Indra J. Piliang tentang Buku 'Mengalir Meniti Ombak' (2) Tips Jadi Politisi: Jangan Temani Kandidat Mana pun Pipis...
Top of Form http://beritajatim.com/berita/brt980024839.jpg Bottom of Form Jum'at, 09 April 2010 07:12:36 WIB Reporter : Oryza A. Wirawan Jember (beritajatim.com) - Sejarah hanya untuk para pemenang. Agaknya diktum itu tak berlaku bagi seorang Indra Jaya Piliang. Politisi cum intelektual muda Partai Golkar itu justru mendokumentasikan tiga kekalahannya dalam berpolitik dalam buku setebal 568 halaman berjudul Mengalir Meniti Ombak: Memoar Kritis Tiga Kekalahan. Beritajatim.com mewawancarai Indra Piliang seputar bukunya., dan diturunkan secara bersambung. Saya tertarik membaca bagaimana Anda kehilangan kawan-kawan karena pilihan politik Anda. Anda menyesal dengan pilihan itu? Buku ini saya tujukan kepada kawan-kawan saya itu. Mudah-mudahan mereka membeli dan membacanya. Saya tidak pernah menyesali. Memang sempat terpikirkan lagi bahwa seandainya saya tidak maju sebagai caleg, saya sudah diijon oleh 2 stasiun televisi sebagai komentator politik selama pileg dan pilpres. Dan banyak sekali kontrak dengan lembaga-lembaga donor. Penghasilan saya sebelum maju sebagai caleg lebih dari Rp 50 Juta dalam sebulan. Mendapatkan uang begitu mudah. Semuanya lenyap, setelah saya menjadi partisan. Toh selama jadi intelektual saya juga merasa sendirian, kesepian. Biasanya, menyangkut mazhab pemikiran yang kita anut. Sama saja menurut saya. Sejak kecil saya terbiasa sendirian, pindah-pindah sekolah, tinggal bersama nenek-nenek dari pihak ayah dan ibu. Kuliah di Jakarta juga kos di tempat-tempat sangat sederhana dalam keadaan miskin. Belakangan saya sadari bahwa perasaan kesepian itulah yang bisa menyebabkan saya bisa menjadi seorang intelektual dan kini sebagai politisi. Kini, saya tidak mudah lagi percaya kepada siapapun. Dulu, saya begitu mudah percaya kepada orang. Kadang, perubahan itu berimbas juga kepada kalangan terdekat saya, sikap skeptis yang tidak perlu yang bisa merusak hubungan dan tali kasih dalam keluarga. Selama keluarga dekat saya tidak mempersoalkan pilihan-pilihan hidup saya, saya tidak akan menyesali pilihan apapun, termasuk dengan kehilangan sejumlah kawan. Pada halaman 325 buku Anda, Anda mengatakan takut terhadap intrik politik. Pernah nggak sih berintrik juga saat berpolitik? Saya pembelajar yang baik, hahaha. Kalau dulu anda percaya 100% kepada saya, maka sekarang, kurangi takaran itu menjadi 80% atau malah kurang. Mana tahu saya sedang melancarkan sebuah intrik, hahaha. Begini, saya orangnya terbuka. Jauh lebih mudah bagi Anda atau siapapun melancarkan intrik kepada saya - hingga saya bersuara, misalnya - ketimbang saya yang melakukannya. Kalaupun ada intrik, biasanya bertukar humor dengan teman-teman dekat, misalnya bersama Poempida Hidayatullah. Saya bilang ke dia, "Satu-satunya kesalahan Poempida adalah menemani Surya Paloh ke toilet ketika menjelang pemungutan suara dalam Munas." Tips menjadi politisi: jangan temani kandidat manapun pipis, karena anda tidak akan dipakai dalam kepengurusan! Hahaha. Poempida kan tidak masuk Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. Setahu saya, saya tidak pernah melakukan intrik. Ketika saya dapatkan sms soal Jeffrie Geovanie, misalnya, saya teruskan ke Jeffrie. Lalu Jeffrie menanyakan siapa yang mengirim. Ya, saya sebutkan saja orang itu. Eh, saya kena semprot. Begitu juga dalam bursa kandidat Ketua Umum PG, saya sampaikan saja apa yang ada di kepala, ketika beberapa tim sukses kandidat yang senior saling mencela. Eh, saya juga kena semprot. Kini, saya belajar menutup mulut saya. Dalam buku juga tidak semua nama saya tulis dengan jelas, kan? Itulah intrik, barangkali. Atau etika politik. Atau entah sebutannya apa. Belajar dari Buku? Dulu, saya membaca buku-buku Mahatma Ghandi. Pernah juga membaca buku-buku agama Budha, Shidarta Gautama. Ada satu kalimat yang saya ingat, entah dari Ghandi, entah dari Gautama: "Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan baik." Saya percaya itu. Dalam Islam juga, banyak sekali dalil-dalil tentang itu, sekalipun dalam kehidupan keseharian - mengingat saya hidup di lingkungan Islam --, justru berjalan berkebalikan. Saya tidak suka menyebut keburukan orang lain. Saya bukan seorang yang pendendam. Tetapi, jangan juga salah. Saya punya prinsip: musuh pantang dicari, bersua pantang dielakkan. Kalau jelas-jelas orang-orang lain itu memusuhi saya, saya pasti ladeni. [wir] http://beritajatim.com/detailnews.php/2/Gaya_Hidup/2010-04-09/60980/Tips_Jad i_Politisi:_Jangan_Temani_Kandidat_Mana_pun_Pipis... -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.
<<image002.jpg>>