Yth. Pak Andiko Sutan Mancayo

Ambo tambahkan saketek tentang keberadaan urang tionghoa di padang.





Tanggal 20 Mei 1784.Inggeris
menyerahkan kembali Pesisir barat ke Belanda. Padang ditetapkan menjadi   pusat 
perdagangan di Pesisir Barat.

Belanda bebas dari penjajahan
Inggeris , seluruh jajahan Belanda diserahkan kembali oleh Inggeris ke Belanda
termasuk Padang. Tercatat tanggal 
tersebut  populasi penduduk Padang  sbb :

 

1.   Bangsa Eropah                                     :             
105.-   Orang.

2.   Bangsa Minangkabau                            :          17.000.-   
Orang.( 7.000.-)

3.   Bangsa china                                        :              
200.-   Orang.

4.   Bangsa Benggali                                   :              
100.-   Orang.

5.   Bangsa Arab dan Asia lainnya               :            1.000.-    Orang.

6.   Bangsa Nias                                         :            
1.500.-    Orang.

      Total  Penduduk Padang                       :            ( 19905 – 12905 
)

-.    Terdapat 2 data yang berbeda mengenai jumlah
Bangsa Minang kabau  dari Buku Niniak
Mamak 8 Suku tertulis 7.000.- sedangkan dari sumber lain jumlahnya 17.000.-

 4       
Bangsa china kedatangan ke Padang banyak disebabkan
sulitnya hidup di China  dan menjadi
pembantu dalam perdagangan belanda dari dulu selalu membuat kelompok tempat
tinggal sendiri dan dibagi 2  macam yaitu
China Totok  ( Lahir di china ) dan
Peranakan ( Lahir di  Indonesia ) pada
tahun 1930 , 51 % dari bangsa china di Padang telah  generasi yang ke 3  secara 
kelompok terbagi tiga yaitu  80%
hokkians , 2 % Hakkas dan 15 % Kwongfus .

 

 Salam 

Iqbal Rahman 




--- On Sat, 13/2/10, Riri Chaidir <riri.chai...@rantaunet.org> wrote:

From: Riri Chaidir <riri.chai...@rantaunet.org>
Subject: Padang dan Sejarah Tionghoa [was: Re: [...@ntau-net] Perayaan Imlek di 
 Kota Padang Meriah
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Saturday, 13 February, 2010, 2:33 PM


Andiko, iko 
dari http://andika-khagen.blogspot.com/2009/02/padang-dan-sejarah-tionghoa.html

riri
Padang dan Sejarah Tionghoa
Cina di 1930-an. Pemindahan pedagang dari bagian utara ke selatan terjadi 
secara besar-besaran. Kaisar Cina saat itu, Tsi Huang Thi, memakarsai 
pemindahan. Dalam buku Lord of The Rims (Taipan dari Pesisir) karangan Sterling 
Seagrave, disebutkan empat alasan Kaisar yang berhasil menyatukan daratan Cina 
itu melakukan tindakan tersebut. Pertama, Tsi takut dengan ilmu suap bapak 
kandungnya, Perdana Menteri Lu Pei Wei, ikut menyebar pada pedagang yang 
merupakan pendukung bapaknya. Seperti dikatakan buku tersebut, Tsi adalah anak 
hubungan gelap antara Perdana Menteri Lu Pei Wei dengan selir Kaisar. Lu 
menaruh gundik yang sudah hamil menjadi selir Kaisar.



Ketika Tsi baru berumur 10 tahun ia diangkat jadi Kaisar. Lu menjadi Perdana 
Menteri selama 10 tahun. Dan satu-satunya perdana menteri dari gologan pedagang 
selama sejarah Cina.


Alasan kedua, Cina Utara terkenal dengan pertanian. Jadi tindakan itu merupakan 
pembersihan terhadap kaum pedagang. Kemudian, kaisar ingin menumbuhkembangkan 
populasi orang Cina di Selatan. Alasan terakhir berkaitan dengan pandangan kaum 
orthodok Confucianisme yang ternyata memandang rendah kaum pedagang, 
menempatkan kaum pedagang dibawah petani: dengan logika, petani paling tidak 
masih menghasilkan padi, sedangkan kaum pedagang tidak menghasilkan apa-apa. 
Kaisar memerintahkan pemindahan kaum pedagang (dan teman-temannya) secara 
besar-besaran ke daerah selatan yaitu (Fu Jian, Kwang-Tong).


Kaum inilah yang kemudian menyebar ke seluruh dunia yang diperkirakan mencapai 
55 juta orang. Empat persen dari jumlah total seluruh penduduk negeri yang juga 
dikenal dengan sebutan Tiongkok.

Namun, penyebaran itu merupakan invansi ketiga masyarakat Cina menuju dunia. 
Gelombang pertama dilakukan oleh Zheng He (Cheng Ho) sekitar enam ratus

tahun yang lalu (National Geographic). Laksamana yang diketahui belakangan 
beragama Islam, membawa pasukannya menelusuri daerah-daerah selatan. Buku-buku 
pelajaran sejarah menyebut ia sempat singgah di Jawa dan membuat perjanjian 
dengan raja dan penduduk setempat.


Penyebaran kedua terjadi saat perang opium melanda Cina pada 1840. Dinasti Qing 
yang berkuasa mencoba menghentikan opium. Tapi, karena Inggris melihat potensi 
besar pada perdagangan ini, mereka malah mengirimkan kapal perang sebagai 
jawaban. Cina kalah dan ditandanganilah perjanjian membolehkan Inggris 
berdagang candu dan menyerahkan Hongkong dalam pangkuan Ratu Inggris.


Banyak masyarakat Cina yang melarikan diri dari keadaan sengkarut yang melanda 
negerinya. Mereka menyebar ke daerah asia bagian selatan termasuk asia 
tenggara. Inilah awal mula teori orang Cina memasuki kawasan Sumatra Barat.


Sudarma, tetua di sana membenarkan hal itu. "Saya memang kelahiran Padang. 
Sudah setengah abad di Padang. Kakek saya punya orang tua, yang disebut 
kongconya sudah di Padang. Ibu saya punya orang tua itu dari Tiongkok asli. 
Jadi umur 12 tahun dia ikut orang tuanya ke Indonesia. Sebenarnya tujuannya 
bukan ke Indonesia. Tujuannya itu mungkin ke Filipina. Tapi karena diserang 
badai, terdampar di Bagan Si Api Api. Nah, terus berjalan, akhirnya sampai di 
Padang, menetap di Padang," ceritanya.


Bisa jadi, orang tua Sudarma merupakan penduduk yang datang pada gelombang 
kedua. Kebenaran fakta itu bisa diperkuat dengan umur Kelenteng See Hin Kiong 
yang terletak di Kampung Cina. Dick Halim (80), tetua kaum Cina memperkirakan 
klenteng dibangun pada sebelum tahun 1860. Bisa jadi karena menurut catatan 
Erniawati, dosen Universitas Negeri Padang yang juga peneliti masyarakat Cina 
di Ranah Minang, klenteng pernah terbakar pada 1861. Seorang Mayor Cina yang 
diangkat oleh Belanda sampai mendatangkan pekerja-pekerja dari Cina untuk 
kembali membangun rumah suci itu. “Orang Islam kemana pergi juga mencari 
masjid, kan?” ujar Erniwati.

Teori lain mengatakan Cina Padang berasal dari Pariaman. Ernawati, yang menulis 
buku Asap Hio di Ranah Minang, Komunitas Tionghoa di Sumatera Barat, 
memperkirakan Orang Cina sudah berada di Pariaman pada abad 13. Saat Aceh masuk 
ke Pariaman.


Tidak mengherankan sebenarnya. Pariaman adalah surga bagi kaum pedagang di 
zaman itu. Pariaman menjadi pusat dagang di pesisir. Tak heran, pada 1630, 
Christine Dobbin, penulis buku Gejolak ekonomi dan Kebangkitan Islam dan 
Gerakan Paderi, Minangkabau 1784-1847, memperkirakan perkampungan Cina sudah 
ada di Pariaman.

Sayang, sebuah peristiwa mengenaskan menjadi pemicu hengkangnya orang Cina dari 
Pariaman. Pada masa pendudukan Jepang, seorang Cina membawa dua anak gadisnya 
ke kantor Jepang. Penglihatan itu ditanggap lain oleh para pemuda yang 
kebetulan melihatnya. Bisik-bisik pengkhianat merebak segera. Dua anak gadis 
itu langsung di bawa ke pantai dan dibelek dengan kangso (alat yang terbuat 
dari alumunium).

Menurut Erniwati, serangan itu dilakukan tanpa perencanaan. Makanya, alat yang 
disiapkan bukan senjata tajam biasanya untuk membunuh. “Lagi pula, itu hukuman 
bagi pengkhianat. Tidak orang Cina saja yang merasakan hukuman itu, pemuka 
masyarakat yang juga ikut menjadi mata-mata Jepang, mendapat hukuman yang 
sama.,” ujar sarjana S-2 jurusan Sejarah UNP ini.


Ketakutan merayapi masyarakat Cina. Berangsur-angsur mereka mulai meninggalkan 
Pariaman. Sampai 1965 beberapa orang Cina masih berdiam di sana. Tapi, memasuki 
1967 agak sulit menemukan kaum bermata sipit di Pariaman. “Karena kejadian PKI 
atau PRRI,” terang Erniawati. Perlahan orang Cina berangur pindah ke Padang. 
Tepatnya, di kawasan pondok saat ini.


Namun, alasan ekonomi bisa juga dijadikan dasar. Pariaman tidak lagi dianggap 
ladang yang subur bagi perdagangan mendekati abad ke 19. Sehingga tidak saja 
pedagang Cina yang meninggalkan, tapi juga pedagang dari daerah lain.


Etika Dagang Landasan Hubungan Minang-Cina
Diperkirakan, ada 12 ribu masyarakat Cina tinggal di Padang. Beratus-ratus 
marga atau suku yang mendiami. Tapi, hanya delapan suku yang punya rumah 
pertemuan. Kedelapannya adalah suku Gho, Lie-Kwee, Tan, Ong, Tjoa-Kwa, Lim 
Hwang dan Kho. Marga Kho merupakan marga terakhir yang membangun rumah 
pertemuan. “Marga yang lain sedikit jumlahnya. Jadi tidak membangun rumah 
pertemuan,” ujar Hanura Rusli dari Keluarga Lie-Kwee. Lie-Kwee saat ini 
mempunyai anggota 600 orang. Semuanya berumur di atas 17 tahun.


Sesuai namanya, rumah pertemuan memang digunakan untuk mengadakan acara-acara 
yang melibatkan satu keluarga. Misalnya pada Imlek (tahun baru Cina), Cap Go 
Meh (hari ke 15 dari perayaan imlek), Kio, Sipasan atau Pek Chun (hari raya 
yang memperingati puncak musim panas). Bahkan, pada ulang tahun ke 140, 
keluarga Lie-Kwee berencana mengundang seluruh suku Lie-Kwee yang berada di 
Indonesia. “Tapi, itu tiga tahun lagi,” ujar Lie Kian Guan sekretaris 
sekretaris himpunan keluarga Lie-Kwee.

Kekerabatan memang menjadi nomor satu bagi orang Cina. Dan seperti “adat” orang 
Asia Tengah (Jepang dan Korea), mereka sangat menjaga martabat keluarga. 
Apabila memalukan, bunuh diri atau dibuang dari keluarga merupakan hukuman yang 
pantas. “Di Medan, misalnya banyak yang tidak lagi diakui keluarga, 
sampai-sampai dibuatkan iklannya di koran, karena mencoreng aib keluarga besar, 
“ terang Hanura.


Mereka sangat menghormati leluhur. Ini merupakan sikap dasar bagi orang Cina. 
“Ini dipengaruhi oleh ajaran Confunsius dan Tao yang melekat pada setiap orang 
Cina,’ ujar Erniwati.

Satu lagi sikap orang Cina adalah sering melakukan pendekatan kepada penguasa. 
Di zaman Belanda mereka dianggap warga kelas dua. Sedangkan pribumi kelas tiga. 
Begitu juga di zaman jepang dan Soekarno. Mereka mendapatkan kesempatan yang 
tidak dimiliki banyak orang bahkan pribumi sekalipun.


Hanya di zaman Soeharto, keran kebebasan orang Cina berdagang sedikit dibatasi 
dalam pandangan mata masyarakat. Sebab, beberapa orangCina menjadi pengusaha 
sukses seperti Liem Sio Liong (???), pemilik Bank BCA.


Pada zaman Belanda dan Soekarno mereka ditempatkan dengan satu tujuan, ekonomi. 
Belanda memukimkan mereka bersama kawasan Belanda, seperti di kawasan Kampuang 
Cino agar bisa diawasi dalam mengawasi perdagangan mereka. Begitu juga 
Soekarno, mereka di ‘bekap” dalam satu tempat dan hanya dibolehkan berdagang.


Hal ini, menurut Hanura, ada untung ruginya. Pada satu sisi mereka tercukupi 
secara ekonomi, tapi di sisi lain mereka tidak bisa memberikan sumbangan dalam 
bidang lain. “Berapa orang PNS yang keturunan Cina?” tanyanya.


Kecemburuan pun menguasai pribumi melihat keberhasilan mereka dalam berdagang. 
Tak heran, apabila ada kerusuhan, orang Cina jadi sasaran seperti peristiwa 
1998. “Padahal tidak semua orang Cina kaya. Lihatlah di pasar Tanah Kongsi,” 
kata Hanura.

Namun, di Padang benturan keras antar etnis Minang dan Cina tidak terjadi atau 
tidak sebesar kota lain. Menurut Erniwati, hubungan unik terjadi antara 
keduanya.
Sebagai sesama suku yang kuat berdagang dan punya budaya serta religi yang 
kuat, mestinya benturan sering terjadi. “Sepertinya, etika dagang membuat 
keduanya saling menghormati,” terang Erniwati.


Etika dagang yang membuat kedua suku berada dalam posisi teman. Sepertinya 
wilayah dagang dibagi dua saja. Dagang tingkat nasional dikuasai orang Minang 
serta untuk wilayah internasional, Cina lah yang menjadi penguasa.


99% tak Bisa Bahasa Cina
Lepas dari masa Soeharto, orang Cina menjadi lebih leluasa. Tekanan pemerintah 
jauh berkurang. Orang Cina lebih dibebaskan dalam menjalankan ibadah dan 
budaya. Tak heran Imlek atau Cap Go Meh terasa lebih meriah dari tahun ke 
tahun. “Yang paling menarik itu acara Sipasan. Pada Cap Go Meh kali ini 
pertunjukan Sipasan akan berlangsung paling meriah karena Sipasan panjang, “ 
tutur Xin Xui yang berdagang di depan HBT.


Meski begitu, alkulturasi diam-diam telah berlangsung. Jauh sebelum orang Cina 
menarik nafas lebih lega.

‘Buktinya, 99% orang Cina yang tinggal di sini tidak bisa lagi bahasa Cina,” 
kata Hanura. Jarak yang jauh dari tanah nenek moyang, serta memori yang 
terbatas membuat pelan-pelan budaya Cina mulai terlupakan. Banyak penduduk di 
Pecinan Padang terkaget-kaget ketika Erniwati menyebutkan tradisi-tradisi Cina 
yang sama sekali tidak pernah didengar. Bahasa yang dimunculkan pun terkesan 
lucu. Pasar Tanah Kongsi bisa jadi saksi alkulturasi bahasa. Jika berada di 
sana, bahasa Melayu-Tionghoa terdengar di sana-sini. Pigi mana lu (mau kemana), 
kecik telok gedang (air kecil telur besar, sejenis ungkapan), nya ndak mau o 
(ia tidak mau), misalnya.

Untuk menipiskan jarak, upacara-upacara, peringatan-peringatan keagamaan 
diusahakan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Walau untuk itu hanya 
menuliskan huruf-huruf Cina tanpa mengerti artinya. “Ndak tau ambo, do,” kata 
Hanura ketika ditanya maksud tulisan yang tertera di lampion.


Saat diwawancarai Hanura sedang mempersiapkan acara perarakan kio pada kamis 
(5/2) lalu. Sebuah acara berbau mistis seperti dabuih di Pesisir. Tujuannya 
pada leluhur. Kio diarak menuju rumah-rumah marga yang lain. “Untuk 
silaturahmi,” ujar Arif Rusdi Rusli, Jiko (wakil) dari keluarga Lie dan Kwee.


Selain itu, Sipasan menjadi kesenian unik di Kampung Cina. Bahkan menurut 
Hanura, kesenian tidak dijumpai di pecinan lain di Indonesia.

Sewaktu hari Ibu, masyarakat Cina mengadakan lomba unik. Lomba memakai baju 
marapulai minangkabau. Beragam pula variasinya. Ada pakaian pengantin 
Sawahlunto, Bukittinggi, Payakumbuh,” ujar Hanura yang kebetulan mendapat 
pakaian pengantin dari Padang.


Dari situ juga ia baru tahu bahwa secara budaya ada persamaan yang sangat 
kentara antara budaya Minang dengan Cina. “Terutama pakaian pengantin. Dan kata 
telong dalam sebuah pantun punya kemiripan dengan tenglong (lampion).”

Erniwati membenarkan kemiripan itu walau menyebut hal ini agak sensitif untuk 
masyarakat Minang.

Perubahan lain yang nampak adalah orang Cina sekarang tidak lagi tertutup untuk 
menerima anggota dari luar etnis. Bahkan, banyak pemain liong atau barongsai 
berkulit coklat. “Bahkan ada yang Islam,” terang Hanura.


Tak heran kalau ada acara barongsai, tidak semua pemainnya berkulit kuning. 
Mata belo juga muncul begitu kepala bermunculan dari balik barongsai.
Tidak bisa diraba kapan “musim semi” ini akan berakhir. Erniwati yakin bahwa 
masyarakat Cina di Padang tidak akan mendapat gangguan secara politis dan 
tekanan yang berlebihan dari etnis Minangkabau. (Yusrizal KW/Andika Destika 
Khagen/S.Metron M/Esha Tegar Putra/Gus RY)


Padang ekspres, 8 Februari 2009
2010/2/13 andikoGmail <andi.ko...@gmail.com>

Sanak Palanta



Ado nan tahu baa bana sejarah urang katurunan Tionghoa di Minangkabau ?



Salam



Andiko Sutan Mancayo











-- 

.

Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~

===========================================================

UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:

- DILARANG:

  1. Email besar dari 200KB;

  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 

  3. One Liner.

- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet

- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting

- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply

- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 

===========================================================

Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe




      New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke