Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Sakali lai...... ka paangek-angekan saluang sajo.... (Nan iko tayang ulang). 



TUKANG TUNJUK
 
Perang adalah bencana. Perang adalah
kejahilan dan kebrutalan. Perang membawa korban terutamanya di kalangan yang
tidak ikut berperang. Di kalangan rakyat berderai yang tidak ikut dan tidak
mengerti kenapa terjadi perang. Mereka biasanya yang paling banyak menderita.
Perang adalah tempat dimana fitnah dan dendam bisa dikobarkan. Alasan untuk
berperang sejak jaman belum ber belum hampir selalu sama. Untuk melampiaskan 
hawa nafsu di satu fihak dan untuk
mempertahankan diri di fihak yang lain. Hawa nafsu serakah ingin berkuasa, hawa
nafsu ingin melanggengkan kekuasaan, hawa nafsu karena pantang kelintasan, hawa
nafsu nyata-nyata ingin merampok dan menguasai milik orang lain. Maka
dikobarkanlah perang. Sebuah negeri diserang, dihancurkan, hunian penduduknya
dibumi hanguskan, penduduknya dipecundangi, dilecehkan, dihinakan, dibunuh
dengan semena-mena. 
 
Perang juga memecah belah masyarakat.
Masyarakat terpaksa, dengan alasannya masing-masing harus berfihak kepada salah
satu kelompok dari yang berperang. Berpihak kepada salah satu pihak dalam jaman
perang tentu beresiko. Tapi juga memberi jaminan seandainya luput dari resiko.
 
                                                                        ***
 
Si Poan punya alasan tidak suka dengan
orang PRRI. Tidak suka dengan orang kampung yang mendukung dan membantu orang
PRRI. Alasannya karena partai orang tuanya berseberangan dengan partai
orang-orang PRRI. Orang-orang PRRI itu kebanyakan adalah orang Masyumi. Orang
yang memandang enteng kepada partai ayahnya, PKI. Tapi Poan juga tahu bahwa di
kampung boleh dikatakan 99% orang pro PRRI. Poan tahu betul siapa-siapa di
antara temannya, anak muda yang ikut lari ke luar, bergabung dengan tentara
pemberontak. Diapun pernah diajak ikut. Tentu saja dia menolak. Dengan cara
halus. 
                                                                        
Suatu hari tentara APRI masuk kampung.
Menggeledah rumah-rumah mencari tentara PRRI. Mencari anak-anak muda yang
dicurigai ikut jadi tentara PRRI. Anak-anak muda yang ada di kampung 
berketabungan lari untuk menghindar.
Sebenarnya sangat konyol yang mereka lakukan itu. Tiga orang terlihat oleh 
tentara
pusat. Diteriakinya supaya berhenti dan mengangkat tangan. Anak-anak muda itu
tidak tahu aturan seperti itu. Tidak mengerti aturan berhenti dan mengangkat
tangan. Yang ada di dalam benak mereka hanyalah lari untuk menyelamatkan diri.
Sementara tentara APRI yang ‘ringan-ringan tangan’ itu, sesudah sekali
diperintahkan berhenti tidak didengar langsung membidik kepala anak-anak muda
malang itu. Dor! Anak muda itupun tersungkur. Langsung terjilapak. Inna lillahi 
wainnaa ilaihi raaji’uun. Si tentara APRI tidak
mempedulikan sedikitpun. Dia mencari dan mengejar lagi yang lain. Dan mendornya
pula.
 
Beberapa orang masuk ke rumah-rumah.
Memeriksa ke sana ke mari. Dengan sepatu bot yang tidak dibuka. Berderak-derak
bunyi tapak sepatu mereka di rumah kayu penduduk. Ada yang sampai memanjat ke
atas loteng lalu menyenter-nyenter. Bahkan masuk ke dalam kandang di bawah
rumah. Sambil membentak-bentak, menghardik-hardik, menanyakan dimana
disembunyikan tentara PRRI. Rakyatpun mati kuncun semuanya.
 
Si Poan duduk tenang-tenang di rumah.
Dengan sangat yakin. Dia tidak akan diapa-apakan oleh tentara APRI itu
seandainya mereka naik ke rumah. Dua orang tentara ternyata memang naik ke
rumahnya dengan terlebih dahulu menerjang pintu masuk. Soalnya di halaman
terjemur tiga helai celana panjang laki-laki. Di ruang atas didapatinya Poan
sedang duduk dengan tenang di tikar.
 
‘Angkat tangan! Kamu pemberontak, ya?!’
teriak seorang dari kedua serdadu itu.
 
‘Tidak pak. Ambo rakyat,’ jawab Poan dengan tenang.
 
Tentara itu menodongkan senjatanya ke
kepala Poan sambil matanya melotot mencari-cari entah apa di rumah itu. Mata
itu akhirnya hinggap di sebuah gambar yang ditempel di pintu lemari. Gambar
palu arit.
 
‘Siapa yang PKI di rumah ini?’ tanya
tentara itu dengan nada suara tidak lagi garang.
 
‘Apak saya, pak,’ jawab Poan.
 
‘Kau ikut dengan kami ke Bukit Tinggi!’
perintah tentara itu pula.
 
Dan Poan dibawa. Dinaikkan ke atas
mobil truk reo. Dia ditahan dua hari di kantor Balayon B di Bukit Tinggi tapi
sesudah itu diijinkan pulang.
 
                                                                        ***
 
Tentara APRI makin sering masuk
kampung. Dan sekarang menangkapi beberapa orang kampung yang lalu dibawa ke
markas Batalyon B dekat lapangan kantin di Birugo. Yang ditangkap umumnya
adalah mereka yang punya anggota keluarga ikut lari ke luar alias jadi tentara
PRRI. Dan kebanyakan adalah wanita. Yang suaminya atau saudaranya atau anaknya
ikut PRRI. Entah dari mana tentara pusat itu tahu. Ditangkap dan dibawa ke
Batalyon B itu sangat mengerikan. Banyak orang yang dibawa kesana, terutama
yang laki-laki, tidak pulang dan hilang lenyap bak ditelan bumi. Tapi untunglah
tidak demikian dengan rombongan ibu-ibu. Setelah ditahan sekitar beberapa
minggu, dan diinterogasi siang dan malam, mereka umumnya diijinkan kembali
pulang. 
 
Orang kampung curiga. Dimana tentara-tentara
pusat itu tahu bahwa ada anggota keluarga wanita-wanita itu orang PRRI? Dengan
sebegitu jelasnya? Tentu ada yang memberi angin agaknya. Tapi siapa?
 
Si Poan boleh dikatakan satu-satunya
anak muda yang bisa hidup tenang-tenang saja di kampung. Sekali sepekan dia
pergi ke Bukit Tinggi. Pergi menggalas barang mudo. Membawa cabai merah, 
kentang dan sayur-sayuran yang
dikumpulkan dari petani. Tiba-tiba saja dia sudah jadi seorang penggalas.
Anehnya dia hanya membawa barang dagangan itu ke pasar Bukit Tinggi saja. Tidak
pernah ke pekan-pekan berhampiran. Padahal kebanyakan orang menghindar untuk
pergi ke pasar Bukit Tinggi. Takut di geledah dan dibentak-bentak tentara
pusat. Tentara pusat memang selalu merazia setiap penumpang bendi yang menuju
Bukit Tinggi. Penumpang laki-laki, meski orang tua-tua sekalipun disuruh turun.
Digeledah dan ditanyai macam-macam. Barang bawaan ibu-ibu di dalam kambut atau
karung diobok-obok. 
 
Pada suatu petang, ketika akan membayar
sesudah minum teh telur di lepau mak Tangkudun, selembar kertas yang
dikeluarkan Poan dari saku bajunya terjatuh. Mak Pakiah yang duduk di dekatnya
mengambil kertas itu dari lantai. 
 
‘Kertas apa ini Poan?’ tanya mak Pakiah
sambil menyerahkannya kembali.
 
‘Catatan jual beli lado mah, mak,’
jawab Poan sambil memasukkan kertas itu kembali ke saku celananya.
 
‘Si Nuraini kan ndak ada berkebun lado. Kenapa ada pula namanya di kertas
itu?’ tanya mak Pakiah sambil lalu tanpa curiga apa-apa.
 
Nuraini adalah kemenakan mak Pakiah.
Suaminya ikut ke luar. Nuraini sampai hari itu sudah hampir sebulan ditahan di
Batalyon B.
 
‘Itu si Nuraini orang penggalas di
pasar mah, mak. Pedagang yang
membeli lado yang ambo bawa,’ jawab
Poan mantap.
 
‘Oooo, mantun,’ jawab mak Pakiah pula.
 
Mak Tangkudun, pemilik lepau, menyimak
saja soal jawab singkat itu. Setelah Poan berlalu tidak tahan juga hatinya
untuk berkomentar.
 
‘Berdetak saja hatiku,’ kata mak
Tangkudun ketika di lepau itu yang tinggal mak Pakiah seorang saja lagi.
 
‘Tentang apa?’ tanya mak Pakiah.
 
‘Tentang musang berbulu ayam.’
 
‘Hah? Siapa pula yang jadi musang?’
 
‘Apa yang Pakiah baca di kertas yang
jatuh sebentar ini?’ tanya mak Tangkudun.
 
‘Kertas yang mana?’
 
‘Kertas yang dikembalikan ke si Poan.’
 
‘Ada tersurat nama Nuraini. Entah
kenapa nama itu pula yang tertangkap di mata ambo. Ada nama si Fadilah di bawah
itu dan nama-nama entah siapa lagi.’
 
‘Si Fadilah kan sama-sama dijemput dan
dibawa tentara pusat? Tidak ada lagi nama yang lain yang teringat terlihat
tadi?’
 
‘Rukayah..... Ya di atas nama si
Nuraini ada Rukayah.’
 
Mak Tangkudun menghempaskan kopiahnya
ke meja. 
 
‘Pastilah kalau begitu. Si Nuraini, si
Fadilah dan si Kayah sampai hari ini belum juga pulang dari Birugo. Ndak
berdetak hati Pakiah ada kaitan nama-nama di kertas tadi itu dengan kenyataan
ibu-ibu yang ditangkapi itu? Kalau ambo sangat yakin ambo sekarang,’ kata mak
Tangkudun.
 
‘Jadi?’ mak Pakiah mulai ikut berpikir.
Mulai agak menangkap maksudnya.
 
‘Tukang tunjuk,’ jawab mak Tangkudun.
 
                                                            
                                                                        ***
 
Alhamdulillah, ibu-ibu yang ditangkap
itu akhirnya dilepaskan juga semuanya. Hanya, sesudah itu rumah mereka selalu
diintai tentara pusat. Beberapa kali di antara ibu-ibu itu terkejut ketika
pergi ke sumur di waktu subuh terserobok dengan tentara sedang duduk bersiaga
dekat pintu sumur. Mungkin tentara itu semalaman menanti-nanti tentara luar
anggota keluarga penghuni rumah itu. Siapa tahu mereka pulang ke rumah.
 
                                                                        ***
 
Seminggu sesudah percakapan mak
Tangkudun dan mak Pakiah di lepau, si Poan dijemput orang tengah malam.  Tidak 
sedikitpun dia curiga. Ketika pintu
diketuk dan namanya dipanggil, dan yang memanggil itu berbahasa Indonesia, Poan
segera turun. Tentu saja dia kaget ketika sampai di halaman. Yang menjemputnya
adalah tentara bersenjata tidak berseragam. Poan menghilang tidak tentu
rimbanya sejak saat itu. 
 
Beberapa hari sesudah itu wali nagari
didatangi tentara pusat. Habis dia ditampari dan dibentak-bentak ketika tentara
pusat itu menanyakan kemana perginya si Poan. Wali nagari menjawab sejujurnya
bahwa dia tidak tahu. Wali nagari dan wali jorong dibawa ke Birugo dan ditahan
sebulan disana. Sesudah sebulan, mereka diantarkan kembali ke kampung dalam
keadaan lusuh dan kurus.
 
                                                                        *****
 
 
 Wassalamu'alaikum,

Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H, 
Jatibening - Bekasi


      

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke