Pada pertengahan 1949,- Indonesia berada di tubir jurang. Republik yang
masih bayi tak hanya menghadapi gempuran militer, tapi juga rongrongan
diplomasi Belanda. Salah satu pukulan yang menusuk jantung Republik adalah
dibentuknya negara-negara bagian yang terga-bung dalam Bijeenkomst voor
Federaal Overleg.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/07/14/LK/mbm.20080714.LK127
664.id.html

Dalang Bijeenkomst adalah bekas Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Hubertus Johannes van Mook. Resminya, pembentukan Bijeenkomst disebut
sebagai pelaksanaan Perjanjian Linggarjati 1946. Namun, dengan kelicikannya,
Van Mook membiakkan negara bagian yang semestinya cuma terdiri atas Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Borneo, menjadi 16 negara
bagian.

Negara Borneo dipecah menjadi lima: Dayak Besar, Borneo Tenggara, Borneo
Timur, Borneo Barat, dan Banjar. Republik Indonesia dicabik menjadi sembilan
negara bagian: Bengkulu, Beliton, Riau, Sumatera Timur, Ma-dura, Pasundan,
Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dia menyisakan Republik
Indonesia menjadi negara bagian kecil yang hanya memiliki wilayah seluas
Kesultanan Yogyakarta.

Bahkan di Sumatera telah antre Jambi dan Tapanuli Selatan untuk menjadi
negara bagian sendiri. Van Mook memang sengaja melakukan politik pecah
belah. Tujuan akhirnya jelas: untuk meniadakan Republik Indonesia.

Dalam sebuah tulisan pada 1982, Mr Mohammad Roem menyebut, "Memang sangat
menarik untuk membentuk negara bagian, lebih-lebih untuk menjadi kepala
negaranya. Orang memperoleh segala fasilitas keuangan dan teknis dari
pemerintah Hindia Belanda." Tak mengherankan bila kaum Republik mencemooh
Bijeenkomst voor Federaal Overleg sebagai, "Negara boneka bikinan Van Mook."

Pada 27 Desember 1949 lahirlah Republik Indonesia Serikat menggantikan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Soekarno tetap menjadi presiden dan Hatta menjabat wakil presiden merangkap
perdana menteri. Belanda melakukan penyerahan kedaulatan disertai pengakuan
kepada republik baru.

Siasat Van Mook terbukti tak berjalan mulus. Di Yogyakarta, Mr Asaat
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia-salah satu negara bagian dalam
Republik Indonesia Serikat. Tapi, karena rakyat tak dapat melepaskan pikiran
dari wibawa dan pengaruh Presiden Soekarno, Asaat mengambil sumpah sebagai
"Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia".

Pada 4 Januari 1950, Asaat mengangkat tiga orang untuk membentuk kabinet,
yakni Mr Susanto Tirtoprodjo, Mohammad Natsir, dan Dr Halim. Pokok pertama
program kabinet itu berbunyi: "Melanjutkan perjuangan untuk membentuk satu
negara kesatuan yang akan meliputi Nusantara sebagai tersebut dalam
proklamasi 17 Agustus 1945."

Pada hari yang sama, negara-negara bagian lain mulai bergolak. Kaum
republiken dari berbagai pelosok negeri menyampaikan aspirasi kembali ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Malang,
misalnya, mencetuskan resolusi untuk lepas dari Negara Jawa Timur dan
menggabungkan diri dengan Republik Indonesia.

Pada 30 Januari 1950, giliran Kabupaten Sukabumi mengeluarkan resolusi
serupa: lepas dari Negara Pasundan dan bergabung dengan Republik Indonesia.
Gejolak yang sama terjadi di Negara Sumatera Timur. Di sini malah terjadi
demonstrasi-demonstrasi disertai kekacauan yang membuat polisi harus
bertindak.

Menghadapi situasi ini, Natsir segera bermanuver. Sebagai Ketua Fraksi
Masyumi di parlemen Republik Indonesia Serikat, ia mengambil inisiatif
bertukar pikiran dengan pemimpin-pemimpin fraksi lain. Natsir segera
mencapai kesepahaman dengan Kasimo dari Partai Katolik dan A.M. Tambunan
dari Partai Kristen Indonesia.

Pembicaraan paling alot terjadi dengan kekuatan politik yang ekstrem: Partai
Komunis Indonesia di sisi kiri dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg di
sebelah kanan. Tapi Natsir mendapat masukan berharga setelah berbincang
dengan Insinyur Sakirman dari Partai Komunis Indonesia dan Sahetapy Engel
dari Bijeenkomst.

Kebanyakan negara bagian rupanya berat membubarkan diri dan melebur dengan
Republik Indonesia yang mereka sebut Republik Yogyakarta. Soalnya, mereka
merasa sama-sama berstatus negara bagian menurut Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Serikat.

Setelah berbulan-bulan melakukan pembicaraan dan lobi dengan pemimpin fraksi
lain, Natsir mengajukan gagasan kompromistis. Dia menyarankan semua -negara
bagian bersama-sama mendirikan negara kesatuan melalui prosedur parlementer.
Jadi tidak ada satu negara bagian menelan negara bagian lainnya.

Usul itu diterima pemimpin fraksi lain. Maka, pada 3 April 1950, Natsir
menyampaikan pidato bersejarah di depan parlemen Republik Indonesia Serikat.
Pidato itu ditutup dengan mosi yang intinya: "Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara Republik Indonesia Serikat dalam rapatnya tanggal 3 April 1950
menimbang sangat perlunya penyelesaian yang integral dan pragmatis terhadap
akibat-akibat perkembangan politik yang sangat cepat jalannya pada waktu
akhir-akhir ini."

Mosi itu diteken beramai-ramai oleh Subadio Sastrosatomo, Hamid Algadri, Ir
Sakirman, K. Werdoyo, Mr A.M. Tambunan, Ngadiman Harjosubroto, Sahetapy
Engel, Dr Cokronegoro, Moch. Tauchid, Amelz, dan H Sirajudin Abbas. Mereka
mewakili 11 fraksi di parlemen.

Sehari sebelum penyampaian mosi yang kemudian dikenal sebagai Mosi Integral
Natsir, masih ada lagi dua resolusi dari daerah. Dewan Perwakilan Kota Praja
Jakarta Raya dan Dewan Perwakilan Daerah Sulawesi Selatan menyatakan
keinginan bergabung kembali dengan Republik Indonesia.

Isi Mosi Integral Natsir jelas merupakan undangan bagi pemerintah agar
mengambil prakarsa mencari penyelesaian atau sekurang-kurangnya membuat
rencana mengatasi gejolak.

Pemerintah, diwakili Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri Mohammad
Hatta, menyambut mosi dengan tangan terbuka. "Mosi Integral Natsir kami
jadikan pedoman menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi,"
ujarnya.

Hatta kemudian membentuk Panitia Persiapan yang terdiri atas utusan semua
negara bagian. Mereka bertugas membuat Rancangan Undang-Undang Dasar
Sementara sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya pada 19 Mei 1950 diadakan perundingan pemerintah Republik
Indonesia Serikat yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur
dengan Republik Indonesia. Perundingan itu menghasilkan piagam yang
ditandatangani Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat Mohammad Hatta dan
Perdana Menteri Republik Indonesia Dr Halim.

Inti piagam tersebut adalah kesepakatan kedua belah pihak membentuk sebuah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diproklamasikan pada 17
Agustus 1945 dalam waktu sesingkat mungkin.

Pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam Pembentukan Negara
Kesatuan dalam sidang bersama parlemen dan senat Republik Indonesia Serikat.
Dua hari kemudian, saat perayaan ulang tahun kelima proklamasi kemerdekaan,
Presiden Soekarno mengumumkan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Momen bersejarah itu dikenang sebagai Proklamasi Kedua Republik Indonesia.
Dan Mohammad Natsir patut dicatat sebagai sang arsitek utama.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke