Assalamualaikum ww para Sanak sapalanta, 

Saya percaya bahwa tidak ada orang - atau suku bangsa - yang suka  kelemahan 
atau kekurangannya diungkap, baik oleh keluarganya maupun oleh orang lain. 
Sikap itu adalah manusiawi dan dapat difahami. Tentu saja lebih menyenangkan 
jika yang ditampilkan adalah kekuatan dan kelebihan kita.

Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan atau 
kekurangan yang benar-benar ada pada diri kita atau pada kelompok kita. 

Rasanya ada dua pilihan, yaitu 1). 'dilampok' saja, seakan-akan hal itu tidak 
ada; atau 2) dihadapi secara lugas, dicari akar penyebabnya, dan seiring dengan 
itu dicarikan cara mengatasinya. Kalau saya tidak salah, cara yang kedua ini 
lazim dipakai di kalangan kedokteran, yang lazimnya meminta data pasien berupa 
anamnesa, untuk kemudian didiagnosa, dibuatkan prognosa dan terapinya ( maaf 
kalau keliru.)

Dalam hubungan ini tidaklah heran, bahwa lumayan banyak pengarang yang 
mempunyai latar belakang dokter yang tertarik pada masalah kemanusiaan dan 
kebudayaan , baik masalah kemanusiaan dan kebudayaan pada umumnya, maupun 
masalah kemanusiaan dan Kebudayaan dari  golongannya sendiri pada khususnya. 

Saya melihat ada kepekaan seperti itu di kalangan sebagian dokter Minang. 
Berbeda dengan kecenderungan para Pujangga Baru dalam tahun 1930-an  yang 
mengeritik budaya Minang dengan keras, kelompok dokter ini lebih tertarik untuk 
meneliti - bukan untuk mengeritik - satu fenomena psikologis, mungkin lebih 
tepat jika disebut sebagai fenomena psikosomatik yang khas terdapat pada suku 
Minang. Kalau saya tak salah ingat, mungkin Dr Mohammad Amir di Medan, seorang 
Minang, yang pertama kali menengarai adanya gejala psikosomatik yang kemudian 
dinamakannya sebagai 'padangitis' atau 'minangitis' itu. Istilah yang sama 
kemudian dipakai oleh Prof Dr Tan Pahlawan, yang melihat gejala yang sama pada 
pasien orang Minang di RS Dr Tjipto Mangunkusumo di Jakarta dalam tahun 1950-an.

 Sanak Taufiq Rasyid mencatat bahwa istilah itu memang ada dan dipakai dalam 
tahun 1970 - 1980-an untuk menerangkan gejala kejiwaan orang Minang pasca-PRRI. 
Dengan kata lain, gejala psikologis yang disebut sebagai 'minangitis' atau 
'padangitis' itu bisa terlihat secara individual atau secara kolektif.

Saya kurang tahu apakah ada gejala psikologis sejenis pada suku-suku perantau 
lainnya, seperti Bugis, Madura, atau Batak. Ada atau tidak ada, rasanya gejala 
psikologis yang kelihatannya banyak diidap oleh kita orang Minang, layak untuk 
diteliti dan dikaji secara ilmiah, setidak-tidaknya untuk menambah pengetahuan 
dan wawasan kita.

Saya sangat menghargai adanya semangat ilmiah yang kuat pada dr Rina di Padang, 
yang berkebetulan profesi beliau memang seorang dokter psikosomatik. Dr Rina 
tertarik pada fenomena penyakit maag yang diidap pasien-pasien beliau orang 
Minang, yang setelah diperiksa kemana-mana ternyata tidak jelas penyebabnya. 
Sebagai seorang ilmuwan, Dr Rina ingin mencari akar penyebabnya agar dapat 
dilakukan pencegahan dini. Saya sangat menghargai semangat beliau sebagai 
ilmuwan, yang merencanakan pertemuan ilmiah di Padang bulan Februari 2012. Saya 
telah mendaftar untuk ikut 'nguping' dalam pertemuan tersebut. ( Mungkin Sanak 
Taufiq Rasyid, pak Ambiar Lani, pak Roestam Hamsjal, pak Farhan Moein Dt 
Bagindo, pak Azmi Dt Bagindo, dan - last but not least - pak Mochtar Naim juga 
berminat 'nguping' bersama mendengarkan pembahasan tema yang menarik ini.)

Saya bergembira, bahwa Trysna Dewi, yang mengaku bukan dokter, ternyata juga 
berminat pada masalah ini, dan menengarai kemungkinan adanya sebab-sebab 
kultural dari gejala ini. Saya harap Trysna juga dapat ikut bersama 
mendengarkan wacana yang mungkin punya dimensi kultural ini.

Wassalam,
SB.

Dikirim dari iPad saya

Pada 22 Nov 2011, at 09:40, roestam hamsyal <hamsya...@yahoo.com> menulis:

> Assm ww bpk/ibu
> Mengenai istilah Padangitis atau Minangitis harus hati2 karena dapat 
> menimbulkan persepsi negatif, kalau tidak jelas maknanya jangan dipakai 
> istilah itu. Ambo sebagai orang minang sangat tidak setuju istilah tsb sebab 
> konotasinya dapat mengartikan tidak baik. Tks Roestam Hamsyal
> 
> Dikirim dari iPad saya
> 
> Pada Nov 22, 2011, at 9:19, Ambiar Lani <rang_k...@yahoo.com> menulis:
> 
>> Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh,
>> 
>> Bung Taufiq sarato Bapak dan Ibu para dunsanak pengunjung palanta nan ambo 
>> hormati.
>> 
>> Labiah kurang ampia samo jo Bung Taufiq, ambo pun buliah dikatokan atau 
>> dimasuakkan ka dalam kalompok nan kurang mangarati (ataupun mungkin tidak 
>> mengerti) dengan apa yang disebut dengan istilah Padangngitis atau 
>> Minangitis itu.
>> 
>> Nan ambo ketahui adalah bahwa imbuhan kata itis itu adalah istilah dalam 
>> ilmu kedokteran. Misalnya; parringitis artinya radang tenggorokan, gastritis 
>> artinya radang usus dua belas jari, sinusitis artinya radang rongga hidung, 
>> miningitis artinya radang selaput otak, dan seterusnya........ 
>> (mohon kepada dunsanak nan baprofesi sebagai dokter atau mendalami ilmu 
>> kedokteran pengetian istilah yang kami tulis tersebut untuk dikoreksi agar 
>> menjadi lebih tepat, terima kasih terlebih dahulu)
>> 
>> Dalam hal penggunaan kata imbuhan itis (dan ataupun mengadopsi kata imbuhan 
>> itis) terhadap penyakit sosial di tengah masyarakat, dengan melekatnya dan 
>> ataupun menyebutkannya untuk dan kepada etnis tertentu seperti Padangitis 
>> atau Minangitis itu, ambo kiro kepada yang pertama kali menggunakan istilah 
>> ini perlu kita minta dan kita beri kesempatan untuk menjelaskan dan 
>> menafsirkannya secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
>> 
>> Kalau misalnya yang dimaksudkan dengan Minangitis atau Padangitis itu 
>> misalnya dengan penyakit sosial sms (susah mancaliak urang sanang ~ sanang 
>> mancaliak urang susah) di tengah komunitas urang awak, pemalas, ujub (agak 
>> kurang randah hati), kurang ridha / kurang ikhlas, kurang ramah kepada tamu 
>> / kurang menonjol dalam pelayanan dan lain-lain sebagainya, hal sama juga 
>> ditemui pada etnis atau daerah yang lain. Lantas kenapa kita menggunakan 
>> kosa kata yang seharusnya kita banggakan itu Minang dan Padang, untuk sebuah 
>> sebutan yang bersifat penyakit kronis Minangitis atau Padangitis itu?
>> 
>> Agak khawatir ambo kalau-kalau kita manapuak aia di dulang ~ mamacik 
>> (memercik) ka muko awak juo.
>> 
>> Menjadi harapan bagi ambo dan mungkin juga dunsanak palanta nan lain, ndak 
>> usahlah awak manggunokan istilah yang nampaknya diilmiah-ilmiahkan itu, tapi 
>> tidak dapat dijelaskan secara etimologis dan akademis.
>> 
>> Akhirulkalam, mohon maaf kalau ada kurang berkenan atau yang kurang terletak 
>> pada tempatnya. Billahitaufiq walhidayah.
>> 
>> 
>> Wassalam,
>> 
>> 
>> Ambiar Lani,
>> L/59/Jkt-Bekasi.
>> 
>> From: "taufiqras...@rantaunet.org" <taufiqras...@rantaunet.org>
>> To: rantaunet@googlegroups.com 
>> Sent: Monday, November 21, 2011 3:51 AM
>> Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] SUMBAR terbanyak no 3 Urang Gilo
>> 
>> 
>> Ambo indak tau pasti baa nan sabananyo Padangitis iko
>> 
>> Tapi perkiraan ambo adolah salah satu side effect urang awak nan marasai 
>> pasca PRRI
>> Mereka lari ka Rantau dan bertungkus-lumus menuju sukses
>> 
>> Ketika harapan itu mulai agak terbuka, mereka keburu napsu untuk 
>> mengaktualisasikan diri
>> 
>> Akibatnya kondisi yg berangsur lumayan bukan difocuskan untuk meningkatkan 
>> performance dan asset. Tapi utk remeh-temeh kebanggan diri terutama kekampung
>> 
>> Akibatnya  bisnis mulai goyang, parasaan pun ilang-ilang timbua. Akhirnyo 
>> stress berat
>> 
>> Iyo baitu ??
>> 
>> --TR
>> Sent from my BlackBerryŽ
>> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>> 
>> -- 
>> .
>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
>> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
>> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>> ===========================================================
>> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
>> - DILARANG:
>>   1. E-mail besar dari 200KB;
>>   2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
>>   3. One Liner.
>> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
>> http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
>> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & 
>> mengganti subjeknya.
>> ===========================================================
>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
>> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>> 
>> 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke