[balita-anda] Pesan Untuk Pendidikan Anak
Mailing List Daarul FikriEdisi: 049 / Th. I -- Rabu, 02 Muharam 1424H / 05-Mar-2003Kolom : Keluarga Sakinah Judul : Pesan Untuk Pendidikan Anak Sumber : Ummu Abdillah - Alsofwah Pesan Untuk Pendidikan Anak Sesungguhnya nikmat (yang diberikan) Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak terhitung dan diantara nikmat-nikmat yang sangat agung dan mulia adalah nikmat anak. Allah Ta'ala berfirman:"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia." (Al-Kahfi: 46) Nikmat yang sangat agung ini adalah merupakan satu amanah dan tanggung jawab bagi kedua orang tua dan akan ditanya tentang nikmat tersebut pada hari Kiamat, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian (akan) ditanya tentang kepemimpinan-nya: Seorang imam adalah pemimpin dan dia (akan) ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia (akan) di tanya tentang kepemimpinannya." (Muttafaq 'Alaih). Allah Ta'ala berfirman, yang artinya:" Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." Ibnul Qayyim radhiyallah 'anhu berkata:"Barangsiapa menelantarkan pen-didikan anaknya dan meninggalkan apa yang bermanfaat buat mereka, maka dia telah merusak masa depan anak; kebanyakan anak tidak bermoral hanya karena bapak mereka tidak peduli terhadap pendidikan mereka , sehingga para bapak tidak dapat mengambil manfaat dari anak, dan anak (pun) tidak akan memberikan manfaat kepada bapaknya ketika telah besar." Kepada seluruh ayah, ibu dan pendidik (kami berikan) pesan dan nasehat yang singkat semoga Allah memberikan manfaat dengannya: Landasan utama dalam pendi-dikan anak-anak adalah menanamkan nilai 'ubudiyah (peribadahan) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hati mereka, serta memelihara dan menjaganya dalam diri mereka. Diantara nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita adalah bahwa seorang anak dilahirkan diatas agama islam, agama fithrah. Maka hal itu tidaklah membutuhkan kecuali menjaga dan memeliharanya serta senantiasa membantu mereka agar tidak menyimpang dan tersesat. Ayah dan ibu dianggap beriba-dah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mendidik, berinfak, menjaga, mengawasi, dan mengajari (anak-anaknya) bahkan sampai ketika membahagiakan me-reka dan bersenda gurau dengan mereka, apabila ayah dan ibu meng-harapkan yang demikian itu, maka mereka akan mendapat pahala.Memberikan nafkah kepada anak-anak adalah merupakan ibadah sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Satu dinar yang engkau infaqkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infaqkan kepada hamba sahaya, satu dinar yang engkau sedekahkan kepa-da orang miskin dan satu dinar yang engkau infaqkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang engkau infaqkan kepada keluargamu." (HR. Muslim). Harus mengikhlaskan (niat) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam mendidik anak, jika seorang pendidik menginginkan dunia maka keikhlasannya telah rusak. Tidak diragukan lagi bahwa tujuan mendidik anak adalah mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala . Do'a adalah ibadah. Para nabi dan rasul telah berdo'a untuk anak-anak dan isteri-isteri mereka:"Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami." (Al-Furqan: 74)Dan ketika Ibrahim berkata:"Wahai Rabbku jadikanlah negeri ini negeri yang aman serta jauhkanlah aku dan anak-anakku dari menyembah berhala-berhala." (Ibrahim: 35)Berapa banyak do'a-do'a dapat meringkaskan lamanya perjalanan tarbiyah? Pilihlah waktu-waktu dikabul-kannya do'a dan jauhilah penghalang-penghalangnya, rendahkanlah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memohonlah dihadapanNya agar Allah memberikan petunjuk kepada keturunanmu dan menjauhkan setan darinya. Wajib bagi Anda mencari harta yang halal dan menjauhi yang syubhat (samar) serta janganlah (sampai) engkau terjatuh dalam keharaman. Sesungguhnya telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:"Setiap jasad yang tumbuh dari harta yang haram, maka neraka lebih pantas baginya." Ayah dan ibu jangan mengira bahwa harta yang haram itu ada dalam riba, mencuri dan uang suap semata. Bahkan sampai ada dalam menyia-nyiakan waktu bekerja, dan mema-sukkan harta yang haram tanpa ada timbal baliknya. Maka kebanyakan para pegawai, pengajar dan pekerja meremehkan pekerjaan mereka dan terlambat dari waktu kerja beberapa detik. Demikian pula memakan harta manusia dengan bathil dan merampas hak-hak mereka. Pilihlah harta yang halal walaupun sedikit (jumlahnya) sesungguhnya di dalamnya ada berkah yang besar. Teladan yang baik adalah merupakan (sarana) tarbiyah yang sangat penting. Maka bagaimana (mungkin) anakmu bersemangat melaksanakan shalat sedangkan dia melihatmu m
[balita-anda] Birrul Walidain (Berbakti Kepada Dua Orang Tua)
-- Mailing List Daarul Fikri Edisi : 037 / Th. I -- Kamis, 27 Dzulqa'dah 1423H / 30-Jan-2003 Kolom : Keluarga Sakinah Judul: Birrul Walidain (Berbakti Kepada Dua Orang Tua) Sumber : Majalah AsSunnah -- Birul Walidain (Berbakti Kepada Kedua Orang tua) Allah berfirman: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman: 14) Hadits pertama: Dari Abu Hurairoh ia berkata: "Rasulullah bersabda: "Seorang anak tidak dapat membalas ayahnya, kecuali anak tersebut mendapati ayahnya menjadi budak kemudian ia membelinya dan memerdekakannya". (HR. Muslim dan Abu Dawud). Makna hadits tersebut adalah bahwa seorang anak tidak dapat membalas jasa ayahnya, kecuali jika anak tersebut mendapati ayahnya sebagai budak yang dimiliki oleh orang lain kemudian ia memerdekakannya, yakni membebaskan dari perbudakan dan perhambaan dari orang lain (tuannya) sehingga ayahnya menjadi orang yang merdeka karena memerdekakan budak itu adalah pemberian yang paling utama yag diberikan oleh seseorang kepada yang lain. Hadits kedua: Dari Abdullah Bin Mas'ud berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah: "Amalan apakah yang dicintai oleh Allah" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua". Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Jihad dijalan Allah". (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadits ketiga: Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: "Berbaktilah kepada bapak-bapak kamu niscaya anak-anak kamu akan berbakti kepada kamu. Hendaklah kamu menjaga kehormatan niscaya istri-istri kamu akan menjaga kehomatan". (HR. Ath-Thabrani dengan sanad hasan). Hadits keempat: Dari Asma binti Abu Bakar ia berkata: "Ibuku mendatangiku, sedangkan ia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah . Maka aku meminta fatwa kepada Rasulullah dengan mengatakan: "Ibuku mendatangiku dan dia menginginkan aku (berbuat baik kepadanya), apakah aku (boleh) menyambung (persaudaraan dengan) ibuku" beliau bersabda: "ya, sambunglah ibumu". (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Imam Syafi'i Rahimahullah berkata: "Menyambung persaudaraan itu bisa dengan harta, berbakti, berbuat adil, berkata lemah lembut, dan saling kirim surat berdasarkan hukum Allah. Tetapi tidak boleh dengan memberikan walayah (kecintaan dan pembelaan) kepada orang-orang yang terlarang untuk memberikan walayah kepada mereka (orang-orang kafir)" Ibnu Hajar Rahimahullah bekata: "Kemudian bahwa berbakti, menyambung persaudaraan dan berbuat baik itu tidak mesti dengan mencintai dan menyayangi (terhadap orang kafir walaupun orang tuanya) yang hal itu dilarang di dalam firman Allah : Kamu tidak akan menjumpai satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah: 22), karena sesungguhnya ayat ini umum untuk (orang-orang kafir) yang memerangi ataupun yang tidak memerangi". (Fathul Bari V/ 233). Dalam kitabul 'Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa'ad bin Malik , dia berkata: "Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: "Hai Sa'ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu!" Aku menjawab: "Hai Ibu! Jangan lakukan itu". Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: "Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu". (Tafsir Ibnu Katsir III/791). Hadits kelima: Dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi berkata: "Ketika kami sedang duduk dekat Rasulullah , tiba-tiba datang seorang laki-laki dari (suku) Bani Salamah lalu berkata: "Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat Beliau bersabda: "Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampum untuk keduanya, menunaikan janji, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya". (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya) Hadits keenam: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kamu (dari perbuatan) durhaka kepada para ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan apa yang menjadi kewajibanmu untuk diberikan, dan
[balita-anda] Understanding Positive Parenting 2
--- Mailing List Daarul Fikri Edisi: 030 / Th. I -- Rabu, 12 Dzulqa'dah 1423H / 15-Jan-2003 Kolom : Keluarga Sakinah Judul : Understanding Positive Parenting 2 Sumber : Mohamad Fauzil Adhim --- Understanding POSITIVE PARENTING 2 Ada beberapa hal penting dalam menyikapi iktikad positif anak yang salah waktu. Pertama, menunjukkan respon yang baik kepada iktikad positifnya. Bukan pada tindakannya. Kita menunjukkan pada anak bahwa kita menghargai dan menerima iktikadnya. Kita berterima-kasih kepadanya, menunjukkan penerimaan kepada dirinya. Kedua, mengarahkan anak pada perilaku lain yang lebih sesuai. Cara ini lebih mudah diterima oleh anak daripada memberikan larangan terhadap apa yang sedang dilakukannya. Larangan ketika anak sedang bersemangat melakukan yang positif meskipun salah waktubisa dianggap sebagai penolakan, sehingga ia justru melakukan tindakan negatif. Sekedar larangan juga tidak memberi alternatif bagi anak apa yang seharusnya ia kerjakan. Ketiga, menunjukkan kepada anak bahwa perilaku lain yang kita sarankan lebih sesuai dengan iktikad positif anak. Kita bisa menyampaikan kepada anak bahwa dengan bermain di luar kamar, atau tidur dengan baik di dekat adiknya, akan menjadikan adiknya lebih tenang, sehingga adiknya merasa lebih disayang. Keempat, sampaikanlah dengan lembut dan empatik. Rasulullah Saw. bersabda, Sesungguhnya, kelembutan itu apabila ada pada sesuatu ia akan memperindahnya, dan apabila ia tercerabut dari sesuatu akan tercelalah ia. (HR. Muslim). Agar bisa menerapkan dengan baik, orangtua perlu belajar mengelola emosi. Kunci keberhasilan dalam melakukan keempat hal tersebut terletak pada kendali emosi yang baik. Jika kita sedang panik, tekanan emosi cukup tinggi, atau ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat, ketenangan akan hilang dari diri kita. Apalagi kalau kita dikuasai oleh amarah, kita tidak lagi mampu berpikir jernih untuk dapat melakukan langkah pertama, kedua dan ketiga. Kita sulit menemukan kata-kata yang tepat, bukan karena tidak memiliki perbendaharaan kalimat yang baik, tetapi karena emosi kita sedang sangat negatif. Sementara untuk bisa berlemah-lembut dan empatik, juga memerlukan pengendalian emosi yang baik. Alhasil, bekal yang harus kita miliki adalah kendali emosi yang matang. Kita memiliki kesabaran. Dan inilah yang perlu kita benahi terus menerus. Tanpa itu, kita tidak bisa menerapkan positive parenting. Sampai sekarang, saya masih terus belajar mengelola emosi. Jujur saya katakan, emosi saya masih sering meletup-letup meski saya sangat meyakini bahwa cara paling efektif menghadapi anak adalah dengan pikiran positif, emosi positif dan hati yang jernih. Tetapi mengelola emosi memang butuh kemauan yang keras dan kesediaan untuk berproses terus-menerus. Butuh kesediaan untuk melakukan proses pembelajaran yang tiada henti. Tanpa itu semua, pemahaman tentang positive parenting akan sia-sia. Pengetahuan kita tentang bagaimana menghadapi anak akan tidak berguna, sehingga teori tinggal teori. Tidak lagi menjadi pijakan yang kokoh dalam melangkah. Catatan kecil ini berarti, tak ada tempat bagi kata putus asa untuk terus-menerus belajar mengelola emosi. Meskipun berkali-kali saya melakukan kesalahan dalam menyikapi anak, tetapi tekad untuk memperbaiki cara dan sikap harus dipertahankan. Salah satu cara adalah dengan menempelkan di dinding kamar kalimat-kalimat yang bisa memacu diri sendiri untuk senantiasa lebih lembut, lebih tenang dan lebih mampu mengendalikan emosi. Cara lain adalah menghidupkan pembicaraan tentang bagaimana seharusnya menghadapi anak, dan bukan sibuk memperbincangkan kerewelan-kerewelan mereka. Selain itu, perbincangan dari hati ke hati dengan istri di saat-saat khusus memberi manfaat yang luar biasa besar untuk introspeksi kesalahan dan memperbaiki niat, komitmen dan visi dalam menghadapi anak setiap hari. Di antara berbagai cara membangkitkan semangat mendidik dengan lebih baik, perbincangan dengan istri, saya rasa memberi kekuatan yang lebih besar. Kita bisa lebih mudah menyadari kesalahan-kesalahan kita, sehingga terdorong untuk lebih bersemangat memperbaikinya. Tentu saja, perbincangan semacam ini hanya akan efektif apabila dilakukan dengan hati yang terbuka. Keduanya siap melihat kenyataan bahwa masing-masing masih melakukan sangat banyak kesalahan dalam mendidik anak. Tanpa kesediaan untuk melihat kesalahan sendiri, perbincangan itu justru melahirkan arena tinju dimana masing-masing saling mengintai kesempatan untuk memukul jatuh. Alhasil, keberhasilan kita mendorong anak bersikap sehat (supporting to healthy attitudes) sangat dipengaruhi oleh kesediaan kita sendiri untuk bersikap yang lebih baik. Mendidik anak menjadi lebih baik berarti membenahi diri sendiri. Inilah yang kadang membuat kita lelah. Begitupun mendidik dengan cara yang lebih
[balita-anda] Peran Wanita Sebagai Istri Idaman
--- Mailing List Daarul Fikri Edisi: 020 / Th. I -- Kamis, 29 Syawal 1423H / 02-Jan-2003 Kolom : Keluarga Sakinah Judul : Peran Wanita Sebagai Istri Idaman Sumber : Ummu Ahmad - Buletin An-Nur --- PERAN WANITA SEBAGAI ISTRI IDAMAN Sungguh kaum wanita telah melewati suatu masa yang mana mereka ditempatkan pada posisi yang tidak layak, tidak proporsional dan sangat memilukan, tidak ada perlindungan bagi mereka, hak-hak mereka dihancurkan, kemauan mereka dirampas, jiwa mereka dibelenggu, bahkan saat itu mereka berada pada posisi yang amat rendah dan hina. Pada zaman Romawi seorang suami bisa menetapkan hukuman mati kepada istrinya jika suaminya menghendaki, bangsa Romawi menganggap bahwa wanita adalah sama dengan harta dan perabot rumah tangga, sementara bangsa Yahudi menganggap wanita adalah najis atau kotor, dan yang lebih buruk lagi adalah sikap orang Nashrani yang mempertanyakan keberadaan wanita, apakah wanita itu manusia yang memiliki jiwa atau tidak?! Yang pada akhirnya perlakuan buruk ini mencapai puncaknya dengan menganggap wanita sebagai sumber keburukan, di mana wanita dikubur hidup-hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa Arab Jahiliah. Setelah melalui berbagai macam kebiadaban dan perlakuan pahit sepanjang masa, muncullah cahaya Islam yang menempatkan wanita pada posisi yang adil untuk melindungi kehormatan mereka. Islam memberikan hak-hak wanita secara sempurna tanpa dikurangi, juga meninggikan derajat wanita yang masa sebelumnya mereka dihinakan dan direndahkan sepanjang sejarah. Islam memproklamirkan bahwa wanita adalah manusia sempurna, memberikan hak-haknya secara wajar dan manusiawi serta menjaga mereka agar tidak dijadikan pelampiasan syahwat belaka yang diperlakukan seperti binatang. Islam menjadikan wanita sebagai unsur yang memegang peranan penting dalam membangun masyarakat yang beradab. Untuk mencapai tujuan itu, Islam menjadikan kasih sayang antara suami dan isteri sebagai penjaga kelangsungan hidup berumah tangga. Kecintaan dan kasih sayang seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti adanya karakter yang kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinya, sehingga hal itu akan menghindarkan dirinya dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain. Diantara kebahagian seorang suami adalah dikaruniainya isteri yang shalehah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalehah, jika engkau meman-dangnya maka engkau kagum kepadanya, dan jika engkau pergi darinya (tidak berada di sisinya) engkau akan merasa aman atas dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia melontarkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi darinya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu." (HR. Ibnu Hibban dan lainnya dalam As-Silsilah ash-Shahihah hadits 282) Dalam sabdanya yang lain: "Dan isteri shalehah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-sebaik (harta) yang disimpan manusia." (HR. Baihaqi dalam Syu'abul Iman, Shahihul jami' 4285) Oleh karena itu isteri shalehah adalah idaman bagi setiap suami shaleh di setiap waktu dan tempat. Isteri idaman dia adalah wanita mukminah, wanita shalehah yang jiwanya sebagai cerminan ilmu syar'i yang hanif, aqidahnya murni, akhlaknya agung, dan perangainya baik, untuk mendapatkannya harus diperhatikan hal-hal berikut: Cara memilih isteri idaman Memilih wanita karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Wanita itu dinikahi karena empat hal: Hartanya, keturunannya, kecantikan-nya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tangan-mu akan berdebu (miskin merana)." (HR.Al-Bukhari, Fathul Bari 9/132) Dengan memilih wanita yang berasal dari lingkungan yang baik dan karakter yang benar-benar shalehah maka akan menghasilkan ketenangan dalam hidup berumah tangga. Karena adat kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya. Diutamakan yang gadis sebagai-mana sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "(Nikahilah)gadis-gadis sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit(qanaah). dan dalam riwayat lain "Lebih sedikit tipu dayanya". (HR.Ibnu Majah No.1816 dan dalam As Silsilah ash Shahihah , hadits No.623) Diutamakan wanita yang subur atau tidak mandul, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Kawinilah wanita yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesung-guhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari kiamat." (HR. Imam Ahmad 3/245 dari Anas, dikatakan dalam Irwaul Ghalil hadits ini shahih) Aqidah isteri idaman Seorang isteri idaman harus
[balita-anda] Positive Parenting 2
Mailing List Daarul Fikri Edisi : 040 / Th. I -- Kamis, 5 DzulHijjah 1423H / 06-Feb-2003 Kolom : Keluarga Sakinah Judul: Positive Parenting 2 Sumber : M. Fauzil Adhim Positive Parenting 2 Masih dari Papalia & Olds. Penulis buku Human Development ini menjelaskan, anak-anak usia 3 sampai 5 tahun yang memiliki kedekatan hubungan dengan orangtuanya terbukti lebih besar rasa ingin tahunya, lebih kompeten, dan dapat bergaul bersama teman sebaya dengan lebih baik serta mampu mengembangkan persahabatan yang lebih erat dibanding anak-anak yang kurang memiliki kemesraan dengan orangtuanya. Anak-anak yang hubungannya dengan orangtua sangat baik juga cenderung mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Mereka lebih independen dan lebih jarang menggantungkan pada pertolongan guru untuk melakukan berbagai hal tatkala di TK. Lalu apa yang terjadi jika anak tidak memiliki attachment yang baik? Ada beberapa akibat yang sangat mungkin terjadi. Anak-anak yang dibesarkan dengan kedekatan hubungan yang kacau, cenderung suka bermusuhan dengan anak-anak lain ketika ia berusia lima tahun, demikian Repacholi dkk (1993) menuturkan sebagaimana dikutip oleh Papalia & Olds. Secara ringkas, didapati bahwa anak-anak yang memiliki problem attachment (kedekatan dengan orangtua) cenderung memiliki problem-problem lain. Salah satu problem yang sering muncul pada anak yang kurang memiliki kedekatan dengan orangtua adalah kecenderungan anak untuk menghindar dari teman-teman sebaya atau orang-orang dewasa. Ia lebih suka menyendiri dan sulit diajak berkomunikasi oleh guru (adakah Anda menjumpai anak yang demikian?). Anak-anak yang tidak memiliki kedekatan hubungan (lack of attachment) dengan orangtua atau orang dewasa lainnya, cenderung memiliki problem-problem psikis. Ada tiga problem yang biasa muncul. Pertama, anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhan attachmentnya lebih mudah mengalami gangguan neurosis. Kedua, ketiadaan attachment menjadikan anak tidak mampu berprestasi sesuai dengan kemampuannya (under-achievement). Akibatnya, sekalipun anak memiliki IQ sangat tinggi, ia sulit mencapai prestasi akademik yang bagus. Ini pada gilirannya dapat menyebabkan anak tidak memiliki sense of competence yang bagus. Sehingga sekalipun anak memiliki banyak sekali kelebihan, ia merasa minder, tidak berharga atau sekurang-kurangnya tidak yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan-kemampuan yang sesungguhnya telah ada pada dirinya. Karena tidak memiliki sense of competence yang bagus, ia kurang dapat mengembangkan diri dan tidak berani memunculkan gagasan-gagasan cemerlang, meskipun semua keahlian yang dibutuhkan telah ada padanya. Jika anak tidak memiliki sense of competence, maka apa gunanya Anda menggembleng kemampuan otaknya? Apa gunanya les-les yang Anda berikan? Apa gunanya sekolah menyelenggarakan program-program khusus untuk meningkatkan kemampuan siswanya jika mereka sendiri tidak merasa yakin dengan dirinya? Sungguh, menyemai kebahagiaan, perasaan positif dan tujuan hidup yang bermakna jauh lebih berguna dari semua upaya-upaya peningkatan kecerdasan. Ketika anak berada pada situasi emosi positif, maka kapasitas intelektualnya akan berkembang dengan lebih baik, sehingga insya-Allah ia akan lebih cerdas. Selain itu, rangsangan emosi positif juga akan menjadikan anak lebih mudah diajak melakukan hal-hal positif. Ketiga, anak-anak yang dibesarkan tanpa adanya attachment yang bagus dengan orangtua maupun orang dewasa lain yang dekat dengan kehidupannya, cenderung mengalami hambatan-hambatan emosi dalam mengembangkan dirinya maupun dalam menjalin hubungan sosial. Ia hidup tanpa perasaan yang nyaman dan mantap. Kecuali jika ia menemukan nilai-nilai yang menggetarkan dirinya (enlightenment), terutama ketika ia menginjak usia-usia kritis, baik pada masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja maupun dari remaja ke masa dewasa awal. Jika pemenuhan kebutuhan attachment dan penumbuhan emosi positif memang jauh lebih penting daripada segala bentuk peningkatan kecerdasan, maka apakah yang ingin Anda lakukan sekarang terhadap anak-anak Anda? Ketika Anda menginginkan anak-anak Anda sangat gandrung membaca, maka apakah yang Anda persiapkan? Apakah Anda berencana untuk meluangkan waktu menemani dia membaca sambil berguling-guling di lantai? Ataukah Anda akan belikan dia banyak buku, lalu Anda akan mengetes kemapuannya manakala dia telah membaca buku-buku tersebut. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang perlu diajukan, disamping banyak juga contoh-contoh cemerlang yang dapat kita tengok dari Nabi kita dalam mendidik anak dengan emosi positif. Tetapi, maafkanlah, perbincangan dalam masalah ini kita sudahi dulu. Insya-Allah kita akan memperbincangkan lewat tulisan dengan lebih mendalam di lain kesempatan. Sekarang, marilah kita kembali pada pembicaraan kita tentang pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Steven W. Vanoy. Kedua, anak-anak yang bahagia dan cemerlang sulit lahir dala
[balita-anda] Positive Parenting 1
Mailing List Daarul Fikri Edisi : 040 / Th. I -- Rabu, 4 DzulHijjah 1423H / 05-Feb-2003 Kolom : Keluarga Sakinah Judul: Positive Parenting 1 Sumber : M. Fauzil Adhim Positive Parenting 1 ( Cara Pengasuhan Anak Yang Positif ) " Ketidakbahagiaan anak-anak kita adalah musibah besar di masa dewasa mereka dan hari tua kita " Steven W. Vanoy, termasuk satu di antara sedikit orang Nebraska yang beruntung. Dalam usianya yang masih sangat muda, ia telah mencapai karier yang sukses, seorang istri yang cantik dan dua putri yang mempesona. Ia memiliki segala hal yang dapat memberi kesenangan hidup, kecuali satu hal : kehangatan komunikasi antara dia dengan istri dan anak-anaknya. Ia larut dalam kariernya, atau bahkan tenggelam sehingga tidak bisa lagi mengelak dari kesibukan-kesibukan kerja yang memburunya. Tidak memerlukan waktu lama untuk mengetahui konsekuensi kehidupan dengan prioritas semacam ini, kata Vanoy ketika bercerita tentang kesibukannya yang padat sehingga tak ada waktu buat keluarga, Istri dan anak-anak saya meninggalkan saya. Vanoy tidak pernah menduga bahwa peristiwa semacam ini bisa terjadi dalam keluarganya, sebuah keluarga berantakan dengan seorang suami yang memiliki karier cemerlang. Akibatnya Vanoy mengalami distress, bahkan meningkat sampai kecenderungan depresi. Ia telah kehilangan segalanya. Ia merasa hidupnya tidak berharga lagi, sehingga muncul keinginan untuk bunuh diri ketika kariernya telah hancur. Sudah tidak ada lagi yang dapat diharapkan dari dunia ini ; keluarga telah meninggalkan dirinya, dan karier sudah berakhir manakala ia terombang-ambing oleh ratapannya terhadap kepergian istri dan anak-anaknya. Tetapi persitiwa besar terjadi pada Steven W. Vanoy. Di saat ia ingin mengakhiri hidupnya tetapi takut mati, sementara untuk hidup sudah tidak ada artinya sama sekali, Vanoy menemukan jalan dalam dirinya. Di tengah malam yang sunyi, ia menemukan kesalahan-kesalahan mendasar yang telah terjadi selama ini dalam hidupnya. Ia terlalu banyak memikirkan karier dan lupa memberi perhatian pada keluarganya. Ia merasa bahwa melahirkan anak yang unggul adalah dengan menjamin ketersediaan dana dan fasilitas yang memadai untuk maju. Pesan amat jelas yang saya dapatkan malam itu adalah bahwa tanpa uang pun, kata Vanoy, saya dapat memberi mereka anugerah yang dapat mengubah hidup mereka, anugerah yang dapat membantu mereka menciptakan kehidupan yang jauh lebih kaya dan sempurna daripada yang dapat dibeli dengan uang. Pemberian seperti sepeda, pakaian, atau mainan elektronik tidak dapat dibandingkan dengan landasan anugerah tak ternilai yang berupa kualitas dan nilai-nilai, baik masa kini maupun masa yang aka datang, kata Vanoy menuturkan dalam bukunya 10 Anugerah Terindah untuk Ananda. Percikan kesadaran ini menjadikan Vanoy bangkit dari keterpurukan dan perasaan tak berguna. Ia memperbaiki kembali kehidupannya, merajut lagi komunikasinya dengan keluarga. Ia dapat meraih kembali arti hidup yang bermakna, meski ia harus kehilangan istrinya. Sebab, orang yang dicintainya itu sudah tak bisa lagi kembali dalam kehidupannya. Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari Vanoy? Banyak. Tetapi untuk pembicaraan kita kali ini, ada dua hal yang menarik untuk kita perbincangkan bersama. Pertama, Anugerah utama yang dapat kita berikan kepada anak untuk mengantarkan mereka menjadi manusia yang sempurna, bukanlah terletak pada uang dan kemampuan menyediakan fasilitas. Sudah banyak anak-anak yang hancur tanpa masa depan, meski orangtua lebih dari sekedar mampu memberikan segala fasilitas untuk kemajuan anak-anaknya. Sebaliknya, betapa banyak orang yang terekam dalam catatan emas sejarah, meski mereka dibesarkan dalam keadaan yang serba kekurangan dan bahkan mengenaskan secara ekonomi, akan tetapi mereka memperoleh kasih-sayang dan nilai-nilai yang mengokohkan jiwa. Siapa pun kita dan betapa pun terbatasnya kemampuan keuangan kita, memiliki tanggung-jawab yang sama besarnya dalam mengantarkan anak-anak kita untuk mengerti betapa hidup ini berharga dan betapa ada tugas-tugas hidup yang harus ditunaikan. Andaikan kesempurnaan dalam melaksanakan tanggung-jawab sebagai orangtua terletak pada kemampuan menyediakan sarana, maka tanggung-jawab tiap-tiap orangtua di hadapan Allah Taala akan berbeda-beda tiap orang. Tapi tidak. Kita kelak akan mempertanggungjawabkan perkara yang sama dengan tanggung-jawab yang sama pula, meski kita berbeda dalam kemampuan memenuhi keperluan anak. Lihatlah, bagaimana sejarah telah mengajarkan kepada kita betapa banyak anak-anak yang tercukupi kebutuhan fisiknya, harus terhempas karena tak mendapatkan pelabuhan jiwa di rumahnya. Sementara mereka yang dibesarkan dengan rasa lapar dan airmata, tumbuh menjadi manusia-manusia besar yang memberi warna emas pada lembaran sejarah. Kernanya, pikiran kita jangan lagi menempatkan harta dan ketersediaan sarana sebagai pra-syarat untuk melahirkan generasi yang tangguh. Sekal