Dunsanak palanta sadonyo,

Ikan mati secara massal di danau Maninjau memang sering terjadi. Angin badai
dan hujan deras sepanjang hari Rabu dan Kamis kemaren di sekeliliang danau
kembali membuat air danau 'bergolak'. Hari Kamis pagi itu, melihat cuaca
yang sudah beberapa hari kurang bersahabat, kami di Maninjau sudah mulai
mengkhawatirkan kalau-kalau musibah ini terjadi. Dan ketika ikan-ikan
keramba-keramba di pantai utara danau sudah banyak mati, mereka-mereka yang
di pantai barat dan timur saya lihat mulai cepat memanen ikan-ikannya,
walaupun belum masa panen. Tetapi tetap saja kalah cepat dengan kencangnya
perputaran arus air. Kasihan memang....

Angin kencang, pergerakan air danau, itu adalah kekuatan alam. Kita harus
menghadapinya.
Dulu sebelum keramba-keramba bermunculan pun, pada saat-saat tertentu air
danau juga bergolak, karena pergerakan arus, angin kencang, atau mungkin
juga karena pergesaran dasar danau dan air belerang di dasar danau yang
naik.
Pada saat itu semua ikan akan ke permukaan dan demikian mudah ditangkap,
bahkan dengan tangan sekalipun, dan kami menamakannya 'tubo'. Tetapi saat
itu ikan-ikan 'nonoi' yang hampir mati itu masih aman untuk dimakan, karena
jarang yang sampai mati membusuk dipermukaaan danau.

Tetapi sekarang tentu kondisinya berbeda. kalaupun air danau bergolak,
keruhnya air, tidak murni lagi hanya karena kondisi belerang di dasar danau.

 Dengan keramba yang demikian banyaknya di sekeliling danau, setiap
hari, ratusan ton makanan yang tidak sempat dimakan ikan akan terus meluncur
dan mengendap di dasar danau. ketika angin kencang atau pergerakan lain di
bawah air, sisa-sisa makanan yang sudah membusuk akan kembali ke permukaan
dengan segala konsekuensinya.

Di samping penelitian untuk meminimalkan resiko ikan mati masal di keramba
karena fenomena alam tersebut, barangkali yang juga sangat dibutuhkan
sekarang adalah memikirkan suatu bentuk usaha pengolahan, mungkin perlu
investasi dari pengusaha-pengusaha.

Bagaimana memikirkan agar sisa-sisa makanan ikan yang mengendap di dasar
danau itu bisa dikeruk kembali, dan diolah menjadi sesuatu yang berguna,
apakah membangun pabrik kompos mungkin, atau kalau sisa-sisa makanan itu
dipadatkan, diolah menjadi bentuk lain, ya... sesuatu yang bermanfaat pula.

Sehingga kita harapkan, ketika air danau kembali berulah, air danau yang
naik ke permukaan itu tidak terlalu kotor seperti sekarang, dan semoga
jumlah ikan yang mati pun bisa kita minimalkan....

wassalam,

Rita Lukman

-----------
Pada 13 Maret 2010 23:53, Muzirman -- <muzir...@gmail.com> menulis:

> Sanak2 Se balairung, yth,
> Wah kalau ngak salah sdh sering terjadi hal yg sama, mati nya ikan ber ton2
> di keramba, tentu dan mungkin sdh ada penelitian yg agak memadai dlm hal
> ini,.. yg lbh penting bgmn pencegahannya,.. kita punya Fakultas Perikanan,
> Unv. Bung Hatta, mari kita pertanyakan kpd mereka.
> Atau mungkin belum proritas nya, maka dlm hal ini perlu ada nya berupa
> insentif dari donatur utk mengadakan penelitian tsb, dan pencegahannya,
> kasihan kita  sumber mata pencaharian dari perikanannya juga yg menentukan
> income keluarga  kita dan disamping sebagai sumber gizi protein kita
> bersama. Apakah dana DAMI bisa di manfaat kan,    utk meransang penelitian
> tsb?
>
> Wass. Muzirman Tanjung
>
> ------------------------------------------------------------------------------
> 100 Ton Ikan Keramba Danau Maninjau Mati
>
> Sabtu, 13 Maret 2010 | 03:36 WIB
>
> Padang, Kompas - Sekitar 100 ton ikan jenis majalaya atau mas dan nila yang
> dipelihara dalam keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung
> Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati. Kerugian para petambak ditaksir
> Rp 1 miliar lebih.
>
> Koordinator Pusat Pengendalian Operasional (Pusdalops) Penanggulangan
> Bencana Sumatera Barat Ade Edward, Jumat (12/3), menyebutkan, kejadian itu
> dipicu oleh angin badai. Kematian ratusan ton ikan itu mulai terjadi Kamis
> lalu.
>
> Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Agam, Isfaemal,
> menyebutkan, lokasi-lokasi keramba itu tersebar di sejumlah wilayah
> kenagarian. Beberapa di antaranya ialah Nagari Bayur, Nagari Maninjau,
> hingga ke arah Nagari Sungai Batang.
>
> Ikan-ikan yang mati itu berharga mulai dari Rp 13.000 hingga Rp 17.000 per
> kilogram. Biasanya, ikan-ikan itu dipasok ke Jambi, Sumatera Utara, Riau,
> dan Bengkulu.
>
> Menurut Isfaemal, kejadian ini pertama kali dalam tahun 2010. Pada Januari
> 2009, peristiwa serupa pernah terjadi di Danau Maninjau yang menyebabkan
> tidak kurang dari 13.000 ikan mati.
>
> Ahli perikanan Universitas Bung Hatta, Padang, Prof Hafrijal Syandri,
> menyebutkan, penyebab kematian ikan-ikan itu tak lepas dari fenomena
> umbalan. Itu terjadi ketika curah hujan tinggi dan angin kencang menerpa
> kawasan Danau Maninjau.
>
> ”Saat itulah berbagai kandungan dalam pakan ikan dalam keramba jaring
> terapung, seperti fosfor, belerang, nitrit, dan nitrogen naik ke permukaan.
> Dalam kadar tertentu, zat-zat itu meracuni ikan,” kata Hafrijal. (INK)
>
>
>

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke