Assalamu’alaikum WW,

Sanak sapalanta nan ambo hormati,

Menarik berita Singgalang 
http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=511
yang diposting bung Nofend di RN tanggal 30 Agustus yang lalu
(‘Pariwisata Sumbar tak Bisa Dibenahi dengan Jalan-jalan’)

Wagub complain tentang pejabat yang mengurus pariwisata Sumbar yang
suka jalan-jalan sehingga pariwisata Sumbar tidak bisa dibenahi.

Benarkah faktor 'jalan-jalan' ini menjadi kambing hitam keterpurukan
pariwisata Sumbar ? Dengan logika ‘babu Menteng’ (ini istilah jadul
untuk mengatakan logika sederhana) berarti kalau pejabatnya sudah
tidak lagi jalan-jalan, apakah pariwisata Sumbar ini otomatis akan
jadi cemerlang ?

Kalau pak Zubir dan pak Heri Tanjuang mengajak kita untuk
memperbandingkan permasalahan umum pariwisata ini dengan kota Nice
atau Perancis secara menyeluruh, yang mungkin ibarat ‘kuman di
seberang lautan’, saya mengajak untuk melihat dulu ‘gajah yang ada di
pelupuk mata’ Sumbar, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Jumlah wisman (wisata mancanegara) jelas terus meningkat dari tahun ke
tahun, seharusnya juga wisnu (wisatawan nusantara) dengan meningkatnya
pula berbagai aktivitas sosial ekonomi dan pemerintahan di Kabupaten
yang relatif baru ini. Kalau untuk melihat efek peningkatan kemakmuran
sebagai akibat  peningkatan arus wisatawan semata, pariwisata Mentawai
ini tampaknya layak untuk dijadikan salah satu studi kasus untuk
mengukur benarkah kalau wisman sudah bagaduru datang ke Sumbar maka
Sumbar dapat tersenyum lega menyongsong masa depannya yang cerah...

Informasi Mentawai di dunia maya mungkin sudah mengalahkan informasi
menyangkut Bali atau Minangkabau/Sumbar. Apakah rakyat Mentawai sudah
merasakan tetesan dollar sang wisman ala kadarnya, apakah PAD
Kabupaten Mentawai (atau Provinsi Sumbar) telah meningkat secara
signifikan seiring dengan kenaikan jumlah wisman tersebut, apakah ada
suatu program yang jelas untuk meningkatkan secara langsung kemakmuran
masyarakat dari sektor andalan ini, apakah yang otomatis makmur dulu
adalah para investor dan pemilik modal ? Apakah pengembangan
pariwisata ini hanya menjadi urusan Dinas Pariwisata saja ? bagaimana
keterkaitan dan koordinasinya dengan sektor penunjang lainnya ?

Kalau ternyata fakta belum sesuai dengan harapan, bagaimana kalau
secara strategis permasalahan pariwisata Mentawai yang berupa ‘gajah
di pelupuk mata’ ini dibenahi dulu secara terarah dan terencana, untuk
dapat dijadikan salah satu acuan dalam pembangunan pariwisata Sumbar ?
Punyakah Gub dan Wagub baru pandangan ke arah yang satu ini ? Ataukah
ikut-ikutan pula  menimbang-nimbang dulu faktor ABS-SBK terkait dengan
keunikan kepulauan dilihat dari sudut wilayah ranah Minang tradisional
jaman saisuak ?

Usul saya : jadikanlah pariwisata Mentawai menjadi ‘laboratorium skala
penuh’ untuk penelitian pariwisata Sumbar.
Bagaimana pendapat sanak yang lain ?

Maaf & wassalam,

Epy Buchari
L-67, Ciputat Timur

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke