Pak Saah, Lia, dan Dunsanak Sadonyo.

Ambo lah mambaco paper Lia. Beberapa hal memang ambo ndak mangarati karano
itu bukan bidang ambo, dan ambo indak barado di situ do.

Tapi ambo sangat tertarik dengan penjelasan di paragraf kaduo dari
bawah  (*langkoknyo
ambo copas di bagian akhir posting ambo*).

Kalau mancaliak kasus ko alah sajak lamo, tapi dari dulu sampai kini masih
berdebat, yang keluar baru "himbauan" dan "larangan" yang tidak efektif.
 Pertanyaan ambo, jangan-jangan hal ini buat "mereka" bukan suatu masalah?

Riri
Bekasi, l, 47





*Perdebatan di atas masih berlangsung hingga sekarang di Minangkabau.
Perdebatan ini juga turut ditengarai oleh pemerintahan adminastratif
setempat, seperti pemerintahan nagari, dan pemerintah  kota/kabupaten dengan
mengeluarkan himbauan yang tidak memihak. Himbauan tersebut antara lain
menyangkut jadwal pertunjukan yang hanya sampai jam 00.00 WIB, bahkan di
beberapa daerah diberlakukan jadwal pertunjukan hanya sampai jam 18.00 WIB.
Ada pula himbauan agar para biduan mengenakan kostum yang lebih sopan dan
tertutup. Pelbagai upaya menghapuskan kehadiran pertunjukan organ tunggal di
Minangkabau demi mempertahankan adat istiadat dan ajaran agama Islam, sejak
lama sudah berkembang dalam masyarakat. Namun hal ini tidak kunjung dapat
diwujudkan, berhubung pertunjukan ini sudah sangat merakyat dan sudah
menjadi bagian penting bagi masyarakat setempat. Bahkan pertunjukan ini
dianggap wajib hadir dalam acara-acara tertentu, misalnya pesta perkawinan
dan acara-acara yang digelar pemuda. Dalihnya, tanpa organ tunggal
acara-acara yang diselenggarakan tersebut tidak meriah*


2010/1/22 Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com>

> Sanak Taufiq Rasyid, Nanda Lia, dan para sanak sa palanta,
> Dari rangkaian wacana tentang 'orgen tunggal' ini rasanya dapat kita ambil
> kesimpulan sementara, bahwa sesungguhnya Minangkabau masa kini sedang
> mengalami suasana kebingungan nilai ['anomie'?] dimana tidak jelas lagi
> sistem nilai yang dianut dan juga tidak jelas lagi otoritas yang berwenang
> menegakkan sistem nilai tersebut.
> Jika kesimpulan sementara ini benar, kelihatannya ada kebutuhan untuk
> 'babana-bana' memikirkan masalah ini, mencari akar masalahnya,
> menimbang-nimbang berbagai kebijakan untuk mengatasinya, memilih salah satu
> kebijakan dan strategi yang paling tepat untuk menyelesaikannya secara
> mendasar pula.
> Pertanyaan: siapa yang bertanggung jawab dan berwenang untuk melakukan
> hal-hal ini ? Pemda Sumbar? DPRD Sumbar? LKAAM Sumbar ? MUI ? atau siapa ?
>
> Wassalam,
> Saafroedin Bahar
> (Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta)
>
>
> <http://us.mc575.mail.yahoo.com/mc/showMessage?fid=Inbox&mid=1_26691132_AFFkxEIAAAvzSoF%2FLw4GFX2qLAk&sort=date&order=down&enc=auto&startMid=50&pSize=25&filterBy=&clean=&acrumb=7D5fWXteb99&.rand=236325964&cmd=msg.scan&pid=2&fn=08082009134.jpg>
>
>

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke