melihat laut dari darat, sehingga yang dikomentari adalah garis
pantai, bukannya kita menguasai sebagian Samudra India.

 

Memang perjuangan jadi Negara maritime ini, sangat berliku dan berbenturan
dengan tembok kuat selama ini. Jangankan Negara maritime, kata maritime saja
tidak mau dipakai, sehingga Dewan Maritim yang dibentuk dimasa Gus Dur,
diganti dengan Dewan Kelautan. Kita punya departemen Kelautan dan perikanan,
tapi cendrung mengurus ikan saja, lautnya lupa.

 

Belum lagi kita punya sekitar 26 UU yang tumpang tindih mengusasai dan
berkepentingan dilaut, sehingga untuk mmebentuk "Coast Guard" (di Malaysia
sudah ada lho) terbentur kepentingan sektoral terus. Sehingga laut jadi
rebutan sektoral. Bakarkomla nan dibentuk presiden saja nggak jalan. Eh
nglanturnya jauh.

 

Suryadi manulih:

Sekarang kita dalam alam Indonesia modern. Laut kita luas, ikannya banyak.
Tapi isinya kebanyakan DICURI OLEH NELAYAN ASING, belum lagi kandungan2 lain
yg ada di dasarnya. ANAK2 MUDA KITA TAKUT MANDI DI OMBAK (LUCU!!!! PASTI INI
'MENIJIKKAN' BAGI KAWAN SAYA SEPERTI JEPE). MEREKA DIBUAT LEMBEK OLEH  'KUDO
JAPANG', HAPE BARU, dll. Mampukah pemimpin bangsa ini mengubah orientasi
negara ini yang sudah cukup lama melupakan lautnya? Mampukan pemimpin bangsa
ini menciptakan generasi muda yang GALINGGAMAN melihat ombak dan anyir ikan?
Sukarno pernah memikirkan ini ketika dia mengirim ratusan pemuda kita
bersekolah ke EropaTimur dan Rusia untuk mempelajari teknologi kelautan
(saya bertemu dengan beberapa orang exile dari generasi ini di Rusia, Jerman
dan Belanda). Tapi semua itu berantakan karena Revolusi 1965.

 

Darul komen:

Sanak Suryadi, kalau sudah berbicara apalagi dalam seminar kelautan, susah
mencapai kata sepakat, kalau sudah disepakati, nanti di departemen masing2
tak jalan. Sektoral banyak nan mempertahankan pariuak nasi masiang2.

 

Anak muda indak takuik bakacimpuang dilauik doh, tapi jalan kian nan kadang
seolah terhalangi, berbicara infrastruktur, menyedihkan. Coba lihat
pemerintah lebih senang membangun dan memperbaiki jalan lintas Sumatra yang
panjangnya beribu kilo meter daripada membangun pelabuhan, yang nota bene
hanya perlu pelabuhan (terminal saja), jalannya (laut) nggak perlu
diperbaiki.

 

Kalau berbicara pendidikan, wabilkhusus diklat dir perhubungan laut, malu
saya merobek baju didada. Orang asing mau mendidik pelaut Indonesia, untuk
izinnya harus bayar ke diklat hubla USD 1000 per orang. Sapa mau didik orang
Indonesia, diberi pekerjaan dan gaji ribuan dollar, harus bayar lagi yang
seribu tadi.

 

Salam

Dm St.P

 

 

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke