Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
Menurutku dua2nya ga ada yg salahnya tuh. Semua tergantung dengan pilihan kita. Saya dulu juga saya pernah mengalami hal tersebut. Hidup adalah pilihan bukan? Waktu saya menjadi FTM, malah kalo dihitung2 waktu saya lbh banyak habis buat ngomelin anak dan suster. Skr, saya bekerja, waktu untuk anak kayaknya lbh berkualitas. Jarang ngomel2...hahahahaha... Susan 08159117983 *Pengen Tau Tentang Prudential??? Tanya saya. -Original Message- From: Rina Ulandari Date: Mon, 26 Apr 2010 01:03:03 To: Subject: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ? Dear Moms, Sharing lagi ya... Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah jalan'..hehehe Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi ibu rumah tangga. jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan quantitas' dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia hanya dengan Mbak nya... Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. Regards RIna
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
Kalo mbak Rina bingung ,coba : 1. bikin positif dan negatifnya dari bekerja dan tidak bekerja. Kalo lihat dari negatifnya..adakah jalan keluar yang masih bisa ditolerir ? Trus bandingkan. 2. Lihat juga apakah bulanan / gaji suami cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kalian termasuk untuk ortu masing-masing + saving. 3. Suami cenderung lebih senang mbak bekerja atau jadi ibu rumah tangga? 4. Coba buat juga target dalam rumah tangga...misal mau beli rumahkah, mobilkah,sekolah anak harus seperti inikah,dll. Trus kira-kira kalo dari penghasilan suami aja bisa g tercapai ? 5. Jangan lupa kalo mbak muslim, bisa pakai sholat istikharoh kalo emang bener-bener berat dua-duanya. Dari situ Insya Allah akan ada jawabannya. Maaf kalo g membantu Thanks & Regard Tri Puji Rahayu PT. MNC Sky Vision Wisma Indovision Lt. 10 Jl. Raya Panjang Z/III Jakarta 11520 telp : 5828000 ext.9224 www.lidiyazhafira.blogspot - Original Message - From: "Rina Ulandari" To: Sent: Monday, April 26, 2010 3:03 PM Subject: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ? Dear Moms, Sharing lagi ya... Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah jalan'..hehehe Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi ibu rumah tangga. jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan quantitas' dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia hanya dengan Mbak nya... Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. Regards RIna -- Info Balita: http://www.balita-anda.com Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
Mohon maaf sebelumnya... topik bahasan ini termasuk salah satu topik yg selu dilematik dan pasti jadi ajang debat kusir karena itu di peraturan milis disampaikan untuk menghindari diskusi ttg masalah ini> untuk respon pertanyaan ibu Rina mohon agar member yang akan memberikan pendapat sebaiknya japri saja rgds Lita mods BA 2010/4/26 Rina Ulandari > Dear Moms, > Sharing lagi ya... > Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani > biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah > jalan'..hehehe > > Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi > ibu rumah tangga. > jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya > benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak > dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya > harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. > Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan > berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah > semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan > jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number > one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya > tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an > > Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' > buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas > buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. > memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama > anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan > quantitas' > dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana > bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? > disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia > hanya dengan Mbak nya... > > Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. > > > Regards > RIna > > > -- rgds, Lita
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
Maaf mbak ngk bisa ngasih pendapat apa2, karena tiap ibu pasti punya alasan masing2 untuk memilih jadi working mom atau ftm. bagi saya, yang penting pilihan yang dibuat harus saya jalanin dengan sebaik mungkin dan ikhlas. itu yang terpenting Thanks & B'rgds Rully/Shipping Dept Ph: 021 44820889 Ext. 140 - Original Message - From: "Rina Ulandari" To: Sent: Monday, April 26, 2010 3:03 PM Subject: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ? Dear Moms, Sharing lagi ya... Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah jalan'..hehehe Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi ibu rumah tangga. jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan quantitas' dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia hanya dengan Mbak nya... Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. Regards RIna -- Info Balita: http://www.balita-anda.com Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
neh ada satu kalimat bagus : quality needs quantity pada dipikir ndiri deh *termasuk gw m,aksudnya* :P - Original Message From: Rina Ulandari To: balita-anda@balita-anda.com Sent: Monday, April 26, 2010 15:03:03 Subject: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ? Dear Moms, Sharing lagi ya... Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah jalan'..hehehe Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi ibu rumah tangga. jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan quantitas' dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia hanya dengan Mbak nya... Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. Regards RIna -- Info Balita: http://www.balita-anda.com Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com
[balita-anda] Ibu Rumah Tangga Atau Ibu bekerja ?
Dear Moms, Sharing lagi ya... Mohon dimaklumi sebelumnya, saya masih ibu baru dan belum 3 tahun menjalani biduk rumah tangga, jadi harus banyak tanya agar saya tidak 'salah jalan'..hehehe Saya sebenarnya punya dilema, haruskah saya tetap bekerja atau saya menjadi ibu rumah tangga. jujur dalam hati saya, saya ingin sekali tinggal di rumah, dg begitu saya benar bisa 100% membesarkan anak saya, mengatur rumah tangga dan tidak dipusingkan dengan masalah pembantu yang notabene selalu saja menurut saya harus kita yang lapang dada sama mereka, karena kita butuh dia jagain anak. Tapi, jika pilihan ini yang sama ambil, mungkin secara finansial saya akan berubah drastis, saya harus cukup dengan gaji suami, dan saya harus merubah semua pola hidup saya, termasuk mungkin kepada anak saya, spt mainan, jalan jalan atau juga dokter..pokoknya saya tidak bisa lagi berikan ..'number one' buat dia..bahkan mungkin beberapa kenyamanan akan hilang bila saya tidak kerja, tapi saya bisa selalu bersama anak saya..walau hidup pas pas an Jika saya tetap bekerja, saya bisa berikan hampir semua yang 'number one' buat anak, jadi , tapi mungkin kesabaran dan waktu saya , menjadi terbatas buat dia, karena kesabaran dan waktu saya harus saya bagi di tempat kerja.. memang yang penting kualitas..tapi ada nurani ibu untuk bisa selalu bersama anak, tidak bisa digantikan dengan istilah ' yang penting kualitas bukan quantitas' dan energi saya saat pulang kerja, sudah lumayan terkuras habis..bagaimana bisa memberikan kualitas yang baik untuk anak? disamping itu, saya juga selalu cemas dg kondisi anak di rumah, karena dia hanya dengan Mbak nya... Mom's, please dong ..minta pendapatnya.. Regards RIna
RE: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga
setuju banget mba.satu hal yg pernah aku denger.en sampe sekarang selalu tengiang2.. aku seneng sekali kalo' ditemenin mama ku belajar loh kak.. en rasanya kalo liat mama pulang ktr..en ngajak main.rasanya seneng banget... itu semua keluar dari mulut sepupuku yg selama dia se usia ekolah mamanya kerja seperti aku en yg bikin aku supraise ..dia bilang itu semua teringet ampe dia gede sekarang.. ( saat hal ini terlontar..kami keluarga besar lagi diskusi ttg ibu bekerja en ibu RT ) mungkin aku blm bisa seperti mamaku seorang ibu RT, tp yg utama masalah perhatian u/ keluarga adalah kewajiban ortang tua, seorang ibu wanita karir mau capek kayak apapun ama ktrama proyek kerjaan, yg namanya pulang ke rumah yah ladenin suami.anak..pekerjaan RT blm lagi ngurusin masalah ama suster atau mba nya anak2 , ribet siy...tp konsukuensi hidup..semua pilihan yg penting pinter berbagi waktu en menempatkan diri... en aku pingin jika salma daffa ku besar nanti, dia tetep bangga walo' bundanya kerja.tp tetep bisa jadi yg terbaik u/ mereka ..amin rgrds, ( maaf yah nak, bunda masih harus tetap bekerja ) -Original Message- From: Lif Rahayu [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, 26 September, 2006 11:49 AM To: balita-anda@balita-anda.com Subject: Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga Bu, Pendapat yang bilang kayaknya jelek amat ibu bekarja, dan pasti anaknya kurang perhatian dan lain sebagainya. Ibu bekerja pasti sudah punya pertimbangan matang, dan bisa jadi ujung2nya justru karena sayang banget dengan anak2. Ada juga lho udah ibunya gak kerja alias ibu rumahtangga, anaknya malah kena narkoba etc, jadi ya gak jaminan, kalo jadi ibu rumah tangga tapi ngerumpi doang, kerjaannya nenangga, belum lagi marah2 terus sama suaminya kalo duit dari suami dirasa kurang, apa gak bikin anak stress tuh... Hari gini, semua harga2 mahal. Mungkin gak masalah kalo suaminya gajinya bekecupun, lha kalo tidak, gaji 2 juta, anak 2, jaman sekarang, bisa muter2 tuh cari2 cara buat bayar semuanya, cicilan rumah, listrik, telpon, makan...etc. Menjadi ibu karir, gak berarti pekerjaan rumahtangga terlepas, tetap saja, yg namanya pulang ke rumah, disibukkan oleh masak, ngurus anak, ngurus suami, ngurus keuangan keluarga. Tetep bu, gak berarti semua itu dilepas begitu aja. Wah, mubengnya kepala saya kalo si dedek panas badannya sedikit. Jadi, apakah ibu bekerja atau ibu rumah tangga adalah pilihan yang dibuat berdasarkan pertimbangan matang dari suami dan istri. Jika pilihan sudah diambil, ya, musti kerjasama, gimana caranya anak gak kekuarangan perhatian kalau istri kerja. Perhatian gak cuma dari ibu lho, bapaknya juga mesti merhatiin anaknya, mosok ibunya semua. Pilihan mana yg diambil, asal membuat semua pihak legowo dan hepi, gak masalah. Maaf jika gak berkenan. Lif-Mama Nayma On 9/26/06, Ummu Auliya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > artikel yang bagus > ^_^ > saya sendiri heran kalau orang bilang, "Sayang sekolah tinggi2 kok cuma > tinggal di rumah ngurus anak". Padahal perkembangan jaman menuntut ibu yg > smart, yg bisa mengikuti perkembangan anaknya, baik pelajaran anaknya, > sekaligus bisa mengikuti perkembangan teknologi, biar gak kecolongan sama > anaknya... Kalau ibunya kurang pendidikannya, masih untung kalo bisa > membiayai kursus dll untuk mendukung pelajaran anaknya, kalo nggak? Anak > bisa stres sendiri, karena susah sendiri gak ada yg bantuin, gak ada yg > bisa > kasih ide apa kek... hasilnya kalo gak jalan pintas nyontek pas ujian, ya > ngutang buat nyogok? hehehe parah banget. temen ibu saya punya anak > tunggal, > ibu bapak sibuk meniti karir walaupun di bidang pendidikan, tapi ya gitu, > pulang malem pergi pagi, anak sama pembantu, tapi ingin anak juara,masuk > IPA, diikutin kursus ini itu. ternyata anaknya mungkin memang gak mampu > untuk jadi anak IPA, bisanya dan minatnya IPS. tapi dia gak punya > kesempatan > untuk sharing dg orangtuanya, minimal ibunya. hasil akhirnya dia stres dan > gantung diri... ihiks jadi inget kisah sedih itu... > Istri yg smart saya rasa bisa mengikuti pekerjaan suaminya di kantor, bisa > ngasih masukan, bisa ngasih dukungan... walaupun bukan bidang yg sama, yg > namanya smart pasti bisalah mengikuti "cerita" kerjaannya suami dari > rumah... > > Mungkin "berantakannya" perilaku dan pendidikan anak jaman sekarang > sedikit > banyak disumbangkan oleh terlalu sibuknya ibu berkarir. Padahal ibu adalah > tiang rumah tangga. Kalau baik ibunya, insyaalloh baik juga anak dan rumah > tangganya. > Tapi gak semua ibu bekerja menyebabkan kurangnya perhatian pada anak dari > segala sisi, mungkin tergantung kerjaannya juga, kalao bisa pergi pagi > pulang siang, macem ibu saya dulu, anak masih sempet liat ibunya dan > sharing > ini dan itu. lah kalo pergi pagi buta pulang mal
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga
Bu, Memang hidup adalah pilihan, saya punya teman loh seorang Ibu Rumah tangga yang sangat tegar, dia juga kuliah menjadi tulang punggung kelurga juga, menjadi ibu serta bapak sekaligus untuk anaknya dan ibu kandungnya, kadang saya suka memposisikan diri saya seperti teman saya, sepertinya saya tak sanggup. saya sangat bangga dan kagum akan ketegarannya yang tidak pernah mengeluh dan malah selalu memberi support untuk teman-temannya, apapun itu dan bagaimanapun kita sebagai wanita, berbahagialah dan tegarlah untuk segala pilihan yang kita pilih. semua pilihan itu bagus kita sesama wanita saling menghargai dan menghormati pilihan diri kita, teman kita dan siapapun itu bersyukur atas nikmat ALLAH berikan serta konsekwen menjalaninya, agar i hidup terasa lebih indah dan bermakna, karena Tuhan akan selalu memberi cobaan kepada setiap umatnya. tanpa terkecuali. On 9/26/06, Lif Rahayu <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Bu, Pendapat yang bilang kayaknya jelek amat ibu bekarja, dan pasti anaknya kurang perhatian dan lain sebagainya. Ibu bekerja pasti sudah punya pertimbangan matang, dan bisa jadi ujung2nya justru karena sayang banget dengan anak2. Ada juga lho udah ibunya gak kerja alias ibu rumahtangga, anaknya malah kena narkoba etc, jadi ya gak jaminan, kalo jadi ibu rumah tangga tapi ngerumpi doang, kerjaannya nenangga, belum lagi marah2 terus sama suaminya kalo duit dari suami dirasa kurang, apa gak bikin anak stress tuh... Hari gini, semua harga2 mahal. Mungkin gak masalah kalo suaminya gajinya bekecupun, lha kalo tidak, gaji 2 juta, anak 2, jaman sekarang, bisa muter2 tuh cari2 cara buat bayar semuanya, cicilan rumah, listrik, telpon, makan...etc. Menjadi ibu karir, gak berarti pekerjaan rumahtangga terlepas, tetap saja, yg namanya pulang ke rumah, disibukkan oleh masak, ngurus anak, ngurus suami, ngurus keuangan keluarga. Tetep bu, gak berarti semua itu dilepas begitu aja. Wah, mubengnya kepala saya kalo si dedek panas badannya sedikit. Jadi, apakah ibu bekerja atau ibu rumah tangga adalah pilihan yang dibuat berdasarkan pertimbangan matang dari suami dan istri. Jika pilihan sudah diambil, ya, musti kerjasama, gimana caranya anak gak kekuarangan perhatian kalau istri kerja. Perhatian gak cuma dari ibu lho, bapaknya juga mesti merhatiin anaknya, mosok ibunya semua. Pilihan mana yg diambil, asal membuat semua pihak legowo dan hepi, gak masalah. Maaf jika gak berkenan. Lif-Mama Nayma On 9/26/06, Ummu Auliya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > artikel yang bagus > ^_^ > saya sendiri heran kalau orang bilang, "Sayang sekolah tinggi2 kok cuma > tinggal di rumah ngurus anak". Padahal perkembangan jaman menuntut ibu yg > smart, yg bisa mengikuti perkembangan anaknya, baik pelajaran anaknya, > sekaligus bisa mengikuti perkembangan teknologi, biar gak kecolongan sama > anaknya... Kalau ibunya kurang pendidikannya, masih untung kalo bisa > membiayai kursus dll untuk mendukung pelajaran anaknya, kalo nggak? Anak > bisa stres sendiri, karena susah sendiri gak ada yg bantuin, gak ada yg > bisa > kasih ide apa kek... hasilnya kalo gak jalan pintas nyontek pas ujian, ya > ngutang buat nyogok? hehehe parah banget. temen ibu saya punya anak > tunggal, > ibu bapak sibuk meniti karir walaupun di bidang pendidikan, tapi ya gitu, > pulang malem pergi pagi, anak sama pembantu, tapi ingin anak juara,masuk > IPA, diikutin kursus ini itu. ternyata anaknya mungkin memang gak mampu > untuk jadi anak IPA, bisanya dan minatnya IPS. tapi dia gak punya > kesempatan > untuk sharing dg orangtuanya, minimal ibunya. hasil akhirnya dia stres dan > gantung diri... ihiks jadi inget kisah sedih itu... > Istri yg smart saya rasa bisa mengikuti pekerjaan suaminya di kantor, bisa > ngasih masukan, bisa ngasih dukungan... walaupun bukan bidang yg sama, yg > namanya smart pasti bisalah mengikuti "cerita" kerjaannya suami dari > rumah... > > Mungkin "berantakannya" perilaku dan pendidikan anak jaman sekarang > sedikit > banyak disumbangkan oleh terlalu sibuknya ibu berkarir. Padahal ibu adalah > tiang rumah tangga. Kalau baik ibunya, insyaalloh baik juga anak dan rumah > tangganya. > Tapi gak semua ibu bekerja menyebabkan kurangnya perhatian pada anak dari > segala sisi, mungkin tergantung kerjaannya juga, kalao bisa pergi pagi > pulang siang, macem ibu saya dulu, anak masih sempet liat ibunya dan > sharing > ini dan itu. lah kalo pergi pagi buta pulang malem jeput, gimana tau > anaknya > lagi stres masalah apa, perlu apa, perlu belaian gak... (jablay... > halaaah). > Larinya ke pergaulan bebas karena merasa bisa mendapat perhatian yg > hilang, > atau ke narkoba karena bisa ngilangin stres. > paling nggak sesibuksibuknya kerja, ikutlah milis Balita Anda, jadi ilmu > tentang anaknya juga maju... hehehe > > saya juga heran kalau ada yg merendahkan posisi ibu rumah tangga > dibandingkan wanita karir... padahal coba deh tinggal sehari aja di rumah > ngurus anak, bebersih dll... kalo gak pengalaman yg ada berantakan smua... > hahaha > > maaf kalau ada yg ku
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga
Bu, Pendapat yang bilang kayaknya jelek amat ibu bekarja, dan pasti anaknya kurang perhatian dan lain sebagainya. Ibu bekerja pasti sudah punya pertimbangan matang, dan bisa jadi ujung2nya justru karena sayang banget dengan anak2. Ada juga lho udah ibunya gak kerja alias ibu rumahtangga, anaknya malah kena narkoba etc, jadi ya gak jaminan, kalo jadi ibu rumah tangga tapi ngerumpi doang, kerjaannya nenangga, belum lagi marah2 terus sama suaminya kalo duit dari suami dirasa kurang, apa gak bikin anak stress tuh... Hari gini, semua harga2 mahal. Mungkin gak masalah kalo suaminya gajinya bekecupun, lha kalo tidak, gaji 2 juta, anak 2, jaman sekarang, bisa muter2 tuh cari2 cara buat bayar semuanya, cicilan rumah, listrik, telpon, makan...etc. Menjadi ibu karir, gak berarti pekerjaan rumahtangga terlepas, tetap saja, yg namanya pulang ke rumah, disibukkan oleh masak, ngurus anak, ngurus suami, ngurus keuangan keluarga. Tetep bu, gak berarti semua itu dilepas begitu aja. Wah, mubengnya kepala saya kalo si dedek panas badannya sedikit. Jadi, apakah ibu bekerja atau ibu rumah tangga adalah pilihan yang dibuat berdasarkan pertimbangan matang dari suami dan istri. Jika pilihan sudah diambil, ya, musti kerjasama, gimana caranya anak gak kekuarangan perhatian kalau istri kerja. Perhatian gak cuma dari ibu lho, bapaknya juga mesti merhatiin anaknya, mosok ibunya semua. Pilihan mana yg diambil, asal membuat semua pihak legowo dan hepi, gak masalah. Maaf jika gak berkenan. Lif-Mama Nayma On 9/26/06, Ummu Auliya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: artikel yang bagus ^_^ saya sendiri heran kalau orang bilang, "Sayang sekolah tinggi2 kok cuma tinggal di rumah ngurus anak". Padahal perkembangan jaman menuntut ibu yg smart, yg bisa mengikuti perkembangan anaknya, baik pelajaran anaknya, sekaligus bisa mengikuti perkembangan teknologi, biar gak kecolongan sama anaknya... Kalau ibunya kurang pendidikannya, masih untung kalo bisa membiayai kursus dll untuk mendukung pelajaran anaknya, kalo nggak? Anak bisa stres sendiri, karena susah sendiri gak ada yg bantuin, gak ada yg bisa kasih ide apa kek... hasilnya kalo gak jalan pintas nyontek pas ujian, ya ngutang buat nyogok? hehehe parah banget. temen ibu saya punya anak tunggal, ibu bapak sibuk meniti karir walaupun di bidang pendidikan, tapi ya gitu, pulang malem pergi pagi, anak sama pembantu, tapi ingin anak juara,masuk IPA, diikutin kursus ini itu. ternyata anaknya mungkin memang gak mampu untuk jadi anak IPA, bisanya dan minatnya IPS. tapi dia gak punya kesempatan untuk sharing dg orangtuanya, minimal ibunya. hasil akhirnya dia stres dan gantung diri... ihiks jadi inget kisah sedih itu... Istri yg smart saya rasa bisa mengikuti pekerjaan suaminya di kantor, bisa ngasih masukan, bisa ngasih dukungan... walaupun bukan bidang yg sama, yg namanya smart pasti bisalah mengikuti "cerita" kerjaannya suami dari rumah... Mungkin "berantakannya" perilaku dan pendidikan anak jaman sekarang sedikit banyak disumbangkan oleh terlalu sibuknya ibu berkarir. Padahal ibu adalah tiang rumah tangga. Kalau baik ibunya, insyaalloh baik juga anak dan rumah tangganya. Tapi gak semua ibu bekerja menyebabkan kurangnya perhatian pada anak dari segala sisi, mungkin tergantung kerjaannya juga, kalao bisa pergi pagi pulang siang, macem ibu saya dulu, anak masih sempet liat ibunya dan sharing ini dan itu. lah kalo pergi pagi buta pulang malem jeput, gimana tau anaknya lagi stres masalah apa, perlu apa, perlu belaian gak... (jablay... halaaah). Larinya ke pergaulan bebas karena merasa bisa mendapat perhatian yg hilang, atau ke narkoba karena bisa ngilangin stres. paling nggak sesibuksibuknya kerja, ikutlah milis Balita Anda, jadi ilmu tentang anaknya juga maju... hehehe saya juga heran kalau ada yg merendahkan posisi ibu rumah tangga dibandingkan wanita karir... padahal coba deh tinggal sehari aja di rumah ngurus anak, bebersih dll... kalo gak pengalaman yg ada berantakan smua... hahaha maaf kalau ada yg kurang berkenan, cuma sharing isi hati aja... On 9/26/06, hisyam <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ibu Rumah Tangga > > Diawal pernikahan, saya dan suami membuat kesepakatan dengan ikhlas > bahwa saya tinggal dirumah mengurus rumah tangga dengan fokus pada > pendidikan anak. Sementara, suami menjadi kepala rumah tangga dengan > fokus pekerjaan di luar rumah. Ketika itu, saya menganggap pekerjaan > rumah tangga hanyalah pekerjaan sederhana, karena bukankah menjadi ibu > rumah tangga adalah fitrah wanita? Tetapi, setelah menjalani kehidupan > rumah tangga, saya baru sadar, ternyata pekerjaan rumah tangga itu > sangat rumit. > > Seorang ibu rumah tangga tidak memiliki jam kerja tertentu, artinya, > tugasnya dimulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan, menjadi > ibu rumah tangga, berarti banyak belajar, seperti belajar manajemen, > baik manajemen rumah tangga, manajemen keuangan sampai manajemen > qalbu. Lalu belajar pembukuan, dimana aku selalu njelimet mengatur > keuangan, karena penghasilan suami meman
Re: [balita-anda] Ibu Rumah Tangga
artikel yang bagus ^_^ saya sendiri heran kalau orang bilang, "Sayang sekolah tinggi2 kok cuma tinggal di rumah ngurus anak". Padahal perkembangan jaman menuntut ibu yg smart, yg bisa mengikuti perkembangan anaknya, baik pelajaran anaknya, sekaligus bisa mengikuti perkembangan teknologi, biar gak kecolongan sama anaknya... Kalau ibunya kurang pendidikannya, masih untung kalo bisa membiayai kursus dll untuk mendukung pelajaran anaknya, kalo nggak? Anak bisa stres sendiri, karena susah sendiri gak ada yg bantuin, gak ada yg bisa kasih ide apa kek... hasilnya kalo gak jalan pintas nyontek pas ujian, ya ngutang buat nyogok? hehehe parah banget. temen ibu saya punya anak tunggal, ibu bapak sibuk meniti karir walaupun di bidang pendidikan, tapi ya gitu, pulang malem pergi pagi, anak sama pembantu, tapi ingin anak juara,masuk IPA, diikutin kursus ini itu. ternyata anaknya mungkin memang gak mampu untuk jadi anak IPA, bisanya dan minatnya IPS. tapi dia gak punya kesempatan untuk sharing dg orangtuanya, minimal ibunya. hasil akhirnya dia stres dan gantung diri... ihiks jadi inget kisah sedih itu... Istri yg smart saya rasa bisa mengikuti pekerjaan suaminya di kantor, bisa ngasih masukan, bisa ngasih dukungan... walaupun bukan bidang yg sama, yg namanya smart pasti bisalah mengikuti "cerita" kerjaannya suami dari rumah... Mungkin "berantakannya" perilaku dan pendidikan anak jaman sekarang sedikit banyak disumbangkan oleh terlalu sibuknya ibu berkarir. Padahal ibu adalah tiang rumah tangga. Kalau baik ibunya, insyaalloh baik juga anak dan rumah tangganya. Tapi gak semua ibu bekerja menyebabkan kurangnya perhatian pada anak dari segala sisi, mungkin tergantung kerjaannya juga, kalao bisa pergi pagi pulang siang, macem ibu saya dulu, anak masih sempet liat ibunya dan sharing ini dan itu. lah kalo pergi pagi buta pulang malem jeput, gimana tau anaknya lagi stres masalah apa, perlu apa, perlu belaian gak... (jablay... halaaah). Larinya ke pergaulan bebas karena merasa bisa mendapat perhatian yg hilang, atau ke narkoba karena bisa ngilangin stres. paling nggak sesibuksibuknya kerja, ikutlah milis Balita Anda, jadi ilmu tentang anaknya juga maju... hehehe saya juga heran kalau ada yg merendahkan posisi ibu rumah tangga dibandingkan wanita karir... padahal coba deh tinggal sehari aja di rumah ngurus anak, bebersih dll... kalo gak pengalaman yg ada berantakan smua... hahaha maaf kalau ada yg kurang berkenan, cuma sharing isi hati aja... On 9/26/06, hisyam <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Ibu Rumah Tangga Diawal pernikahan, saya dan suami membuat kesepakatan dengan ikhlas bahwa saya tinggal dirumah mengurus rumah tangga dengan fokus pada pendidikan anak. Sementara, suami menjadi kepala rumah tangga dengan fokus pekerjaan di luar rumah. Ketika itu, saya menganggap pekerjaan rumah tangga hanyalah pekerjaan sederhana, karena bukankah menjadi ibu rumah tangga adalah fitrah wanita? Tetapi, setelah menjalani kehidupan rumah tangga, saya baru sadar, ternyata pekerjaan rumah tangga itu sangat rumit. Seorang ibu rumah tangga tidak memiliki jam kerja tertentu, artinya, tugasnya dimulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan, menjadi ibu rumah tangga, berarti banyak belajar, seperti belajar manajemen, baik manajemen rumah tangga, manajemen keuangan sampai manajemen qalbu. Lalu belajar pembukuan, dimana aku selalu njelimet mengatur keuangan, karena penghasilan suami memang pas-pasan. DAn kemuadia belajar psikologi, baik psikologi anak maupun psikologi umum. Bahkan, untuk bisa mensyukuri nafkah dari suami, aku harus punya bermacam-macam ketrampilan, seperti memasak yang sebelumnya jarang aku lakukan. Ketrampilan menjahit pun harus aku kuasai. Sebab, untuk pakaian anak yg jumlahnya bertambah setiap dua tahun, terlalu mahal bagiku apabila harus membeli pakaian jadi. Alhamdulillah, dengan bekal kemauan dan sedkit nekad, semua ketrampilan itu dapat aku kuasai. Termasuk ketrampilan pangkas rambut! Mulai rambu abinya, sampai anak keenam kutangani sendiri. Banyangkan jika upah pangkas rambut 1 orang Rp 4.000 maka aku bisa berhemat 28 ribu rupiah tiap bulan. Begitupun pakaian anak, aku bisa hemat 50 % dari harga pakaian jadi di pasaran dikalikan kebutuhan 8 orang. Bukankah penghematan cukup besar? Belum lagi, makanan jajanan yg kuolah sendiri. Aku yakin, jika beli makanan jadi harganya pasti berlipat. Namun, setelah sekian banyak yg kuhemat, nyatanya keuangan kami tetap seret. Rupanya penyebabnya adalah minimnya penghasilan suami. Maka jadilah aku, tiga tahun belakangan ini, seorang motivator sekaligus konsultan bagi suamiku, sehingga alhamdulillah kini suamiku telah mempunyai pekerjaan yg layak dengan status yg baik di masyarakat. Lalu, seiring dengan kemandirian anak-anak, aku pun memilih salah satu keahlianku untuk kusumbangkan pada masyarakat. Aku ingin lebih bernilai, tidak hanya bagi keluarga tapi juga bagi masyarakat. Alhamdulillah, suamiku mendukung niat itu. Kadang-kadang, timbul pikiran jahilku, berapa gajiku seharusnya ata
[balita-anda] Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga Diawal pernikahan, saya dan suami membuat kesepakatan dengan ikhlas bahwa saya tinggal dirumah mengurus rumah tangga dengan fokus pada pendidikan anak. Sementara, suami menjadi kepala rumah tangga dengan fokus pekerjaan di luar rumah. Ketika itu, saya menganggap pekerjaan rumah tangga hanyalah pekerjaan sederhana, karena bukankah menjadi ibu rumah tangga adalah fitrah wanita? Tetapi, setelah menjalani kehidupan rumah tangga, saya baru sadar, ternyata pekerjaan rumah tangga itu sangat rumit. Seorang ibu rumah tangga tidak memiliki jam kerja tertentu, artinya, tugasnya dimulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan, menjadi ibu rumah tangga, berarti banyak belajar, seperti belajar manajemen, baik manajemen rumah tangga, manajemen keuangan sampai manajemen qalbu. Lalu belajar pembukuan, dimana aku selalu njelimet mengatur keuangan, karena penghasilan suami memang pas-pasan. DAn kemuadia belajar psikologi, baik psikologi anak maupun psikologi umum. Bahkan, untuk bisa mensyukuri nafkah dari suami, aku harus punya bermacam-macam ketrampilan, seperti memasak yang sebelumnya jarang aku lakukan. Ketrampilan menjahit pun harus aku kuasai. Sebab, untuk pakaian anak yg jumlahnya bertambah setiap dua tahun, terlalu mahal bagiku apabila harus membeli pakaian jadi. Alhamdulillah, dengan bekal kemauan dan sedkit nekad, semua ketrampilan itu dapat aku kuasai. Termasuk ketrampilan pangkas rambut! Mulai rambu abinya, sampai anak keenam kutangani sendiri. Banyangkan jika upah pangkas rambut 1 orang Rp 4.000 maka aku bisa berhemat 28 ribu rupiah tiap bulan. Begitupun pakaian anak, aku bisa hemat 50 % dari harga pakaian jadi di pasaran dikalikan kebutuhan 8 orang. Bukankah penghematan cukup besar? Belum lagi, makanan jajanan yg kuolah sendiri. Aku yakin, jika beli makanan jadi harganya pasti berlipat. Namun, setelah sekian banyak yg kuhemat, nyatanya keuangan kami tetap seret. Rupanya penyebabnya adalah minimnya penghasilan suami. Maka jadilah aku, tiga tahun belakangan ini, seorang motivator sekaligus konsultan bagi suamiku, sehingga alhamdulillah kini suamiku telah mempunyai pekerjaan yg layak dengan status yg baik di masyarakat. Lalu, seiring dengan kemandirian anak-anak, aku pun memilih salah satu keahlianku untuk kusumbangkan pada masyarakat. Aku ingin lebih bernilai, tidak hanya bagi keluarga tapi juga bagi masyarakat. Alhamdulillah, suamiku mendukung niat itu. Kadang-kadang, timbul pikiran jahilku, berapa gajiku seharusnya atas semua tugasku ini? Aku ratu rumah tangga sekaligus pembantu. Aku manajer merangkap baby sitter. Aku juga akuntan dan konsultan suamiku dalam usahanya. Pendidik sekaligus tukang ketik, penggagas sekaligus tukang pangkas. Aku juga seorang pengobat sekaligus perawat. Keluarga kami jarang kedokter atau rumah sakit, berbekal kepandaian pijat refleksi dan juice therapy yg kupelajari dari buku. Aku juga aktor bagi anak-anak takkala menggambarkan berbagai macam watak yg ada dalam cerita yg sedang kami baca. Itulah karirku selama 15 tahun menjadi ibu rumah tangga. Aku lantas teringat kata-kata Mahbub Junaidi-Seorang ekonom Pakistan - "Jika ibu-ibu rumah tangga meminta diberikan gaji, maka nilainya adalah satu milyar dollar pertahun. Sebuah nilai yg besar utk budget sebuah negara. Syukurlah ibu-ibu rumah tangga memberikan tenaganya dengan cinta, maka tak perlu memusingkan Kepala Negara bukan? Aku setuju dengan pendapatnya. Aku sanggup bersusah payah menjalani karir ibu rumah tangga, walau selalu diremehkan dan jarang mendapat pengakuan yg layak dari masyarakat, hanya karena aku sangat mencintai suami dan anak-anak yang diamanahkan Allah padaku. Dan yg lebih penting dari semua itu aku mendapat cinta dari Yang Maha Pencipta. Allahu Rabbul 'Alamin. Salam hormat buat ibu-ibu rumah tangga sejati. Karirmu sangat penting, dalam mempersiapkan generasi Rabbani. Dan gajimu, insya Allah kehidupan hakiki syurgawi. (Sumber: Majalah Ummi) -- Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]
[balita-anda] Ibu rumah tangga
Selamat Pagi... Ayah Bunda, ada bacaan menarik nih ttg kita. Semoga bermanfaat Mohon maaf yang tidak berkenan. Wassalam, Bunda Ara dan Aka Malu Jadi Ibu RumahTangga? Pribadi dan lingkungan tidakmendukung mereka untuk bangga dan berprestasi Tentu Anda sering mendengarjawaban, "Ah, saya sih cuma ibu rumah tangga," dariseorang ibu, manakala ditanya tentang pekerjaannya. Biasanya siibu menambahnya dengan tersenyum malu. Apakah karena profesi iburumah tangga ini memang memalukan? Hingga saat ini, adalahkenyataan bahwa profesi ibu rumah tangga ini belum diletakkanpada posisinya yang sebenarnya cukup tinggi. Dianggap pekerjaan gampang Masak, cuci, seterika, bersih-bersih rumah, bermain dengananak, menyuapi makanan, siapa sih yang tak bisa melakukannya?Tanpa harus sekolah tinggi-tinggi pun tak ada kesulitan.Begitulah umumnya pendapat orang. Tapi apakah memang benardemikian? Jika tujuan membesarkan anak hanyasekadar supaya mereka tumbuh besar sih, mudah. Tetapi untukmendapatkan anak yang berkepribadian tinggi dan berakhlaq mulia,sama sekali bukan pekerjaan gampang. Tak ada jaminan gelarprofesor akan membuatnya mampu. Sayangnya, memang untuk urusan mendidikanak ini belum ada sekolah formalnya. Akibatnya, orang mengiraseorang wanita akan bisa melakukannya begitu saja secaranaluriah. Ditambah lagi, urusan mendidik anak ini hasilnya tidakbisa dilihat dalam waktu dekat. Perlu waktu bertahun-tahun untukbisa merasakan hasilnya, memiliki anak yang baik dan berakhlaq.Demikian pula bila ada kesalahan dalam mendidik, akibatnyamungkin baru ketahuan bertahun-tahun kemudian. Sehingga orangmerasa sudah mendidik anaknya dengan baik, sekalipun yang ialakukan hanyalah mendidik sesuai pendapatnya sendiri. Anggapan menyepelekan ini sangatberbahaya, mengingat pendidikan anak adalah tugas yang sangatmenentukan kualitas generasi muda ummat. Kenyataan membuktikan,bahwa kualitas generasi penerus ummat Islam masih sebataskualitas ibunya saja. Kekuatan fisik yang utama Kondisi ekonomi masyarakat kita yang masih minim menyebabkanhampir setiap orang berkonsentrasi, menghabiskan tenaga danwaktunya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Jika hanya ada singkongyang cukup dimakan sekali sehari, sementara anak-anak menangiskelaparan, dan menderita sakit yang tak kunjung sembuh karena takmampu berobat, apakah masih mampu memikirkan urusan kebersihan,kesehatan, apalagi pendidikan? Lebih baik menyuruh anak membantudi sawah daripada bersekolah. Dan ayah sebagai kepala keluargaakan mengajari istri dan anaknya apa saja yang bisa dilakukanuntuk memperoleh makanan. Apakah mencari rumput, kayu bakar,mengumpulkan sayur-sayuran liar, mencari ikan di kali, hinggamemecah batu dari sungai. Pekerjaan-pekerjaan semacam ini semuanyamemerlukan kekuatan fisik ekstra kuat. Karena itulah, wajar jikadalam kondisi seperti ini mereka yang memiliki fisik kuat,notabene akan lebih mampu menghasilkan banyak makanan, makamereka itulah yang lebih dihormati. Dalam situasi kehidupan seperti iniwanita menjadi kurang berharga di mata masyarakat. Selain karenakondisi fisiknya tak banyak memungkinkan untuk membantu mencarimakanan, tidak produktifnya mereka dianggap menjadi beban,ditambah lagi banyaknya anak keturunan yang lahir dari rahimmereka ternyata semakin menambah-nambah beban bagi laki-laki. Ratusan tahun, kondisi seperti inidialami bangsa Indonesia, sejak masa penjajahan, hingga sekarang.Walaupun kondisi ekonomi telah sempat membaik dalam 5 dasawarsa,namun penyakit kejiwaan masyarakat kurang memperoleh pengobatanyang semestinya. Tidak dilakukanluarga pria, dengan anggapanbahwa keluarga wanita tersebut akan `membeli' si pria yang akansegera berpindah untuk hidup di tengah-tengah keluarga si wanita.Seakan-akan, segala bahan yang mereka kirimkan tersebut, yangnilainya bisa mencapai jutaan rupiah, adalah sebagai penebus`harga' kekuatan fisik pria tersebut. Mereka menganggap perluuntuk memberikan penebus ini, mengingat betapa kekuatan fisikpria adalah sesuatu yang sangat berguna bagi keluarga. Materialisme: uang sebagai ukuran Apa yang tidak bisa diperoleh dengan uang? Begitu pentingnyaarti uang bagi kehidupan jaman sekarang menumbuhkan kenyataanbahwa masyarakat hanya menghargai pekerjaan-pekerjaan yangmenghasilkan uang. Lahan-lahan pekerjaan `basah' menjadi rebutanorang, sementara pekerjaan mulia yang bergaji kecil tak diminatikecuali bagi mereka yang tak memiliki pilihan lain. Apalagi lahankerja rumah tangga yang tak menjanjikan gaji. Pola hidup materialistis telah membuatorang menghormat uang dan mereka yang ber-uang. Ada uang, adapeluang. Bahkan harga diri pun diukur lewat keberadaan uang.Wajar, jika harga diri ibu rumah tangga pun terpuruk karenanya. Tak ada pengakuan Salah satu pendukung tumbuhnya rasa percaya diri adalah faktorpengakuan dari lingkungan atau masyarakat. Jika perempuan kitabelum percaya diri sebagai ibu rumah tangga, salah satu sebabnyamemang karena banyak elemen