Dt. Bagindo dan Buya HMA yth.
Iyo alah banyak curaian adat nan disampaikan, malah tibo dari buya sendiri. 
Untuak undang-undang 20 alah banyak versi, tagantuang langgam masiang-masiang 
daerah, nan bararti peraturan itu hidup dan berkembang dalam masyarakat. 
Babarapo tahun nan lalu kami dari KAN-SA alah pernah mancubo mamodifikasi UU20 
sasuai jo katantuan syarak dan sistem hukum nasional, dan tantu mamparatikan 
HAM. Kok dapek memang bahan-bahan iko dapek dirumuskan baliak supayo manjadi 
'standar' dalam hukum adat kito kini. Kok dapek memang paralu musyawarah khusus 
mambicarokan hal itu.
Baitu disampaikan.
 
Wassalam,
-datuk endang

--- On Mon, 4/5/10, azmi abu kasim azmi abu kasim 
<azmi_libra_kenc...@yahoo.co.id> wrote:






Assalamualaikum w.w 
Buya MAH , Bapak  Andiko sarato dunsanak dipalanta nan ambo hormati,
Sato ambo saketek Buya, mamang menarik nan Buya sampaikan tentang hukum adat 
Minangkabau, ado papatah nan takana diambo yaitu :
“Adat bapaneh, Syarak Balindung”  pengertiannyo kalau indak salah adolah bahwa 
kedua-duanya adolah aturan atau hukum. Setiap hukum atau aturan tentu ado 
sangsinyo, adapun sangsinyo adolah sbb :

Sangsi hukum adat adolah menyangkuik moral dan  pelaksanaan hukumnyo  adolah 
didunia.
Dan hukum syarak atau agamo sangsinyo adolah berdosa apabila dilanggar, dan 
pelaksaan hukumnyo adolah di akirat, yaitu masuak narako.
Kalau tidak salah dalam hukum adat ado yang namonyo, “ba abu bagantiak, bakuma 
basasah”. Mako jika seseorang melanggar hukum seperti,  “Sumbang Salah” (1) 
Sumbang yalah perbuatan yang disebut “ buruak rupo salah cando, buruak 
pandangan mato cacek pandangan hati”, jika  ini yang terjadi, maka hukumannyo 
adolah “ba abu bagantiah”  (2)  Sedangkan,  salah yalah telah terjadi suatu 
kesalahan besar, yaitu lah marompak paga larangan, lah taserak malu ka bumi 
tabayang aib ka langik, yaitu seperti perbuatan Zina. Jika ini yang terjadi 
maka hukumannyo adolah , “bakuma basasah”
Untuak menjatuhkan hukuman, tentu harus ada pengadilan adat, yang mengaadili 
dengan dasar “ Sah dakwa berkelangkapan, batal dakwa berpalilat, jika dakwa 
akan di timbang, tanda dan bukti harus dilihat “  maksudnya adalah, sahnya 
suatu dakwaan atau tuntutan, harus dilengkapi dengan bukti dan sanksi-saksi. 
Dan dakwa dapat batal, jika berpalilat atau cacat hukum. Dikaruak saabih saung, 
diawai saabih raso, kok bahulu di mudiak-I, kok bamuaro di tajuni. Di timbang 
samo barek, diukua samo panjang, di uji samo merah. Jikok hal tersebut telah di 
lakukan, dan terbukti seseorang itu bersalah, dan didukung oleh bukti dan 
saksi-saksi, disitulah baru jatuah hukum, sesuai dengan bentuk pelanggaran. Dan 
yang bersangkutan terkucil dari masyarakat, indak di bao sahilia samudiak, kok 
tibo di elok indak di bao baimbauan, kok tibo di buruak indak bao baambauan, 
kok masuak indak ganok kok kalua indak ganjia, sampai yang bersangsukutan 
menyadari kesalahannya. Jika telah
 menyadari kesalahannya, dia dapat tobat, “ tutua tobat salah mempabaiki, salah 
pada munusia mintak maaf, salah kepada Allah mintak ampun” dengan membayar 
kesalahan menurut aturan adat, di isi Adat di lingka Carano, tanasi kuning 
tasinggang ayam, dan di tentukan denda seperti yang buya terangkan dibawah ini. 
Namun, pada saat ini hak mengngadili bagi masyarakat Adat, itu kan sudah  di 
cabut kalau indak salah pada UU no. 14 tahun 1970, yang ada sekarang hanyalah 
sepat Mediasi atau mendamaikan.  
Demikianlah nan dapek ambo sampaikan sesuai dengan yang ambo ketahui, dan ini 
hanyalah sebagai pedoman sajo, tidaklah berarti begitu seluruh Minangkabau, 
tentu juga ada perbedaan dari setiap nagari, sesuai dengan aturan Adat nan 
salingka nagari. Bak ibarat padi salibu, jikok ado nan bonek nak samo kito 
naikkan ka rangkiang, tapi koknyo ambo, bialah nak tingga di pamatang ka luluak 
banto jadi juo. Mohon maaf jikok ado nan salah, dan terima kasih ateh perhatian.
Wassalam,
Azmi Dt.Bagindo--- Pada Sen, 5/4/10, Masoed Abidin ZA Jabbar 
<buyamasoedabi...@gmail.com> menulis:


Dari: Masoed Abidin ZA Jabbar <buyamasoedabi...@gmail.com>
Judul: Undang Undang Minangkabau di dalam Tambo ... Re: [...@ntau-net] UU 
Simbur Cahaya dengan UU 20-8 Minangkabau
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Cc: "datuk_end...@yahoo.com, Dr.Saafroedin BAHAR" <saaf10...@yahoo.com>, "Lies 
Suryadi" <niadil...@yahoo.co.id>, "Suryadi sunuri" 
<s.sury...@let.leidenuniv.nl>, azmi_libra_kenc...@yahoo.co.id
Tanggal: Senin, 5 April, 2010, 2:55 PM


Andiko Yth,
Bagaimana kiranya dengan hukum Adat di Minangkabau yang menyatakan sebagai 
berikut ;

Hukum Orang yang Salah Melanggar  Undang-undang Nan Empat

Hukum orang melanggar undang-undang nan empat :

a. Salah kepada raja namanya.
b. Salah kepada penghulu namanya.

Salah kepada raja, hukumnya hukum bunuh (pancung/gantung). Adapun yang di 
maksud perkataan Beremas Hidup itu ialah : orang yang bersalah itu membayar 
hutang adat kesalahannya yang dihukumkan penghulu kepadanya. Yang di maksud 
Tidak Beremas Mati ialah : tidak kuasa mereka yang dihukum membayar hutang 
adat, tentangan kesalahan yang dihukumkan penghulu-penghulu kepadanya maka 
orang itu mati, mati pula nama hukumnya sepanjang adat, ialah dimatikan hak 
mereka itu sepanjang adat (dikeluarkan dari segala adat negeri). Tidak dibawa 
seadat selimbago lagi, tidak dibawa duduk sama rendah, tegak sama tinggi yakni 
keluar dia dari adat.


Hukum Dibuang Sepanjang Adat

1. Buang siriah namonyo
Yakni buang yang boleh diampuni kalau sudah sampai tempo lamonyo buangnya itu 
atau kalau ia suka (bisa) membayar hukumnya yang dihukum kepadanya

2. Buang Biduak namonyo
Yaitu orang yang dibuang sekaum (dari kaumnya). Bila ia telah mau bertobat 
kembali dan mau memenuhi hukuman yang telah dihukumkan kepadanya, maka boleh 
pula ia diterima kembali saadat salimbago seperti sedia kala.

3. Buang Hutang namonyo
Yaitu orang yang dibuang, sebab tidak membayar dia (bangunan) dan orang-orang 
yang salah tidak mau membayar hutang adat yang dihukumkan kepadanya sebab ia 
salah ngomong memaki, atau mencaci maki kepada raja atau penghulu atau orang 
patut yang memegang adat dan lain-lain seumpamanya maka orang itu boleh pula 
diterima kembali seadat selembaga kalau ia telah membayar kesalahannya. Tetapi 
ia harus membayar kesalahan utang baris namanya. Yaitu selain dari membayar 
kesalahan sebab ia dibuang tadi, mereka itu mesti membayar pula satu kesalahan 
lagi sebab ia engkar membayar hutang pertama tadi yakni sebab tidak menurut 
baris balabeh, adat yang terpakai dalam nagari, hutang balabeh (baris) itu 
setinggi tingginya tidak boleh lebih dari 20 mas (dua puluh rial) dan 
serendah-rendahnya hingga sepaha (4 mas).

4. Buang Pulus namonyo
Yaitu orang yang dibuang, diharamkan ke kampung buat selama-lamanya atau buat 
sementara waktu ia dijadikan menjadi hamba sahaja (hamba raja), kemudian kalau 
dia sudah menjalani hukuman itu dan sudah dipandang baik oleh timbangan raja, 
maka raja ada hak mengampuni kesalahan itu.

5. Buang Tingkarang ( Buang tembikar)
Atau buang saro namanya, yakni buang yang tidak boleh diampuni atau diterima 
kembali selama-lamanya, masuk di dalam adat. Ialah tantangan hutang yang tidak 
boleh dibayar, salah yang tidak boleh ditimbang dengan emas samalah hukumnannya 
dengan orang yang salah kepada raja tersebut di atas.


Pada Menyatakan Hukum dan Timbangan

Adapun hukum dan timbangan orang yang melanggar undang-undang adat itu dalam 
sebuah nagari adalah seperti di bawah ini:

1. Ada yang dihukum bermaaf-maaf saja, sesat surut terlangkah kembali, elok 
dipakai buruk dibuang.

2. Ada yang dihukum salah pagi ampun petang, salah petang ampun pagi namanya, 
yaitu hukum menyembah meminta ampun kepada tempatnya bersalah, hukum ini 
terpakai kepada adik salah kepada kakak, kemenakan, salah kepada mamak, anak 
salah kepada ibu dan bapanya, yaitu atas orang yang berkaib berbait yang 
berkaum berkeluarga ialah tentang salahnya yang berkecil-kecil, sesat surut 
salah tobat namanya, elok dipakai buruk dibuang.

3. Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan sekedar apa yang ada saja, 
yaitu salah anak buah kepada tuannya, kepada ninik mamaknya, yang kecil-kecil 
salahnya sepanjang adat, elok dipakai buruk dibuang, di muka ninik mamak dan 
orang tua-tua di situ.

4. Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan memotong ayam, serta 
dengan nasi kuning, atau nasi lemak dengan berdoa meminta ampun kepada tempat 
ia berbuat salah, diperbuat di rumah yang salah, dipanggil ke situ tempat ia 
bersalah, dan dirujukkan yang bersalah itu kepada tempat ia bersalah, elok 
dipakai buruk dibuang, di muka ninik mamak dan orang yang patut patut.

5. Ada yang dihukum menjamu minum makan dengan membawa singgang ayam serta nasi 
kuning, serta membawa sirih di cerana, menjelang ke rumah tempat ia berbuat 
salah, disitu berjamu-jamu minum makan dengan bermaaf-maaf dari kesalahan itu.

6. Ada yang dihukum salah mayambah dengan menating sirih secerana dibawa ke 
balai adat, dilalukan sirih itu di muka kerapatan adat penghulu, kepada tempat 
ia bersalah dengan meminta maaf pula kepada segala penghulu serta orang 
patut-patut yang hadir di situ.

7. Ada yang dihukum memotong kambing di rumah tangga yang bersalah dengan 
menjamu minum makan, dipanggil tempat ia bersalah ke situ, serta ninik mamak 
dalam kampung, dalam suku dan ninik mamak dalam nagari mana yang patut patut 
serta tua-tua cerdik pandai di situ dengan mendoakan elok dipakai buruk dibuang 
dengan bermaaf-maaf.

8. Ada yang dihukum jawi menjamu ninik mamak dalam suku dan ninik mamak seisi 
nagari dan orang tua-tua cerdik pandai dan yang patut-patut tahu elok dipakai 
buruk dibuang dengan bermaaf-maafan.

9. Ada yang dihukum memotong kerbau, menjamu ninik mamak seisi nagari serta 
ditambah pula dengan mengisi adat menuang lembaga membayar hutang baris, 
dijadikan di rumah tangga yang bersalah, elok dipakai buruk dibuang dengan 
bermaaf-maaf.

10. Ada yang dihukum membayar DIAT (bangun) atau mengisi adat menuang lembaga, 
sebab merusak adat, atau pangkat derajat orang, serta menjamu minum makan 
dengan memotong kambing atau jawi, atau kerbau, menurut patutnya timbangan 
kerapatan penghulu penghulu dan ada pula yang ditambah dengan membayar hutang 
baris, mengisi adat menuang lembaga, dijadikan di rumah tangga yang bersalah, 
ke situ dipanggil penghulu penghulu negari serta orang tua-tua cerdik pandai 
dan orang patut-patut serta berdoa dan bermaaf-maafan, elok dipakai buruak 
dibuang.

11. Dan lain-lain macam hukum itu, menurut yang diadatkan orang dalam sebuah 
–sebuah nagari.

12. Adapun hukum hukuman yang tersebut di nomor 7-8-9 dan 10 itu, ada yang 
dihukumkan dirumah tangga yang bersalah dan ada pula yang dihukumkan di medan 
majelis di tempat tempat yang berserikat: seperti di gelanggang atau di balai 
adat dan lain-lain sebagainya.

13. Segala orang-orang yang terhukum menurut sepanjang adat tersebut di atas, 
jikalau terhukum itu keras bak batu, tinggi bak langit namanya, dengan tidak 
sebab-sebab yang patut dan ia tidak menaikkan bandingan atas hukuman yang 
dijatuhkan kepadanya itu, kepada hakim yang tinggi, kerena menurut adat apabila 
hukum jatuh:

Pertama dibanding (1). Kedua diselasai ketiga diserikati. Ketiga, diserikati 
(3). Atau ia ada menaikkan banding, tetapi bandingannya tidak laku. Dalam pada 
itu mereka keras juga tidak mau menurut hukum yang telah ditetapkan kepanya 
itu, dan telah diberi nasehat oleh penghulu-penghulu, atau orang-orang cerdik 
pandai tidak juga mau menurut, maka mereka itu dipanggil sekali lagi kepada 
rapat nagari, dan rapat nagari setelah menanyainya, maukan ia menurut timbangan 
kerapatan nagari itu atau tidak. Jikalau mereka itu menjawab mau, maka 
ditentukan harinya oleh nagari ia melangsungkan pekerjaan menjalankan hukuman 
itu dan kalau tidak mau terima juga hukuman itu, ataupun tidak mau menemui 
panggilan itu, maka hari itulah dijatuhkan hukuman buang tersebut di atas 
kepada orang-orang yang terhukum itu, sebagai mana yang ditetapkan 
penghulu-penghulu, BUANGNYA ITU, serta diberitahukan kepada nagari (isi nagari) 
dengan dikumpulkan cenang supaya segala orang tahu: Bahwa
 sianu itu telah dikeluarkan dari sepanjang adat nagari itu. Tidak akan dibawa 
ia seadat selembaga, duduk sama rendah tegak sama tinggi, dalam segala hal yang 
bersangkut kepada adat istiada nagari itu dan lain-lain sebagainya. Begitulah 
orang mengeluarkan orang dari adat adat nagari.

14. Jikalau bandingan yang dinaikan orang itu kepada hakim yang lebih tinggi, 
ada laku: meski hukumannya ditambah atau dikurangi, atau ditetapkan, ataupun 
dilepaskan oleh hakim yang ia membanding itu, maka hukuman itulah pula yang 
wajib diturut mereka itu. Begitu pun hakim yang pertama tadi yang dihukumnya 
terbanding, wajiblah hakim itu menurut dan menguatkan pula hukuman hakim yang 
tempat orang itu menaikkan banding, sebab kata adat, kalau naik banding rebah 
hukuman dan kalau rebah bandiang naik hukuman. Maka jika apa-apa hukuman yang 
dijatuhkan hakim tempat ia membanding itu, tidak pula mau ia memakai tempat ia 
membanding itu, tidak pula mau ia memakai, sampai kepada tempat penghabisan ia 
boleh menaikkan banding tiap-tiap kali itu ia keras juga, tidak mau turut 
hukuman yang dijatuhkan oleh tempat ia membanding itu, karena lebih berat, 
melainkan ia mau memakai hukuman yang dahulu, sebab lebih ringan, maka itu 
tidak diterima lagi melainkan kalau ia tidak
 mau memakai hukuman hakim yang lebih tinggi tempat membanding itu disitulah 
baru boleh dijatuhkan kepada mereka itu yang paling besar kesalahan, tentangan 
hukuman buang membuang itu kepada yang tidak mau menurut alur patut itu.

15. Adapun yang berhak menjatuhkan hukuman buang membuang atau mengeluarkan 
orang dari pada adat adat nagari itu. Dalam sebuah nagari ialah kebulatan 
kerapatan penghulu-penghulu senagari itu. Yang satu adatnya. Kebulatan penghulu 
penghulu senagari itulah saja yang berhak menjatuhkan hukum buang membuang 
orang dari adat nagari itu, lain tidak. Tentangan kerapatan adat orang satu 
penghulu itu atau kerapatan orang sebuah perut, atau sebuah jurai atau sebuah 
payung atau sebuah suku saja tidaklah berhak menjatuhkan hukuman mengeluarkan 
orang dari dalam adat nagari itu melainkan mereka itu boleh menyatakan: Tidak 
membawa sehilir semudik (sepai sedatang), seberat seringan, seutang sepiutang, 
selarang sepantangan, seduduk setegak lagi karena orang-orang itu salah 
merusakkan adat pergaulan (perkauman) sebab membuat malu dalam kaum baik kaum 
serumah atau seperut, sejurai sepayung, sesuku atau sekampung, yaitu sengaja 
merusakan adat merendahkan adat kebangsaan
 kaumnya itu dan lain-lain, yang jalannya merusakkan adat berkaum dan 
memberikan malu sopan, bukan bersangkut kepada perkara harta benda, hutan 
tanah, sawah ladang dan lain-lain harta.


Pasal Menyatakan Hukuman Maling Curi


Hukum Orang Memaling Orang 

Adapun hukuman orang memaling orang itu adalah:

1. Jikalau sudah dapat tanda baitinya orang memaling orang itu, maka hukuman 
orang yang bersalah itu: Kalau yang memalingnya itu telah menjualnya, maka 
lebih dahulu dihukum ia menebus orang uang dimalingnya itu dan dipulangkan 
kepada ahli waris orang yang dimalingnya itu. Sudah itu barulah mendenda 
penghulu penghulu dalam negeri (suku-suku) jikalau yang dimalingnya itu orang 
yang baik-baik (bangsawan). Maka dendanya itu adalah setahil sepaha, sepuluh 
emas-limakupang-lima busuk-sekupang-sepihak enam kundi (6 suku). Jikalau ada 
emas hidup tidak beremas mati.

2. Jikalau bukan orang baik-baik yang dimalingnya itu, maka hukumannya:

a. setelah ditebusinya orang yang dimalingnya itu maka disuruh cemuki orang 
yang memalingnya itu oleh orang yang dimalingnya berturut-turut tiga hari, atau 
tujuh hari lamanya, atau oleh ahli waris yang dimalingnya itu.

b. Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu yang keenam suku (kalau suku 
enam). Dendanya ialah: sepuluh emas-tengah tiga emas- lima kupang- lima busuk- 
sekupang- sepihak-empat kundi. Jikalau ada beremas hidup- tidak beremas mati. 


Hukuman Orang Memaling Binatang Ternah Kerbau/Lembu 

Jikalau telah dapat tanda baiti orang maling ternak itu:
1. Dihukum yang memaling ternak itu, memulangkan ternak atau harga ternak yang 
dimalingnya itu.
2. Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu (penghulu kepala) atau kepala 
penghulu. Dendanya itu sepuluh emas –lima busuk- sekopang- sepiak- empat kundi.



Hukum Orang Memaling Kambing, Ayam atau Itik (Burung)

Jikalau sudah dapat tanda baiti. Maka hukumannya itu didenda Yaitu-tengah tiga 
emas- Lima Kupang- Lima busuk- sekupang- sepihak empat kundi dan tiadalah boleh 
dihukum mati orang itu, melainkan kalau ia tidak beremas pembayar denda itu 
maka disuruh cambuki orang itu kepada yang empunya harta yang dimalingnya itu, 
atau kepada hulu balang adat dalam nagari: tujuh hari lamanya berturut-turut. 
Hukuman ini boleh dijalankan saja oleh sebuah suku, tidak perlu serapat nagari.


Hukuman Orang Memaling Padi atau Lain-lain Makanan yang Mengenyangkan

Maka hukumannya itu ialah didenda saja, yaitu denda setahil-sepaha- sepuluh 
emas- lima kupang- lima busuk- sekupang- sepiak- empat kundi atau disuruh 
cambuki orang itu berturut-turut selama tujuh hari, kepada yang empunya harta 
yang dimalingnya itu atau oleh hulu balang. Maka di sini terpakai juga hukuman: 
Beremas, hidup, tidak beremas mati ialah menilik besar kecil atau banyak harta 
orang itu yang dimalingnya.


Hukuman Memaling Cempedak (Nangka)

Adapun hukuman memaling nangka itu, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka 
dendanya: tengah tiga emas, lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, empat 
kundi. Jikalau orang itu tidak kuasa membayar denda tersebut maka digantungkan 
nangka itu pada lehernya dan dibawanya berjalan keliling nagari, tempat 
salahnya itu, tujuh hari berturut-turut.


Hukuman Orang Memaling Tebu atau Pisang

Adapun hukuman orang memaling tebu atau pisang itu, jika telah dapat tanda 
baitinya, maka dendanya itu ialah sekupang-empat kundi. Dan tidaklah disiksa 
orang itu.


Hukuman Orang Memaling Kelapa

Adapun orang memaling kelapa itu hukumannya ialah: Jika telah dapat tanda 
baitinya, dan dendanya itu ialah: Lima kupang-lima busuk, sekupang, sepiak, 
empat kundi: karena kelapa adalah kehormatan segala makanan.


Hukuman Orang Memaling Pagar atau Lahan atau Jerat

Adapun hukuman orang memaling pagar, atau alahan, atau jerat itu, jikalau telah 
dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, 
empat kundi.


Hukuman Orang Memaling Supedas atau Kunyit atau Tanaman yang Berisi dalam Tanah

Adapun hukuman orang memaling supedas atau kunyit atau tanaman yang berisi 
dalam tanah, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima emas, Lima 
kupang, sepiak, empat kundi.


Hukuman Orang Memaling Sirih atau Pinang atau Buah-buahan yang Lain yang 
Sebangsanya

Adapun hukuman orang memaling sirih atau pinang atau buah-buahan yang lain yang 
sebangsanya, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima busuk, 
Sekupang, Sepiak, Empat kundi. 

Demikianlah tersebut dalam Tambo adat lama yang dipakai orang tentang hukuman 
maling curi masa dahulu. Dalam pada itu, adalah pula pancung perengnya yang 
tersebut masing-masing itu, yakni tinggi rendahnya, atau bersar kecilnya 
hukuman tersebut, dan setinggi-tingginya ialah sebanyak yang tersebut dalam 
masing-masing bagian itu. 

Dan yang serendah-rendahnya tidak boleh kurang dari sekupang, Sepiak empat 
kundi. Maka sekarang segala hukum hukum yang tersebut di pasal 19. Ini 
sekali-kali tidak boleh dihukum lagi dalam sebuah nagari Minangkabau ini, 
karena ada undang-undang baru yang diperbuat pemerintah Belanda, buat pengganti 
hukuman itu, untuk penjaga keamanan dan keselamatan negeri negeri kita di 
Minangkabau ini.


Bagaimana kiranya hukum adat Minangkabau itu ...???
Mari kita teliti lebih jauh ....
Mohon ditanya lebih jauh kepa e. Syafnir Abu Na'im Datuak kando Marajo 

Wassalam
Buya HMA


Pada 5 April 2010 13:11, andi ko <andi.ko...@gmail.com> menulis:

Sanak Palanta nan tertarik jo sejarah, terutama sejarah hukum

Undang-undang simbur cahaya adalah undang-undang tertulis sejak Abad XVII di 
daerah kerajaan Palembang Darussalam. Aslinya UU ini ditulis dengan huruf arab 
yang diciptakan oleh Ratu Senuhun Seding kira-kira tahun 1630.

Contoh aturan

1. Jika orang berjual beli, menggadai, sewa menyewa atau meminjam sawah, kebun 
ladang atau barang-barang lain yang tetap, yang tidak dapat diangkat hendaklah 
dilakukan berterang-terang didepan pesirah (Pasal 26 ayat 1)
2. Jika seseorang menggadaikan sawah, kebun atau ladang dengan tidak mengadakan 
sesuatu perjanjian, maka sawah, kebun atau ladang itu tidak boleh ditebus oleh 
orang yang memegang gadai itu sebelum hasilnya dipungut (pasal 26 ayat 2).

1. Seorang laki-laki yang melingkas (mengintai) perempuan mandi (bekarung 
jenguk-jengal namanya) dikenakan denda 4 ringgit.
2. Jika bujang gadis berjalan bersama-sama dan bujang merebut kembang dari 
kepala gadis (lang menarap buaya namanya) maka bujang itu dikenakan denda 2 
ringgit.

Cubo sanak bandiangkan jo undang-undang nan 20 jo nan 8 di Minangkabau, 
kiro-kiro sia nan daulu mambuek undang-undang ko, palembang atau kito di 
Minangkabau.

Salam

andiko sutan mancayo

-- 



      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.

Kirim email ke