Sanak Andiko nan ambo hormati,,,,,,,, sato ambo sakaki.. Di daerah ambo banyak perkebunan sawit dan sering kasus seperti ko muncul. ambo hanyo ingin mengomentari kenapo pihak perusahaan / sekurity /keamanan/ centeng kabun begitu bernafsu manggarajai / memukuli sampai bonyok pelaku pencurian brondol tu.....??? Apokoh tugas mereka tamasuak itu / atau berapa rupiah yang mereka terima dari perusahaan setelah itu........? padohal nan mereka curi adolah buah nan indak di ambiak oleh perusahaan ......
salam, Pada 22 Februari 2011 21:12, andi ko <andi.ko...@gmail.com> menulis: > PERKEBUNAN > > Ambil Berondolan Sawit Rp 42.000, Dibui Delapan Hari > > KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI > > Supriadi, bocah pelajar kelas VI SD, bersiap ke sekolah seusai dibebaskan, > setelah mendekam selama delapan hari di tahanan gara-gara mengambil > berondolan kelapa sawit sisa panen sekitar 30 kilogram atau senilai Rp > 42.000 di areal kebun PTPN V Kebun Tandun, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar, > Riau. > > Masih ingat kisah nenek Minah yang dianggap mencuri tiga buah kakao dihukum > 1,5 bulan. Kisah Hamdani memakai sandal jepit kantor dihukum dua bulan 24 > hari atas tuduhan mencuri di Tangerang, dan banyak lagi kisah mengiris hati > lainnya. > > Supriadi (13), anak sekolah dasar di Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten > Kampar, Riau, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang, Kabupaten > Kampar, Provinsi Riau, selama delapan hari hanya karena mencuri berondolan > kelapa sawit sekitar 30 kilogram, senilai Rp 42.000, di areal Afdeling VII, > Kebun Tandun, PT Perkebunan V (sekitar 120 kilometer dari Pekanbaru). > > Bukan hanya dikurung badan, bocah kecil yang akan mengikuti ujian akhir itu > juga mengalami kekerasan fisik dari penjaga keamanan dan kepala mandor > sebelum diserahkan kepada polisi. Kejadian itu menjadi ironi karena > pencurian dalam skala besar-besaran di perkebunan milik pemerintah itu > senantiasa berlangsung secara terang-terangan, tetapi terkesan didiamkan. > > Pada Sabtu (12/2) Supri dengan abang sepupunya, Ramadani (18), mengutip > berondolan kelapa sawit tersisa di blok 19. Berondolan merupakan sisa sawit > dari tandan buah segar yang terlepas setelah proses pemanenan dan biasanya > dibiarkan membusuk. Hasil berondolan sisa itu dikumpulkan dalam dua karung > kecil masing- masing sekitar 15 kilogram. > > Seusai mengumpulkan berondolan, Supriadi dan Ramadani bergegas ke peron > (tempat penjualan kelapa sawit rakyat) di batas desa. Di sana, ternyata ada > dua centeng (penjaga keamanan) kebun yang bernama Simanjuntak dan Ginting. > Mereka diberhentikan dan tanpa basa- basi keduanya dipukuli sampai babak > belur oleh kedua centeng itu. > > Setelah hampir setengah jam, Simanjuntak memanggil Mandor Satu (Kepala > Mandor) R Sinaga. Bukannya menengahi, Sinaga bahkan kembali memukuli kedua > anak itu. Sekujur tubuh dipukul, ditendang pada bagian perut, kaki, tangan, > dan kepala sehingga darah mencucur dari hidung dan bibir. Kaki kanan Supri > memar membiru karena ayunan kayu dan wajah benjol- benjol. Setelah setengah > jam, Supri dan Ramadani dibawa ke kantor Afdeling VII. Di kantor ini, Sinaga > kembali melampiaskan kemarahannya dengan memukuli kedua anak itu. > > Ibu Supri, Melana boru Sigalingging (39), baru mengetahui kejadian anaknya > setelah mendapat informasi dari tetangga. Melana kemudian bergegas menuju > Kantor Afdeling dan menemui anaknya yang telah babak belur. Ibu berputra > enam orang itu hanya dapat menangis melihat anaknya telah bonyok. > > Tak lama, dua petugas keamanan PTPN V datang membawa dua anak itu ke kantor > perkebunan yang berjarak sekitar 15 kilometer. Kedua anak itu ditahan di > dalam ruang pos keamanan. Mereka disekap dan dibiarkan berjam-jam di lantai > semen dalam kondisi terborgol. Pada pukul 11.00 Melana datang menjenguk > anaknya. Dua anaknya itu masih dalam kondisi terikat rantai besi. > > ”Semalaman mereka kedinginan dan tidak diberi makanan sedikit pun. Mereka > tidak bisa tidur. Siang itu saya datang membawa makanan. Saya meminta agar > gari (borgol) di tangan anak saya dilepas karena dia mau makan. Permintaan > saya didiamkan saja oleh penjaga. Anak saya makan dalam kondisi tergari,” > kata Melana di kediamannya, Selasa (22/2). > > Diborgol > > Minggu (13/2), sekitar pukul 12.00, Supri dan Ramadani dibawa ke Markas > Kepolisian Sektor Tapung Hulu. Pihak PTPN V meminta polisi mengusut > pencurian berondolan itu. Setelah diberkas, keduanya dibawa ke LP Bangkinang > di ibu kota Kabupaten Kampar, berjarak sekitar 60 kilometer dari mapolsek. > > Informasi penahanan Supri dan Ramadani akhirnya diketahui Marsudi, keponakan > Ramlan (ayah Supri) di Langkat, Sumatera Utara. Marsudi yang sehari-hari > aktif dalam organisasi pemuda mencoba mencari pertolongan melalui Komisi > Perlindungan Anak Indonesia Daerah Riau. Dia lalu mengontak Hafiz Tohar, > Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten > Kampar, pada 19 Februari. > > Hafiz bekerja cepat. Dia mengontak Polres Kampar dan menyusuri persoalan. > Pada 20 Februari, berita penahanan Supri mulai diendus media, dan Senin > (21/2) malam Supri pun dibebaskan dari tahanan setelah mendapat penangguhan > penahanan dari Mapolsek Tapung Hulu. Selasa (22/2) dini hari, dia sudah > berada di rumahnya lagi. Adapun Ramadani tetap berada dalam tahanan. > > Kepala Polsek Tapung Hulu Ajun Komisaris Hermawi tampak tidak mau disalahkan > dalam kasus penahanan Supri. Menurut dia, polisi telah bekerja sesuai > prosedur, berdasarkan laporan PTPN V. > > ”Kami telah mengupayakan agar pihak PTPN V berdamai dengan keluarga Supri, > tetapi perusahaan tidak mau,” kata Hermawi. Polisi mulai mengolah-olah TKP > dan meminta manajemen PTPN V menyerahkan nama-nama centeng, mandor satu, dan > orang-orang yang dianggap terlibat. > > Melana, ibu Supri, berpendapat, pihak perkebunan semestinya menangkap > kelompok pencuri ala ninja yang mencuri sawit secara terang-terangan > sehingga merugikan perusahaan. Bukan malah menangkap anak saya yang mengutip > sisa-sisa di lapangan,” kata Melana. > > ”Sampai mati saya tidak terima perlakuan kepada anak saya itu,” kata Melana > dengan isak tangis yang mengiba. > > (Syahnan Rangkuti) > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet > http://groups.google.com/group/RantauNet/~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: > - DILARANG: > 1. E-mail besar dari 200KB; > 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; > 3. One Liner. > - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet > - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/