KESENIAN
Menelusuri Penyederhanaan Pentas Randai
Selasa, 23 November 2010 | 02:43 WIB
(Dikutip dari Kompas Cetak)
==============================
Problema melestarikan kesenian randai
di ranah Minang,
nampaknya sama dengan problema
melestarikan kesenian tradisional
di Jawa.
Problemanya adalah
masalah durasi pementasan
dan kurangnya dinamika pentas.
Warga masyarakat (Jawa) menginginkan adanya
tontonan yang penuh dengan dinamika.
Orang nonton wayang kulit,
tidak lagi untuk menikmati critanya,
namun untuk menikmati selingan
yang berupa dagelan atau campursari.
Campursari selalu menampilkan
"sinden/penyanyi perempuan" yang montok2.
Begitu acara selingan selesai,
penontonpun pulang.
Satu persatu,
paguyuban kesenian tradisional,
ambruk.
Mis Cicih, Srimulat, Sriwedari dll,
satu persatu musnah atau merana.
Selingan merupakan upaya
untuk menarik penonton.
Lebih menarik nonton organ tunggal
atau orkes dangdut
dari pada nonton wayang kulit-nya.
Apabila tidak menyalahi/mengusik
"pakem/crita asli" randai,
mungkinkah pementasan randai.
disisipi acara untuk menarik penonton?
Salah satunya:
http://www.youtube.com/watch?v=9rRdynwxEIY
Wassalam, Jacky Mardono.
Waktu bertugas di Lubuksikaping,
pernah mengadakan festival randai,
dalam rangka HUT Polri.
=============================
Kutipan dari:
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/23/02433814/menelusuri.penyederhanaan.pentas.randai
Menihilkan tradisi.
Sementara itu,
koreografer terkemuka Indonesia asal Sumbar,
Ery Mefri,
menanggapi dipersingkatnya durasi
pementasan randai
merupakan salah satu proyek pemerintah
yang justru menihilkan tradisi.
”Randai itu kan kabar atau dongeng
yang berlaku di kampung-kampung. J
adi akan berbeda cerita di kampung saya misalnya
dengan di kampung lain.
Awalnya
adalah Departemen Penerangan
yang merusak randai pertama sekali,
jadi bukan individu, melainkan pemerintah,” katanya.
Menurut Ery,
dipersingkatnya durasi pementasan randai itu
terkait dengan kepentingan pariwisata.
”Kalau tidak suka (menonton)
ya sudah pergi saja,
kenapa juga randai yang dipotong-potong,” kata Ery.
Namun,
memang yang tidak bisa disangkal,
dengan dipersingkatnya durasi pentas randai
membuat salah satu cabang seni tradisi itu
masih tetap eksis hingga saat ini.
Gurindam atau cerita yang didendangkan,
tarian randai yang disebut bagalombang
dengan dasar dari gerakan pencak silat,
dan permainan alat-alat musik tradisional
relatif masih kerap dipentaskan
pada perayaan pernikahan dan batagak
(menegakkan atau menahbiskan) penghulu
yang lazim dilakukan oleh suatu kaum
di suatu wilayah kanagarian. (INK)
--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.